07/11/2025
Dia Nggak Mau Berdebat — Dia Cuma Mau Didengar
Salah satu rasa sakit paling berat buat seorang perempuan bukan ketika dia disakiti secara fisik, tapi ketika dia mencoba bicara… dan malah dijadikan masalah.
Dia cuma ingin menjelaskan apa yang dia rasakan. Tapi yang dia dapat bukan empati, melainkan pembelaan diri. Tiba-tiba, semuanya berbalik — seolah dia yang salah, dia yang terlalu sensitif, dia yang “bikin drama.”
Padahal dia nggak mau bertengkar. Dia cuma mau didengar. Mau dimengerti.
Karena saat seorang perempuan berani membuka isi hatinya, itu artinya dia percaya. Dia ingin terkoneksi, bukan berkonflik.
Tapi setiap kali dia bicara, responnya selalu sama: mata yang berputar, nada dingin, atau diam yang terasa seperti tembok. Lama-lama dia lelah. Dia berhenti bicara — bukan karena sudah tenang, tapi karena sudah capek.
Dia mulai menahan diri. Berpura-pura baik-baik saja. Menyimpan semuanya sendiri.
Karena dia tahu, setiap kejujurannya akan berakhir jadi pertengkaran.
Dan di titik itu, bukan cintanya yang hilang… tapi harapannya untuk dimengerti.
Yang dia butuh sebenarnya sederhana: seseorang yang bisa menatap matanya dan bilang,
“Aku dengar kamu. Aku ngerti. Aku bakal berusaha lebih baik.”
Tapi yang dia dapat justru kebisuan.
Dan di situlah hatinya benar-benar pecah — bukan karena marah, tapi karena merasa tak lagi punya tempat untuk bicara.