10/06/2025
Seruan dari Raja Ampat
Judul Puisi;
"untuk Negeri dan Pemangku Negeri"
Raja Ampat, mahkota timur Nusantara,
Di mana langit jatuh cinta pada laut yang tak bercela.
Hamparan karang bagai lukisan Sang Pencipta,
Burung cenderawasih menari dalam hening pagi,
Melukis damai yang tak bisa dibeli.
Di bawah sinar mentari yang menyentuh pelan,
Hutan bersenandung dalam bahasa yang diam.
Ombak datang bukan mengamuk,
tapi bercerita,
Tentang nenek moyang yang menjaga dengan cinta,
Tentang laut yang tak pernah meminta, hanya memberi.
Namun kini, angin datang membawa kabar yang tak sedap.
Langkah-langkah asing, berat dan tak tahu malu,Datang mengukur tanah dengan angka dan rencana,
Datang menawar surga dengan iming-iming semu:Tambang, logam, dan janji pembangunan yang abu-abu.
Bumi ini pun bertanya lirih,
Apa arti "maju" jika akar kami dicabut?
Apa arti "emas" jika hutan kehilangan napas?
Apa arti "pembangunan" jika kehidupan direnggut Dari tangan anak cucu yang belum sempat mengenal alamnya sendiri?
Wahai pemangku negeri,
Dengarlah jerit sunyi dari ujung timur ini.
Kami bukan menolak perubahan,
Kami hanya ingin hidup bersama alam,
Bukan hidup melawan kehancuran perlahan.
Raja Ampat bukan lahan kosong untuk digadai,
Bukan titik di peta investasi global.
Ia adalah pusaka yang tak ternilai,
Ia adalah doa para leluhur yang menyatu dengan terumbu dan pasir putih,
Ia adalah rumah bagi mereka yang belajar dari ombak, bukan hanya dari buku.
Apa kabar kelestarian jika buldoser mulai bekerja?
Apa kabar adat jika tanah warisan dijual diam-diam?
Apa kabar para nelayan jika laut tak lagi jernih?
Apa kabar anak-anak sekolah jika alam mereka hanya tinggal dalam cerita?
Tidakkah kalian dengar suara laut mulai merintih?
Tidakkah kalian rasakan, bumi mulai panas bukan hanya oleh matahari,
Tapi oleh keserakahan yang tak lagi tahu batas dan arah?
Kami memohon,
Bukan dengan marah,
tapi dengan luka yang dalam.
Pemerintah pusat, pemerintah daerah,Tolong jangan jadikan Raja Ampat sebagai eksperimen atau percobaan.
Jangan biarkan tangan besi menyentuh surga dengan seenaknya.
Jika uang bisa beli segalanya,
Bolehkah ia membeli air mata masyarakat adat?
Jika logam bisa digali sampai habis,
Bolehkah kalian gali juga cinta kami pada tanah ini?
Raja Ampat tak butuh tambang untuk hidup,
Ia sudah kaya dengan laut, dengan budaya,Dengan keharmonisan antara manusia dan ciptaan-Nya.
Biarkan kekayaan kami tetap hidup, bukan dikubur.
Bangsa ini tidak akan miskin karena menjaga,Tapi bisa kehilangan segalanya karena serakah.
Indonesia tak kekurangan alasan untuk bangga,Tapi bisa kehilangan semua itu jika tidak hati-hati menjaga.
Maka, kami menulis puisi ini bukan hanya sebagai peringatan,
Tapi sebagai harapan,
Agar kalian yang punya kuasa, punya hati,
Dan kalian yang punya wewenang, punya nurani.
Jangan biarkan suara kami kalah oleh kepentingan,
Jangan tukar surga kami dengan kehancuran.
Dengar dan lihat kami dengan mata yang jujur,
Dengan hati yang tahu mana warisan, mana kehancuran.
Karena jika Raja Ampat hilang,
Bukan hanya Papua yang menangis,
Tapi seluruh dunia akan bertanya,
Kenapa surga yang dipercayakan,
Harus musnah di tangan mereka yang tak paham makna menjaga?
Salam_Hormat
Salam_Santun
Salam_Sadar
Penulis
B**g Kandi