Cerita pena KBM

Cerita pena KBM Membaca adalah kunci utama keberhasilan

Bismillahirrahmanirrahim semoga tahun depan kalian semua bisa punya rumah sendiri 🤲
05/04/2025

Bismillahirrahmanirrahim semoga tahun depan kalian semua bisa punya rumah sendiri 🤲

Hadehh
02/04/2025

Hadehh

03/11/2024

Dinginnya malam ini 😑😑

27/10/2024

BANANA NUGGET

Bahan:
- 6 buah pisang ambon
- 120 gr tepung terigu
- 1 bks susu kental manis
- 2 btr telur
- 20-40 gr gula, sesuai selera
- Sejumput garam

Bahan lapisan:
- Tepung roti
- Tepung terigu
- Air

Caranya:
1. Lumatkan pisang hingga halus.
2. Masukkan telur, susu kental manis, gula dan garam, lalu aduk rata.
3. Tambahkan tepung terigu, aduk lagi. Kemudian k*kus adonan di dalam wadah anti panas hingga matang.
4. Setelah matang dinginkan, lalu potong-potong sesuai selera. Sisihkan.
5. Campurkan tepung terigu dan air dgn kekentalan sedang. Celupkan nugget yg sudah dipotong tadi ke dalamnya, kemudian lapisi dgn tepung roti. Lak*kan hingga habis. Setelah itu simpan di kulkas selama 15-30 menit agar tepung roti menempel.
6. Kemudian goreng nugget hingga kuning kecoklatan, angkat dan dinginkan, lalu beri topping sesuai selera.

"Aaaaah, basah deh...!" Merry ngedumel sendiri saat tiba-tiba basah. Pikirnya, semakin basah , semakin nikmat.Merry adal...
27/10/2024

"Aaaaah, basah deh...!" Merry ngedumel sendiri saat tiba-tiba basah. Pikirnya, semakin basah , semakin nikmat.
Merry adalah istri ketiga dari suaminya, dia tidak pernah merasa puas setiap kali sang suami memberinya nafkah batin, lantas Zaky ingin membantu Merry mendapatkan rasa puas itu.
Anggap saja ini sedekah dari Zaky, lebih tepatnya sedekah dalam bentuk nafkah batin.
Lantas, apakah Merry akan menerima sedekah itu? Atau malah menikmatinya?
Ah..., pokonya nikmat dah.....

***

Cuplikan Bab :

Bab 1. Pesona Istri Orang

"Oh, lebih kuat Sayang!" Desis Merry dengan suara yang begitu mendayu dan merdu saat sesuatu di pangkal p4hanya bergerak teratur dengan ritme yang cukup kuat.

Tangan gelap Adam mencengkram kedua pinggul Merry yang sedang mengerang penuh n4fsu, menuntut untuk di pu4skan saat daging itu bertumbuk kan satu sama lain hingga menciptakan suara erot¡s khas malam pengantin.

"Ayo. Lebih dalam sayang. Ini sangat nikmat!" Rintih Merry dengan tubuh yang menggeliat indah. Terlihat jelas ada n4fsu yang begitu menggebu di antara keduanya , tapi detik berikutnya Adam justru lemas karena dia sudah mendapatkan puncak dari rasa inginnya, padahal mereka baru bermain kurang dari dua menit.

"Aku sudah selesai, Sayang!" Ucap Adam dengan sangat lirih dan aku bisa melihat dengan sangat jelas ekspresi kecewa Merry saat Adam begitu cepat melepas larvanya padahal Merry belum mendapatkan kepuasannya.

Aku mengeram tertahan dengan rasa yang kian membuncah ingin di tuntaskan, tapi apalah daya , aku hanya seorang anak kost yang tinggal cukup jauh dari rumah tempat kelahiran ku. Aku hanya bisa meremas milikku sendiri saat lagi-lagi aku harus menyaksikan perc¡ntaan panas antara Merry dan Adam suaminya. Bukan melihat jelas , tapi mengintip kegiatan panas mereka lewat celah dinding yang berlubang bekas aliran listrik dan hanya di tutup kaca riben , yang kalo di perhatikan dari arah jauh tidak akan terlihat, tapi jika di liat dengan seksama akan tampak sangat jelas.

Lubang seukuran lingkaran gelas itu selalu menjadi bagian dinding kamarku yang paling aku s**a. Setiap kali melihat Adam p**ang ke rumah istrinya, Merry, aku selalu menggunakan kesempatan itu untuk menonton aksi panas keduanya, dan jika sudah begini, aku juga akan tersiksa dengan perasaan inginku sendiri.

Merry adalah istri ketiga Adam, usianya baru dua puluh tujuh tahun. Merry baru berusia dua puluh tahun saat Adam memperistrinya, akan tetapi sampai tujuh tahun pernikahan mereka, Merry tidak kunjung hamil. Aku pikir hal itu wajar mengingat sudah tiga tahun ini aku menempati salah satu kamar kost milik mereka dan tiga tahun ini p**a aku aktif mengintip kegiatan panas mereka lewat lubang rahasia yang menghubungkan kamarku dan kamar Merry, Ibu kost ku.

Kamarku berada tepat di sebelah kamar Merry , entah apakah dia tidak menyadari jika di dinding kamarnya ada dinding yang terlapis kaca atau tidak, tapi yang pasti aku ngotot tidak ingin pindah kamar dari tiga tahun lalu, karena alasan ini.

"Kok cepat, sih. Perasaan kita baru mulai, masa Mas udah selesai aja sih!" Protes Merry tapi Adam tidak begitu peduli, dia langsung bergegas ke kamar mandi dan membiarkan Merry terbaring tanpa busana dan dengan perasaan yang tidak menentu karena dia belum mendapatkan puncak dari ken¡kmatannya.

Oh ingin rasanya aku masuk dan membantu Merry mendapatkan kepuasannya, karena sepertinya wanita itu akan cemberut sepanjang hari jika sudah begitu.

Merry masih sangat muda dan cantik, kulitnya putih dengan pinggang ramping, d4da m0ntok dan b0kong sem0k. Benar-benar sempurna untuk menjadi seorang model majalah dewasa , entah bagaimana ceritanya hingga Merry berakhir menikah dengan Adam yang notabenenya bukanlah laki-laki yang tampan meskipun bisa dibilang mapan.

Adam memiliki tubuh gembul dengan perut yang lebih maju dibanding d4da, di tambah gaya jalannya benar-benar mirip bebek obesitas. Aku bahkan bisa menyimpulkan jika panjang miliknya hanya seukuran tujuh sentimeter, tentu jauh dari ukuran milikku, tapi herannya laki-laki dengan perut buncit itu bahkan memiliki empat orang istri. Sungguh membagongkan bukan!

Aku masih mengintip Merry yang masih berbaring tanpa busana di atas r4njang besarnya, dia terus saja memainkan ujung d4danya saat Adam keluar dari dalam kamar mandi dan langsung menggunakan pakaian lengkapnya. Sepertinya laki-laki itu akan langsung pergi setelah menuntaskan h4sratnya yang hanya kurang dari dua menit.

"Aku akan balik. Nila dari tadi menelpon minta di temani ke salon. Jika gak di turuti, dia akan mengomel sepanjang hari!" Ucap Adam sambil merapikan ikat pinggang dan penampilannya lalu membuka tas kecil yang dia bawa dan mengeluarkan satu amplop coklat di dalamnya. Aku menebak jika itu adalah uang jatah bulanan Merry.

Entah bagaimana Adam bisa membagi rata waktunya dengan keempat istrinya, tapi satu yang bisa aku simpulkan, Merry tidak pernah merasa puas setiap kali suaminya menjalankan kewajiban atau nafkah batinnya sebagai seorang suami.

"Ibu tidak mau pergi dari rumah ini, Man," ____PoV Ibu Firman"Ayo, Bu, segera kemasi barang-barang kita," ucap Firman.En...
26/10/2024

"Ibu tidak mau pergi dari rumah ini, Man,"

____
PoV Ibu Firman

"Ayo, Bu, segera kemasi barang-barang kita," ucap Firman.

Entah apa yang Rani katakan pada Firman hingga ia mengajakku untuk pergi dari rumah ini. Pasti si ju des itu sudah meng anc am Firman.

"Mau ke mana, Man? Nanti bagaimana jika adik-adikmu p**ang?" tanyaku pada Firman, yang saat ini berjalan menuju kamarnya.

Setelah berhasil membuat Firman ingin meninggalkan rumah ini, Rani masih terlihat sibuk mengemasi barang-barang si tua itu.

"Ibu tidak mau pergi dari rumah ini, Man," ucapku.

"Ibu tenang saja, Firman punya rencana. Lebih baik sekarang kita ikuti apa kata Rani," Firman berbicara lirih kepadaku.

"Tapi kita mau ke mana? Bagaimana dengan adik-adikmu?" tanyaku, masih belum paham dengan maksud Firman.

"Ibu ikuti saja Firman, bawa beberapa baju Ibu. Yang lain kita tinggal saja. Tidak akan lama, rumah ini akan menjadi milik kita," ucapnya.

Sebenarnya aku tidak paham dengan maksud Firman, tapi lebih baik aku ikuti saja yang ia katakan.

"Sudah diskusinya?"

Rani mengagetkanku dan Firman. Aku kembali mengemasi beberapa pakaian. Untung saja saat ini ada Winda, kalau tidak aku sudah menjam baknya. Si al! Kalau saja tadi Rani tidak melihatku mend orong si tua itu, pasti keadaannya tidak seperti ini. Bagaimana bisa ia p**ang secepat itu? Padahal tadi aku hampir berhasil membuat si tua itu lebih cepat ke nera ka. Sia l! Benar-benar si al!

"Bisa lebih cepat sedikit?" ucapnya lagi.

Perempuan jud es ini membuatku semakin ger am.

Aku berjalan sambil menatapnya beng is, rasanya tanganku ini sudah gatal ingin menam parnya.

Aku berjalan setengah menabra kkan tub uhku ke bagian pundaknya.

Salah siapa berdiri di tengah pintu, seperti satpam saja.

Rani hanya menatapku dan mengikuti langkahku.

"Bukannya kamu mau pergi? Kenapa mengikutiku seperti itu? Aku bukan penc uri yang perlu diawasi," sergahku padanya.

"Ran, di mana obat Ibu? Berikan padaku," ucap Winda.

Rani terlihat melangkah menuju kamar wanita tua itu, kemudian diikuti oleh Winda.

"Da sar ju des!" ucapku ben gis saat Winda dan Rani sudah tidak terlihat.

Sementara Firman sedang mengemasi pakaiannya, aku mencoba menghubungi Zesika dan Nanda. Aku takut jika mereka p**ang nanti kami sudah tidak ada di sini.

Percuma aku menjatuhkan har ga diriku sampai memohon padanya seperti tadi. Das ar menantu tidak bersyukur. Dulu, jika bukan karena Firman, mungkin sampai saat ini Rani masih menjadi pera w an tua. Siapa yang mau menjadikan istri wanita ju des sepertinya?

Sejak tadi, Nanda tidak bisa dihubungi. Sedangkan Zesika, a nak itu mana pernah memedulikan panggilan telepon dariku.

Ah, benar-benar kurang a jar.

Lebih baik saat ini aku menyiapkan bekal beberapa makanan, kebetulan sekali kemarin Rani baru berbelanja.

Setelah beberapa makanan dan baju-bajuku sudah siap, sekarang aku akan ke kamar Firman. Daripada menunggu lama dan harus berdebat dengan si ju des itu.

"Makanan siapa yang Ibu bawa?!"

Aku terkejut saat si ju des itu sudah berdiri menghadangku dengan berkacak pinggang. Matanya memperhatikan kantung keresek yang ada di tanganku.

Dengan cepat ia meraih p aksa keresek itu dari tanganku.

"Apa yang kamu lak*kan pada Ibuku, Ran? Jangan keterlaluan, kamu mau kua lat karena durh aka pada mertuamu?" Firman muncul dan menengahi kami.

Sikap si ju des itu benar-benar seperti pre man. Berani-beraninya dia memperlak*kanku sekas ar ini.

"Terserah kalian mau bilang apa, memangnya aku peduli. Bahkan kalian berbuat hal yang lebih dengan Ibuku," jawabnya sambil berlalu dan meraih kantung keresek berisi makanan dari tanganku.

"Ibu benar-benar sudah tidak tahan. Rasanya ingin menam parnya," geramku.

"Sudah, Ibu tenang saja. Tidak lama, rumah ini akan menjadi milik kita," ucap Firman yang kesekian kali.

"Ya sudah, ayo kita pergi," ucapku.

Firman membawaku pergi dari sini. Entah apa yang sedang Firman rencanakan, tapi yang pasti aku percaya dengannya. Firman pasti bisa melak*kan yang terbaik untukku dan kedua adiknya.

Saat aku akan melangkah meninggalkan rumah, ternyata Rani dan wanita tua itu sudah bersiap pergi ke rumah Winda.

"Pastikan barang-barang kalian jangan sampai ada yang tertinggal," ucapnya.

Benar-benar som b**g.

"Kamu pasti akan menyesal, Ran," timpalku.

Lalu kami pergi meninggalkan rumah.

Anehnya, Firman mengajakku bersembunyi di samping rumah. Daripada bingung, lebih baik aku mengikuti keinginan Firman. Siapa tahu ini bagian dari rencananya.

Tak lama Rani keluar dari rumah bersama ibunya, Winda, dan Hendi, suami dari Winda.

Setelah mereka masuk ke dalam mobil dan pergi dari rumah ini, aku dibuat terkejut dengan teri akan Firman.

"Yes!" teria knya.

"Apa maksudmu? Bisa-bisanya bersor ak dalam keadaan seperti ini. Apa ini yang kamu harapkan? Menjadi gelan dangan?!" sergahku.

"Justru Ibu salah. Firman akan masuk ke dalam rumah dan mencari surat-surat tanah rumah ini. Dengan cara itu, kita bisa mengambil alih rumah ini," ungkapnya runtun.

MAJIKAN WANITA MEMINTAKU MENYU  ANAKNYA YANG SUDAH DE . SAAT DI DALAM KAMAR AKU TERKEJUT KARENA ...."Masuklah, Nyonya su...
25/10/2024

MAJIKAN WANITA MEMINTAKU MENYU ANAKNYA YANG SUDAH DE . SAAT DI DALAM KAMAR AKU TERKEJUT KARENA ....

"Masuklah, Nyonya sudah menunggu di dalam," ucap pria yang membawanya ke Jakarta.

"Baik, Pak, terima kasih banyak," jawab Anjani lalu masuk ke dalam rumah megah bak istana.

Benar saja, seorang wanita cantik hampir seumuran dengan ibunya duduk di s0_fa sedang menunggu dirinya. Segera Anjani membv_ngk*k sebagai tanda hormat.

"Duduklah! Aku akan beritahu apa saja yang harus kamu kerjakan di rumah ini," ucapnya pada Anjani.

Anjani bingung mau duduk di mana, sebab s0_fanya terlihat mahal dan ia takut jika duduk di sana akan menjadi kotor.

"Duduk!" Perintahnya karena Anjani tak segera ambil posisi sesuai yang diperintahkan.

"Maaf Nyonya, duduk di mana?" tanyanya gemetar.

"Apa bedanya aku dan kamu, sama-sama makhluk Tuhan," jawabnya.

Mendengar itu, Anjani segera duduk di lantai untuk mendengarkan tugas apa yang akan dia kerjakan selama bekerja di rumah itu.

"Duduk di s0_fa, kenapa harus di lantai? Anggaplah aku seperti ibumu. Jangan anggap aku seperti ratu yang harus kamu tinggikan posisinya," ujarnya membuat hati Anjani yang tadinya takut dan tegang menjadi tidak lagi. Ia bisa menghirup napas lega karena mendapatkan seorang juragan yang baik hati.

Anjani segera duduk di sofa sesuai perintah sang majikan.

"Perkenalkan siapa nama kamu, Nak," titahnya.

"Nama saya Anjani Putria, Nyonya," jawab Anjani dengan wajah menv_nduk.

"Nama yang cantik, seperti wajahnya," puji wanita itu.

Anjani tersenyum dengan sanjungan wanita cantik dan elegan tersebut.

"Nama saya Kartika Ayu, dan di sini kamu akan bekerja mengurus anak saya, namanya Cakra Wangsa. Apa kamu siap?" tanyanya dan dengan cepat Anjani mengangguk

Akan tetapi, seketika Anjani menggeleng saat tahu siapa yang akan dia urus.

"Nah itu dia yang harus kamu urus," ucap Kartika saat sang anak mengin_jakkan kaki di ujung tangga bersiap untuk berangkat kerja di kantor sang papa
Anjani terbelalak, ia tak percaya jika dirinya harus mengurus pria de_wa_sa yang normal. Jika idiot itu masih wajar. Lah ini penampilannya saja keren tapi kenapa masih harus diurus. Apakah pria itu memiliki kelai_nan?

"Ma, tas Cakra mana!" teriak pria itu sambil bermain ponsel.

Kartika meninggalkan Anjani dan mengambilkan tas milik sang anak. Kemudian kembali pada Anjani untuk menjelaskan apa saja yang harus dia lak*kan selama mengurus Cakra.

"Ma, sepatu Cakra mana!"

Baru juga berselang beberapa menit sudah teriak lagi. Dia sudah seperti anak kecil saja!

"Ma, dasinya pasangin d**g. Sama jasnya juga!"

Selama kurun waktu sepuluh menit. Cakra sudah berteriak hingga tiga kali, sudah seperti seorang anak SD yang bersiap ke sekolah. Semua dila_ya_ni oleh sang mama.

"Ma, bantuin sisir rambut!"

Anjani yang mendengar itu langsung gedek. Itu muka bukan lagi anak kecil. Bahkan, tu_buhnya saja atletis dan wajahnya saja berahang tegas dan terlihat maskulin.

Bahkan, pria itu juga bisa setir mobil. Tetapi, kenapa sikapnya seperti anak kecil. Hal itu membuat Anjani geleng-geleng kepala.

Setelah kepergian Cakra, Kartika kembali menemui Anjani lalu menjelaskan apa saja yang harus dia kerjakan saat mengurus Cakra dari pagi hingga malam.

"Maaf ya, dia memang seperti itu. Semuanya karena dia terlalu dimanja oleh papanya. Makanya dia tidak bisa mandiri, apa-apa dibantu karena sudah terbiasa sejak kecil yang apa-apa pengasuhnya. Sedangkan kini sang pengasuh sudah renta dan tak sanggup lagi mengurus," tutur Kartika yang diangguki oleh Anjani.

"Kamu tidak akan mundur 'kan?" tanya Kartika khawatir jika Anjani akan mundur sama seperti para pengasuh sebelumnya yang tidak tahan dengan sikap Cakra.

Tentu saja Anjani tidak akan mundur, apalagi dia belum mencoba. Meski nanti terlihat sulit, Anjani akan tetap bertahan demi mendapatkan u4_ng untuk bia_ya pengo_batan sang kakek.

"Tidak akan, Nyonya," jawab Anjani dan Kartika bisa bernapas lega. Ia juga berharap jika Anjani akan menjadi seorang pengasuh terakhir Cakra.

"Kalau begitu, saya akan jelaskan apa saja yang harus kamu lak*kan dari bangun tidur hingga tidur lagi," kata Kartika yang diangguki oleh Anjani.

"Apa, Nyonya? Menyiapkan su_su dalam bo_tol?" tanya Anjani dengan nada terkejut saat Kartika menjelaskan jika Cakra bisa tidur ketika dia sudah minum su_su menggunakan bo_tol dot.

"Tapi nyonya, dia bukan lagi ba_yi," kata Anjani tak bisa bayangkan saat seorang pria de_wa_sa minum su_su dalam bo_tol dot.

"Iya, tapi itu sudah kebiasaannya. Semalam saja dia tidak minum su_su dalam bo_tol dot, dia tidak akan bisa tidur selama semalam."

Anjani tercengang mendengarnya. Sungguh di luar nalar pria tersebut.

"Sama satu lagi, dia s**a mai_nin ram_but dan teli_nga sebelum tidur. Makanya saya cari pengasuh yang beram_but panjang biar bisa dimai_nin sama anak saya."

Penuturan terakhir membuat Anjani menelan lu_dah dengan kasar. Seorang pria de_wa_sa me_ma_inkan ram_butnya? Itu perbuatan gi_l4. Apalagi dirinya wanita normal.

Bismillah..Cuma 1 menit untuk membacanya☺️MENAFKAHI ORANG TUA*(Sudut renungan)Orang tua tidak takut miskin mberi nafkah ...
25/10/2024

Bismillah..
Cuma 1 menit untuk membacanya☺️
MENAFKAHI ORANG TUA
*(Sudut renungan)
Orang tua tidak takut miskin mberi nafkah pada anaknya saat membesarkan mereka._
_Tapi banyak anak sering takut kekurangan
saat menanggung orang tuanya dimasa tuanya
_Lihat diri kita saat ini,_
_Sehebat apapun,_
_Suksespun setinggi langit,_
_Tapi tanpa doa restu orang tua yang membesarkan kita_
_Maka tidak akan ada ketenangan, keberkahan,
dan kebahagiaan dalam hidup._
_Uang bisa dicari,_
_Ilmu bisa digali,_
_Jabatan bisa kita raih,_
_Tapi kesempatan untuk mengasihi orang tua
takkan berulang kembali._
_Satu ibu,_
_Bisa merawat tujuh anaknya,_
_Tapi tujuh orang anak belum tentu bisa membahagiakan
_Satu ibu_
_Satu ayah ,_
_Bisa menghidupi tujuh anaknya,_
_Tapi tujuh orang anak belum tentu dapat menghidupi,_
_Satu orang ayah_
_Sesekali tengoklah Orang tuamu,_
_Tatap wajahnya ketika ia terlelap tidur,_
_ Lihat kerutan di wajahnya,_
_Lihat rambutnya yang kini mulai memutih,_
_Lihat badannya_
_Yang dulu tegap kini mulai membungk*k,_
_Semua telah berubah termakan waktu tapi
tidak dengan kasih sayangnya....
_Sudahkah kita membuatnya bahagia hari ini?
_Sudahkah kita membuatnya tersenyum hari ini?
_ Tidak akan ada jasa yang mampu kita balas,_
_Tidak akan ada kebaikan yang mampu kita balas,_
_Semua begitu banyak,begitu tulus,_
_Hadiahkanlah kebahagiaan untuk kedua orang tua kami atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang telah mereka berikan.
_ Perlakuan orang tuamu dengan penuh hormat
maka rezekimu akan semakin berkah.
Mudah2n kita semua selalu sehat...sukses
Dijauhkan dari segala mara bahaya amiin













‌g


‌getables










“Mas! Ahhh … “Suara suara d3s*han itu benar benar membuat telinga dan hatiku panas._______Pengantin Pengganti (2)Aku men...
24/10/2024

“Mas! Ahhh … “

Suara suara d3s*han itu benar benar membuat telinga dan hatiku panas.

_______Pengantin Pengganti (2)

Aku mendengarkan dengan seksama hingga selesai, lalu mulai bicara saat satu hent akan yang kurasakan pada tangan.

“Saya terima nikah dan k4winnya Rahayu binti Prakoso dengan Mas Kawin yang tersebut tunai!”

Semua orang kebingungan, karena nama penggantin yang aku sebutkan berbeda. Mama dari Anita langsung mendekat ke arahku.

“Loh Nak Rendi, kenapa kamu menyebut nama wanita lainnya? Gimana ini?!”

Tergopoh dari arah tenda keluar Anita dengan kebaya putihnya berlari kecil mendekat. “Mas kamu apa apaan sih! Nama aku Anita, bukan Rahayu! Kamu ngelindur?”

Aku berdiri, menoleh ke arah kiri dengan senyum tipis. Datang Agus bersama seorang wanita berhijab dengan kebaya berwarna serba putih menghampiri. Menurutku dia cukup cantik, tak kalah dengan Anita calon istri tidak jadiku ini. Sesampainya di dekatku gadis yang bernama Rahayu itu langsung berdiri di sisiku.

“Aku tidak ngelindur, aku memang akan menikah, tapi bukan dengan kamu. Aku … akan menikahi gadis ini. Namanya Rahayu.”

“A… apa?!”

“Mas, kamu jangan main-main. Nggak lucu, Mas!” ujar Nita dengan suara tertahan. Matanya nanar menatap sekeliling orang yang sedang memperhatikan. “Ayo, lanjutkan ijab kabul kita, Mas. Perempuan ini pasti tamu undangan yang kamu minta pura-pura jadi pengantin penggantiku, kan?”

Ia mengamit lengan Rahayu, hendak membawanya ke kursi tamu, tapi aku menahannya.

“Stop!” Anita menghentikan langkah. Sementara Rahayu hanya diam dengan wajah tertunduk dalam. “Rahayu, duduk di kursi itu, kita akan melaksanakan ijab kabul!” perintahku.

Perlahan Rahayu melepas pegangan tangan Anita pada lengannya, lalu menatapnya sesaat. “Maaf, Mbak. Saya harus duduk di sana.” Wajah Anita berubah memerah.

“Rendi cukup!” ben tak Mama Rita—ibunya Anita. Aku mendengus kas4r, lalu mengalihkan pandangan. “Kamu sadar dengan apa yang kamu lak*kan?” Aku diam saja, lalu ia menoleh ke arah ibuku. “Jeng, ini gimana?”

Mami yang sejak tadi juga kebingungan, akhirnya berdiri dan mendekat. “Maaf ya, Jeng. Saya ijin bicara sama anak saya sebentar.”

Mami langsung menye-retku menjauh dari keramaian. Ditatapnya aku cukup lama, lalu ...

“Kamu kenapa sih seperti ini? Jangan memperma-lukan keluarga kita, Nak! Kamu nggak bisa melak*kan hal hal nekat seperti ini. Sampe hari kemarin semuanya baik-baik saja, kenapa sekarang kamu berulah? Mau ditaruh dimana muka mami ini kalau pernikahanmu batal?” tanya Mami dengan wajah khawatir luar biasa.

“Mi, maafkan Rendi, tapi asal Mami tahu, Anita bukan wanita yang baik buat dijadikan menantu.”

“Bukan menantu yang baik bagaimana? Selama ini kamu sendiri yang bilang kalau tidak ada wanita yang lebih baik dari Anita di dunia ini. Lupa kamu?” Aku memejam sesaat. Kesal.

Itu satu-satunya kesalahan terbesarku. Saking bucinnya aku sampai tidak sadar Anita itu wanita seperti apa. Aku baru paham kalau selama ini dia hanya memanfaatkan kekay-aanku saja. Entah sudah berapa banyak u4ng yang aku gelontorkan untuknya.

“Itu kesalahan, Mi. Kenyataannya Anita bukan wanita yang baik buat Rendi.”

“Apa alasannya sampai kamu bicara seperti itu? Kalau Papi p**ang nanti, dia pasti akan sangat marah mengetahui sikap tidak gentle mu ini.”

“Mi, please ... semua yang Rendi lak*kan demi kebaikan kita. Mami yakin ingin tahu alasannya?"

“Tentu saja. Katakan pada Mami!"

“Kalau begitu ayo ikut Rendi, Mami akan tahu apa alasan Rendi melak*kan ini.”

Aku mengamit tangan Mami, lalu mengajaknya ke lokasi di mana semua orang masih menunggu. Nampak wajah wajah kebingungan semua orang di sini menunggu penjelasan dariku. Baik dari pihak keluarga, tamu undangan, juga para calon besan. Aku mengambil mik, untuk mengatakan sesuatu.

“Maaf sebelumnya, pernikahan ini akan tetap dilanjutkan, tapi bukan dengan Anita.”

“Mas!” Anita langsung mendekat. “Kamu apa apaan sih?!”

Aku menatapnya, lama, lalu memegang tangannya.

“Maaf, Anita. Kita tidak bisa menikah, karena kamu bukan calon istri yang baik buat aku. Kamu ... cantik, tapi sayang kamu tidak pantas bagiku.”

Mata wanita ini semakin nanar menatapku, aku melepas pegangan pada tangannya, lalu menoleh ke arah Rahayu yang sudah siap duduk di kursi ijab kabul. “Aku akan menikah dengan gadis itu, Rahayu.”

“Mas! Maksud kamu apa?” tanya Anita dengan penuh penekanan seraya menyeka air mata. “Tega kamu sama aku, Mas! Salah aku apa?! Jah-at kamu, Mas! Jah-att!!” teriaknya lagi sambil memukul mukul dadaku marah.

“Hentikan Anita!” be-ntakku yang membuat tangannya berhenti mem-ukuli dada ini. “Ingat ingat apa yang sudah kau lak*kan padaku! Kau sudah menghianatiku, menghianati kepercayaanku!”

Anita menggeleng. “Katakan saja kalau kau sudah bosan padaku, jangan mencari cari kesalahan yang tidak pernah aku lak*kan. Kau memang peng-ecut, Mas! Setelah aku memberikan segalanya, kini kau malah membuangku seperti sampah!”

Hampir setiap hari tetanggaku meminta garam. Dan ternyata alasannya membuatku nyesek. SECUIL GARAM________________Mas Da...
24/10/2024

Hampir setiap hari tetanggaku meminta garam. Dan ternyata alasannya membuatku nyesek.

SECUIL GARAM
________________

Mas Darman keheranan melihat sikapku yang mendadak ju tek. Tapi ia tidak berani untuk bertanya. Mungkin takut aku merepet sepanjang jalan.

Napasku terasa sesak karena memendam em osi. Menggerutu tak henti hingga sampai di rumah. Setibanya aku tidak langsung masuk, melainkan memilih duduk di serambi. Mencari angin agar tidak tambah kepanasan. Di situlah Mas Darman baru mengajakku kembali bicara, "Memangnya ada apa sih, Dek? Tadi sebelum pergi cantik bagai bidadari, kok sampai sana jadi Mak Lampir," ucapnya sambil menahan tawa.

Aku mengembuskan napas kasar. Lalu menatapnya tajam. "Mas tahu?" tanyaku yang disusul gelengannya. Aku berdecak. Bisa-bisanya ini orang masih bercanda. "Mas, aku serius ini."

"Ya udah ngomong lah. Jelaskan ...." Ia mengambil sebatang rok ok dari balik jaket, lalu mengisapnya. Kep**an asap tipis mulai mengudara menambah polusi.

"Aku lihat Joko, Mas."

"Lalu?"

Em osi ku kembali membun cah mengingatnya, "Laki-laki itu, Mas, yang anak biniknya kelaparan di rumah, sedang enak-enakan makan bakso di luaran!" ketus ku.

Mas Darman tertawa kecil, "Cuma makan bakso aja kamu ma rah segitunya, Dek? Mungkin aja dia juga mau bungkus buat anak istrinya nanti. Apalagi baru gaj ian gini."

"Ya Allah, Mas ... Kamu itu jangan kebiasaan memo tong kalau orang lagi bicara. Gak mungkin lah aku marah kalau dia cuma makan bakso. Itu 'kan hak dia. Hanya saja dia makannya dengan wanita lain. Pake acara mesra-mesraan lagi!"

"Ah, yang benar, Nur?" Mas Darman terkejut.

"Benar, Mas. Makanya aku emosi karena teringat Menik dan anak-anaknya. Sudah lah, Mas, pecat saja dia!" sungutku. Ketika itu aku dan Mas Darman mulai merasakan ada bau ubi bakar di sekitaran. Siapa yang ba kar ubi malam-malam begini?" gumamnya. Kami berdua menoleh kanan kiri tapi tidak menemukan asal bau. Yang ada hanya gelap karena desa ini memang kurang memiliki lampu jalan.

"Sudah, Mas, pecat saja dia," kataku lagi. Menghalau ba u ubi b akar yang sempat mengganggu.

"Memang keterlaluan si Joko. Berarti cerita sedihnya cuma bohong belaka. Sampai hati bilang ibunya lagi sakit. Padahal Mas udah percaya banget sampai waktu dia pinjam ua ng pun Mas kasih," ucapnya kesal. Lalu menarik dalam-dalam rok ok yang tinggal setengah batang lagi dan mengembuskannya asal. "Tapi, Dek, Mas gak bisa mecat orang seenak jidat. Buktinya gak ada. Takutnya dikira orang lain Mas yang zalim. Kenapa gak kamu foto aja tadi. Bukan langsung pergi."

Benar juga kata Mas Darman. Saking emosinya aku sampai tak bisa berpikir panjang.

"Ya itu kesalahan ku," jawabku. "Kenapa, Mas?" ku lihat Mas Darman mengusap tengk*knya dan membenarkan jaket. "Gak tau. Kok, merinding gini."

Ku perhatikan sekitar sekali lagi. Dan ternyata ada sosok berbulu besar yang ikut hadir. Hitam legam, makhluk itu berdiri di bawah pohon rambutan yang terletak di halaman rumah. Mata merahnya terlihat jelas menatap ke arah kami.

"Pantes aja bau gini," gumamku.

"Apa, Dek?" tanya Mas Darman. "Gak apa, Mas," jawabku. Susah kalau ia tahu. Bisa-bisa takut ke kamar mandi sendirian.

"Dek, balik lagi ke Joko. Kok, Mas nggak percaya dia selingkuh. Jangan-jangan itu setan yang menyamar," ucapnya sambil mengusap tengk*k.

"Mas ... Mas. Jangan kambing hitamkan se tan. Lha, wong set annya aja malas disamakan dengan dia. Perbuatannya itu ngalah-ngalahi set an, Mas!" Kata ku kesal. Entah kenapa setiap nyinggung nama Joko, emo siku meluap-luap. Tapi bentar, deh. Kok, itu setan yang nongkrong di pohon rambutan malah ngacungkan jempol. Meski k*k unya panjang dan ru ncing, tapi aku yakin itu jari jempolnya. Ooh ... Rupanya ia setuju dengan ucapan ku. Se tan aja tak sudi disamakan dengan Joko.

"Udah lah, yok, masuk. Kelamaan di luar masuk angin nanti." Mas Darman menarik tanganku.

_ _

Esok paginya ketika sedang berbelanja di warung, aku bertemu dengan Menik. Wajahnya terlihat sayu dengan mata sembab.

"Belanja, Nik?" sapa ku. "Mau masak apa?"

"Iya, Mba. A nak-an ak kepingin telur rebus." Ia tersenyum. Meski yang ku tangkap itu senyum yang dipak sakan.

"Ooh ... Gak masak ayam, Nik? Kan baru gaj ian. Maaf ya, kalau aku lancang." Iih, jiwa kepo ku meronta-ronta. Harap-harap Menik gak tersing gung.

"Gak, Mba. Kami juga harus irit. Mbah nya anak-anak sedang sakit. Jadi butuh biaya berobat."

"Oalah, Nik ... Nik. Habis kamu dikadali si Joko. Dia itu selin gkuh!" ingin rasanya aku berkata begitu. Tapi nyatanya aku hanya sanggup ngedumel di dalam hati. Karena aku tidak punya bukti.

"Oh iya ... Iya. Telur rebus pake sambal sedikit biar makin enak, Nik." Akhirnya kata-kata itu yang terucap.

"Iya, Mba." Ia kembali tersenyum getir. "Kalau begitu saya duluan, ya, Mbak. A nak-a nak gak ada yang jaga," ucapnya sambil menenteng kantong plastik kecil berisi belanjaannya.

"Iya, Nik. Silakan."

Aku nelangsa lihat nasib Menik. Padahal kelihatannya ia wanita baik dan lembut.

Address

Cikalong Wetan
Bandung

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Cerita pena KBM posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share