02/12/2025
Berdasarkan riset dan dokumentasi yang dilakukan oleh Kimung — budayawan, peneliti, sekaligus penggiat karinding instrumen seperti karinding dan harpa mulut (Jew’s-harp type) tidak hanya muncul sebagai “alat musik tradisional” dalam arti kontemporer, tetapi sebagai bagian dari warisan budaya kuno Nusantara (Sunda). Sejumlah besar varian diperkirakan “1169” jenis menunjukkan keberagaman lokal yang kaya dan adaptasi historis terhadap lingkungan dan kehidupan agraris.
Karinding, yang terbuat dari bambu atau pelepah kawung, dahulu berfungsi sebagai alat untuk mengusir hama di sawah. Seiring waktu, fungsi ini berubah: bunyinya, yang bergantung pada rongga mulut dan gerakan bibir maupun jari, mulai dipahami sebagai ekspresi musikal. Penelitian etnomusikologis mencatat transformasi ini, dari fungsi utilitarian ke estetis, ritual, bahkan komoditas budaya
Fakta bahwa ada ratusan, bahkan ribuan varian — menurut narasumber seperti Kimung — memperkuat hipotesis bahwa seni musik melalui instrumen semacam karinding mungkin telah berkembang jauh sebelum pembentukan negara-negara modern, bahkan di era pra-sejarah Nusantara atau daerah leluhur seperti “Sundaland.” Jika benar, hal ini menegaskan bahwa musik tradisional bukan sekadar artefak lokal, melainkan bagian dari sejarah panjang difusi budaya manusia.
Dengan demikian, karinding bukan hanya benda musik — tetapi sumber wawasan antropologis, historis, dan kultural yang mengakar jauh dalam kehidupan masyarakat agraris, identitas Sunda, dan warisan global. Melestarikannya berarti menjaga kesinambungan sejarah dan identitas — sekaligus membuka peluang reinterpretasi dan apresiasi global terhadap musik Nusantara.