Lea Mines Kome

Lea Mines Kome galeri ebook dengan tema parenting, novel berbagai genre, tips kesehatan dan info edukatif lainnya

Mau edisi lengkap ebook ini? Kumpulan dongeng nusantara IDR 25KKlik link yah Check out Kumpulan Dongeng Nusantara from d...
04/05/2025

Mau edisi lengkap ebook ini?
Kumpulan dongeng nusantara
IDR 25K

Klik link yah
Check out Kumpulan Dongeng Nusantara from dera73 @ https://lynk.id/dera73/x8x8435pq03y

23/02/2024

Ada sakit yang tidak terobati
Ada sakit yang tidak tersembuhkan
Sakit yang terpelihara
Sakit yang dijaga dan dirawat
Dengan sengaja
Hanya untuk menyuburkan bibit dendam
Karena karma terlalu sederhana
Sedang mauku
Akhirnya adalah derita
Derita tiada bertepi
Tiada akhir
Tiada tapi
Sampai mati,
Hidup,
Lalu mati lagi.

*Luka2023

"JUSTICE IS JUST AN ICE"Le*Art--16Okt23
16/10/2023

"JUSTICE IS JUST AN ICE"

Le*Art--16Okt23

Libra & Maret     Dia merangkak perlahan, berjalan mundur, menuruni tebing. Batu yang dipijaknya sangat licin. Tapi kaki...
04/10/2023

Libra & Maret

Dia merangkak perlahan, berjalan mundur, menuruni tebing. Batu yang dipijaknya sangat licin. Tapi kakinya yang ramping dengan telapak kaki yang mungil begitu lincah. Hal ini jelas bukan pertama kali baginya. Rambutnya panjang, bergelombang dan merah tergerai indah. Seperti menari mengikuti gerak tubuhnya. Rembulan setia menerangi langkah-langkah kecil itu. Menuruni tebing, menembus belukar dan hutan pinus, melewati padang rumput dan tanah merah basah Romneya yang indah.

"Margaretha, putriku, kau mengulang kesalahan yang sama." Sebuah teguran menghentikan langkahnya. Ranchoddas Chancad, saudagar terkaya di Romneya, baru saja pulang dari berniaga. Dia seorang duda dengan satu putri yang cantik jelita, bermata indah, berambut merah tapi tidak sempurna.

"Ayah, sejak kapan kau berdiri di sana? aku tidak mengulang kesalahan. Aku hanya bermain dan mendapati hari bahagia. Ayah, kau yang mengulang kesalahan. Terlalu panjang kau menyebut namaku. Panggil aku Maret saja!" katanya sambil berlalu.
Tinggallah seorang Ranchodas Chancad mendesah sendiri. Ia menatap rumah megah miliknya. Harta melimpah ia miliki. Kehormatan dan derajat yang tinggi. Tapi, kedermawanan tiada berarti. Rumah itu sepi. Di sana tak ada hati.

"Kapan Libra akan datang." bisik Maret kepada dirinya sendiri. Seperti pada setiap kejadian sebelumnya. Setiap pertengkaran Maret dan Ayahnya. Berujung penyesalan dan sakit. Sedih yang pilu. Maret tak bisa memejamkan matanya lagi. Dia berjalan meninggalkan kamar, menuruni anak tangga. Ia mendapati Ayahnya masih di pendopo rumah. Duduk di sebuah batu kolam, memainkan ikan-ikan yang selalu menghiburnya.

"Aku merindukan Libra, besok purnama ke-sembilan. Aku harus menemui rembulan untuk menanyakan gaun yang harus kupakai." Kemudian ia kembali diiringi isak tangis kesedihan seorang Ayah yang tak tahu lagi harus berbuat apa. Ia menatap pantulan wajahnya di air kolam. Seorang duda muda yang masih tampan. Lalu ia menutup mata. “Akh, tidak, sempurna bukan miliknya.” Separuh hidup telah sirna seiring kematian Libra, istrinya tercinta.
***

Maret berdiri di ujung tebing, berjinjit, sebelah tangannya terangkat seolah ingin menggapai bulan. Tangan yang lain sibuk menyeka air matanya.
"Wahai rembulan, apakah kau mendengarku?"
"Iya Maret, aku di sini bersamamu."
"Esok purnama kesembilan, akankah Libra menemuiku?"
Rembulan perlahan meredup. Cahaya temaram hilang. Maret tertunduk lesu.

Air matanya semakin deras, membasahi tanah merah Romneya. Tebing tempat ia beraduh semakin dingin. Sebuah dekapan hangat melingkari tubuhnya.
"Ayah...." bisiknya setelah menyadari pelukan itu.
"Maret putriku, sewaktu kecil Ayah membawamu ke sini. Hampir setiap waktu kita menyambut purnama bersama di sini. Ayah ingat pernah bercerita tentang orang-orang yang telah mendahului kita akan datang kembali di malam purnama. Kau selalu menantinya bukan?" tanyanya sambil menatap putri merana itu. Kemudian ia melanjutkan.

"Ayah juga sangat merindukan ibumu. Libra yang cantik, lembut dan menjadi pencemburu sejak kelahiranmu. Hey kau tahu? Libra cemburu terhadapmu. Kau hadir menyempurnakan hidup kami putriku. Ayah juga sangat merindukannya sama sepertimu. Tapi bukan berarti Ayah menanti setiap purnama dan berdiri kedinginan di sini. Sadarlah putriku, tak butuh purnama untuk menghadirkan Libra. Pulanglah ke rumah, Libra selalu hidup di hati kita."

"Maafkan aku Ayah, maafkan aku. Aku hanya rindu," kata Maret sambil terisak. "Ayah, sejak kapan kau berdiri di sini?" tanyanya lagi.

"Mari kita pulang, ayah selalu tahu isi hatimu." Jawab Ayahnya. Mereka pun kembali, melangkah menuju rumah. Menuruni tebing, menembus belukar dan pinus, melewati padang rumput tanah merah basah Romneya yang indah. Rembulan kembali terang.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Naskah cerpen ini pernah diikutkan pada Celebes Writing Battle, 19 Maret 2017.
Berkesempatan untuk diterbitkan melalui voucher hadiah yang diperoleh sebagai juara 2 dengan kategori lomba cerpen, tema keluarga.
Writer: Lea Mines Kome

Sometimes, wa want reach something by our hand and walk with our feet even we have wings to fly
03/10/2023

Sometimes, wa want reach something by our hand and walk with our feet even we have wings to fly

Bahkan seorang yang berpendidikan, bisa melampiaskan amarah dengan tanpa etika. Di jaman ini, bagaimana mungkin menghara...
30/09/2023

Bahkan seorang yang berpendidikan, bisa melampiaskan amarah dengan tanpa etika.

Di jaman ini, bagaimana mungkin mengharap hormat dan penghargaan ketika ia tak bisa melakukannya?

Saat ini banyak manusia adalah anak kecil.
Children see, children do.
Mau dihargai? Maka belajarlah menghargai.

Hiduplah seiring jaman yang bergerak.
Jangan tinggal di mana pola hidup di jamanmu telah lama berlalu.
--Le'Art 🎨

CERBUNG Judul : Afirmasi Sapu Jagat (3) Gambar ilustrasi: koleksi pribadi ----- "Robbanaa aatina fiddunya hasanah, wafil...
27/09/2023

CERBUNG
Judul : Afirmasi Sapu Jagat (3)
Gambar ilustrasi: koleksi pribadi
-----
"Robbanaa aatina fiddunya hasanah, wafil aakhirati hasanah waqinaa 'adzaa bannaar, aamiin,"

Doa saput jagat, selalu mengawali langkah pertama bagi Luna. Sejak kecil kedua orangtuanya mengenalkan doa tersebut untuk selalu diucapkan tiap kali mengawali sesuatu.

Setiap kali bersiap untuk melakukan ujian sekolah, ujian kampus, ujian tes cpns, saat akan berangkat meninggalkan tanah kelahiran dan kini doa itu menjadi afirmasi positif yang selalu ia terapkan di kelas.

"Ibu, apa artinya doa itu bu?," tanya salah seorang siswa.

"Pertanyaan yang bagus nak, doa sapu jagat tadi artinya wahai Tuhan kami, anugerahi kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jauhkan kami dari api neraka,” jawab Luna

"Doa ini selalu menjadi kekuatan bagi ibu untuk melakukan hal-hal baik, agar Allah senantiasa memberikan ibu kekuatan dan perlindungan," tuturnya sembari memulai kelas.

Baru saja Luna akan membagikan materi pelajaran hari itu, tiba-tiba pintu ruang kelas diketuk pelan sebanyak tiga kali. Seorang siswa muncul dan berdiri di sana.

"Assalamualaikum ibu, Kepala Sekolah minta Bu Luna ke ruangannya ada tamu untuk ibu," kata siswa tersebut menyampaikan pesannya lalu pamit.

Luna sempat berpikir, kira-kira siapa yang akan mengunjunginya di tempat kerja. Ia tidak punya janji temu dengan siapapun, bahkan ia belum punya banyak kenalan selama beberapa hari tinggal di Jeneponto.

Sembari mengingat dan mengira-ngira, akhirnya ia tersenyum tatkala melihat sosok yang mungkin dimaksud tamu oleh anak tadi. Ada Nirmala, sahabatnya.

"Assalamualaikum," ucap Luna memasuki ruangan.

Di ruangan itu ada Kepala Sekolah, Nirmala dan dua orang lagi yang tidak dikenali Luna, mungkin pasangan lansia itu tamu bu kepala. Luna pun duduk di antara mereka.

Nirmala memeluk sahabatnya. Sudah cukup lama mereka baru bertemu.

"Padahal akhir pekan ini Luna rencana mau ke Makassar untuk ketemu kamu," kata Luna.

Nirmala melempar pandangannya ke arah dua orang lansia tadi. Luna pun ikut memandang. Ada yang aneh dari keduanya. Terutama ibu-ibu lansia berkerudung cokelat itu. Sorot matanya terus berkaca-kaca seolah menahan tangis.

Ruangan seketika hening, hingga Bu Samsiah, Kepala Sekolah menyampaikan sesuatu yang membuat Luna terkejut.

"Inimi Luna ammak, anakna Samsuddin, cucuta ammak, kamanakkangku," katanya sambil perlahan terisak.

Nirmala kembali memeluk sahabatnya itu.

"Luna, ibu Samsiah adalah kakak kandung ayahmu, Tante Amelia menceritakan semua dan Nir mulai menemui keluarga ayahmu satu persatu Alhamdulillah sekarang kamu bisa ketemu nenek dan kakekmu juga," lanjut Nir dan kembali memandang dua lansia yang tak lagi dapat membendung air mata mereka.

Luna masih tidak bisa percaya akan hal yang didengarnya. Namun seketika ia turun dari kursi dan bersimpuh di kaki dua lansia tersebut. Daeng Madi dan Daeng Misa, orang tua almarhum Samsuddin, ayah Luna.

Daeng Misa segera mengangkat Luna, membantunya untuk kembali duduk di kursi. Ia memeluk erat cucu yang sudah lama dinantikannya.

"Cucunggkuu kodong, cucungkuu," kata Daeng Misa mulai meraung sambil terus memeluk Luna.

"Sintanjak lekbak bapakna, caradde tongi singkamma bapakna," ujar Daeng Madi sesengukan.

Bu Samsiah turut menghambur memeluk Luna.

"Sudah lama kami nantikan kamu nak, kabar kepergian bapakmu membuat kami sekeluarga semakin dilanda rasa bersalah, maafkan kami semua nak," tutur Bu Samsiah.

Luna yang sedari tadi diam terus berupaya mencerna situasi. Terlalu mengejutkan semua hal yang dialaminya barusan. Semua rasa bersatu, bingung, sedih dan bahagia.

"Ayah rindu dengan semua keluarga tapi beliau tidak berani kembali, ayah selalu bercerita tentang Jeneponto dan berjanji akan membawa Luna suatu saat nanti,"

"Maafkan ayah nek, kakek, tante, maafkan kesalahan ayah dan ibu di masa lalu," kata Luna dengan air mata yang berderai.

Suasana itu berangsur-angsur hangat. Pertemuan yang telah lama dinantikan. Kehidupan Luna di tempat pengabdiannya adalah jawaban dari doa-doa ayah ibunya selama ini. Keputusannya memilih tempat penugasan di kampung yang sudah lama ditinggalkan ayahnya adalah sebuah jalur untuk merangkul kembali kesalahan itu untuk merangkai cerita baru yang lebih indah.

*TAMAT*

Address

Bantaeng

Telephone

+6285242794616

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Lea Mines Kome posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Lea Mines Kome:

Share