
15/04/2025
Saat Almarhom kecewa. Saat Hasan Tiro Mengaku Kecewa..
By Muhajir Juli
----------
19 JANUARI 2016
Malam itu, kira-kira pertengahan bulan Oktober, hujan turun sangat deras. Berkali-kali aku menatap jarum jam yang kugunakan. Aku sanksi, apakah lelaki yang beberapa hari lalu berjanji akan bertemu,bakal datang? Bersebab hujan disertai halilintar, seringkali janji yang sudah dibuat bakal tidak dipenuhi.
Kira-kira setengah jam menunggu, aku hendak berangkat pulang. Namun sekali lagi aku mencoba melihat keluar jendela. Berharap dia datang.
Lamat-lamat dari jarak 50 meter aku melihat seorang lelaki tua bermantel tebal serta memakai payung berjalan mendekat.
Itu dia sudah datang. Sungguh lelaki yang tidak ingkar janji.
Kami kemudian berjabat tangan.
“Peumeuah ulon, ujeun di nanggroe nyoe sureng meuno. Cuaca Kota Stockholm nyoe memang susah bak ta kira-kira,”ujarnya dengan nada penuh penyesalan.
Lelaki itu berperawakan kecil. Usianya 84 tahun. Di usianya yang senja, dia masih tetap bersahaja. Tatapan matanya yang bersinar membuat dia nampak gagah dan perkasa. Dia memakai baju jas serta berdasi. Penampilannya rapi dan necis. Fashionable.
“Puhaba Aceh? Pakon gata ka jareung that teumuleh tentang kondisi bansa teuh?,” tanyanya setengah menggugat.
Aku diam. Kharismanya memuat diriku kehilangan nyali untuk menjawab. Menatapnya saja aku agak sungkan.
Sejenak dia menatap keluar jendela.
“Saya rindu tanah Aceh. Saya ingin kembali ke Alimon.Ada sebuah rasa yang sampai saat ini menyiksa batin saya,” ujarnya sambil menunduk.
“Kenapa Wali tidak pulang saja?,” tanyaku menyela. Kali ini aku terpaksa bicara, agar dia tidak bermonolog.
“Saya sudah pulang. Tapi waktu yang tidak memberikan saya kesempatan untuk berlama-lama di tanah yang sangat saya cintai itu,” jawabnya sembari meneguk minuman berkarbonasi.
Kemudian dia membuka tas kulit berwarna hitam. Dia mengambil sebuah map lusuh.
“Ini kliping-kliping berita tentang Aceh pasca damai yang berhasil saya kumpulkan. Simpan ini baik-baik. Alfatihah ke Almarhom