27/08/2025
Maulid nabi
menyentuh hakikat kelahiran spiritual di balik peristiwa historis.
Memang ,Maulid bukan hanya mengenang kelahiran jasmani Rasulullah SAW
tetapi menyadari kelahiran nurani kita sebagai umatnya.
Maulid sebagai Cermin Kelahiran Batin
Memperingati Maulid tidak cukup hanya dengan seremonial, pujian, dan lantunan cinta.
Itu penting — tapi lebih dalam dari itu, Maulid seharusnya menjadi panggilan untuk lahir kembali:
Dari hati yang mati -- menuju hati yang hidup.
Dari hidup yang gelap -- menuju hidup yang diterangi Nur Muhammad.
Dari lupa → menuju ingat.
Dari ego → menuju fana.
Karena Maulid bukan hanya "kapan Rasul lahir",
tetapi “Apakah beliau telah lahir dalam hatimu?”
*Maulid: Ketika Aku Juga Dilahirkan*
Mereka berkata:
Maulid adalah hari kelahiran Muhammad SAW,
Maka kuhias rumah,
kuhidupkan sholawat,
dan kubasuh wajahku dengan cahaya perayaan.
Tapi malam itu,
di antara gema marhaban dan untaian bunga,
aku duduk sendiri
dan bertanya:
Sudahkah aku sendiri lahir?
Karena kelahiran beliau SAW bukan sekadar sejarah,
ia adalah cahaya yang menunggu untuk terbit di dalam dada,
sebuah fajar yang hanya menyingsing
bila malam dalam diri telah usai.
Lalu kutundukkan kepala
dan kutemukan bahwa aku belum benar-benar hidup.
Hatiku masih di liang kubur hawa nafsu,
*masih dibungkus kafan ego*,
dan tanganku masih memeluk dunia
*lebih erat daripada dzikirku sendiri*
*Wahai Muhammad*,
hari ini aku tidak sekadar ingin memperingati kelahiranmu,
aku ingin
*ikut lahir bersamamu*.
Lahir
dari kematian makna,
keluar
dari rahim gelapnya ketidaksadaran,
ditarik
oleh tangan nurani yang telah lama Engkau nyalakan
sejak sebelum Adam ditiupkan ruh.
Bila Engkau adalah Nur,
maka izinkan cahaya itu
menyusup ke liang-liang tergelap dalam jiwaku,
membelah segala tirai
hingga aku pun menjadi bayi
yang menangis dalam takbir,
dan menyusu pada cinta
yang tak mengenal usia.
Maulid bukan tentang waktu.
Ia adalah saat aku sadar,
*bahwa hidup ini tak layak* ( percuma )dilanjutkan
tanpa Engkau *menjadi denyutnya*
Dan malam itu,
aku tidak sekadar membaca sholawat—
aku membaca diriku sendiri,
dan kutemukan:
aku belum lahir.
Tapi aku ingin.
Aku sangat ingin.
Maka ya Rasul,
hari ini,
di Maulidmu,
izinkan aku
lahir kembali.
"Maulid bukan sekadar merayakan bahwa Engkau SAW telah lahir di dunia,
tapi bahwa Engkau harus lahir p**a dalam jiwaku."