Bima kaffah

Bima kaffah Yuk Ngobrol Pemikiran Islami

*KOHIBITASI, HUBUNGAN BERBAHAYA  DAN MERUSAK.**Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )*Kasus mutila...
22/09/2025

*KOHIBITASI, HUBUNGAN BERBAHAYA DAN MERUSAK.*

*Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )*

Kasus mutilasi potongan kecil tubuh hingga 310 buah dan dibuang di Pacet Mojokerto Jawa Timur.Tiara Saraswati oleh Pacarnya Alvin di Surabaya, mengugkap rusaknya kohibitasi, pelaku mengaku bahwa mereka telah tinggal selama 5 tahun tanpa ikatan pernikahan.

Kisah tragis Tiara dan Alvin yang tinggal serumah tidak sendiri, ramai berita di media banyaknya pasangan muda mudi melakukan aktivitas kohibitasi alias tinggal rumah tanpa ikatan pernikahan.

Alasan yang dikemukakan oleh rata rata pelaku kohibitasi karena mereka tidak mau ada ikatan yang membuat belenggu satu sama lain, ada juga yang beralasan karena belum siap menikah dikerenakan tingginya biaya atau karena ingin lebih mengenal pasangan lebih dalam.

Apapun alasan, yang pasti mereka yang melakukan kohibitasi adalah karena adanya pemahaman di dalam dirinya bahwa mereka ingin bebas tanpa aturan pemilik tubuhnya, yakni Allah SWT. Mereka menganggap tubuh dan raganya adalah milik dia. Ide ini banyak berkembang di Barat yang disebarkan oleh para aktivis feminis radikal termasuk feminis muslim.

Di Indonesia, studi tahun 2021 yang berjudul “The Untold Story of Cohabitation”, mengungkap bahwa kohabitasi lebih umum terjadi di wilayah Indonesia Timur, yang mayoritas penduduknya non-Muslim.

Hasil analisis terhadap data dari Pendataan Keluarga 2021 (PK21) milik Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), misalnya, menemukan 0,6% penduduk kota Manado, Sulawesi Utara, melakukan kohabitasi. Dari total pop**asi pasangan kohabitasi tersebut, 1,9% di antaranya sedang hamil saat survei dilakukan, 24,3% berusia kurang dari 30 tahun, 83,7% berpendidikan SMA atau lebih rendah, 11,6% tidak bekerja, dan 53,5% lainnya bekerja secara informal.

Kasus kasus di tempat lain tidak kalah mencengangkan, bahwa 70 % remaja pernah melakukan tinggal serumah tanpa ikatan.

*Solusi Islam*

Solusi yang bisa dilakukan untuk menekan kohibitasi, adalah sebagai berikut, Susah proses dan mahalnya perkawinan bisa menjadi salah satu pasangan enggan melanjutkan pernikahan. Selain itu, kenaikan biaya hidup juga memicu orang untuk menunda bahkan tidak menikah sama sekali.

Maka solusinya adalah Islam memudahkan rakyat untuk menikah dan menutup celah untuk pacaran atau kumpul kebo alias kohibitasi. Jika remaja telah matang atau baligh maka dipermudah untuk menikah.

Tidak hanya itu, negara juga mempersiapkan faktor tidak langsungnya berupa bantalan ekonomi agar rakyat secara umum bisa memenuhi kebutuhan pokoknya dengan aman, termasuk para pemuda yang baru menikah.

Manusia dengan potensinya yang bisa berbuat salah meski telah mudah menikah tetapi masih berbuat kohitasi maka negara akan memberi sangksi tegas. Jika tinggal bersama hingga terjadi zina maka dicambuk 100 kali untuk perjaka dan perawan, di rajam hingga mati untuk pria beristri dan wanita bersuami.

Namun bila tinggal serumah tetapi tidak terjadu zina maka dihukum takzir oleh Khalifah yang membuat mereka jera.

Selain itu semua, Khilafah wajib memberikan pemahaman yang benar tentang interaksi pria dan wanita, dimulai dari keluarganya, pendidikan dan masyarakat secara teribtegrasi. In sya Allah kohibitasi yang merusak dan berbahaya itu bisa dicegah.[]

Filisida Lahir dari Sistem Rusak Kapitalisme Oleh: Paramita, A.Md. Kes (Aktivis Dakwah)Miris, berbagai macam tindakan ke...
22/09/2025

Filisida Lahir dari Sistem Rusak Kapitalisme

Oleh: Paramita, A.Md. Kes (Aktivis Dakwah)

Miris, berbagai macam tindakan kejahatan terus terjadi di tengah-tengah keluarga kita. Baik dilakukan dengan sengaja maupun dengan alasan lain, seperti kesulitan ekonomi dan lainnya. Ini menunjukkan kepada kita bahwa kondisi keluarga di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Keluarga adalah benteng pertama yang akan melindungi anak-anak dan keluarganya yang lain dari kerusakan maupun kejahatan di luar. Namun, kondisi ini tidak terjadi di negara saat ini. Justru yang ada hari ini adalah menampilkan yang sebaliknya, yaitu keluarga tidak bisa berfikir jernih terhadap masalah yang ada.

Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan kasus tragis di Banjaran, kabupaten Bandung, Jawa Barat. Seorang ibu berinisial EN (34) mengkhiri hidupnya. Sebelum melakukan aksi bunuh diri, diduga si ibu telah meracuni kedua anaknya yang berusia 9 tahun dan adiknya berusia 11 bulan.

Dalam kejadian tersebut, polisi menemukan surat wasiat yang berisi ungkapan penderitaan dan kekesalan dirinya terhadap suami. Hal ini diduga terkait ekonomi dan utang keluarga. Adapun alasan adanya kasus bunuh diri dan filisida pada ibu yang dipaparkan oleh Psikolog Klinis lulusan Universitas Indonesia A. Kasandra Putranto adalah fenomena seperti ini bersifat multidimensional dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti psikologis, sosial, ekonomi dan minimnya dukungan kesehatan mental (Metrotv, 09/09/2025).

Kasus filisida maternal tidak bisa hanya dilihat dari aspek individu yang dianggap hilangnya naluri keibuan dalam dirinya. Justru harus dilihat dari berbagai macam sumber. Lantas, faktor apa sebenarnya yang melatarbelakangi munculnya kasus seperti ini?

Akar Masalah

Kasus ini harusnya menjadi alarm bagi negara, bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan terganggunya kejiawaan seorang ibu. Tidak hanya persoalan ekonomi dan persoalan dalam keluarga. Akan tetapi, ini menjadi persoalan yang sistematik dan terstruktur.

Persoalan utama adalah karena penerapan sistem sekularisme yang menjauhkan peran Allah dalam mengatur urusan manusia. Termasuk dalam hal konsep rezeki. Dalam sistem sekuler saat ini, rezeki dianggap semata-mata hanya materi. Materi seolah menjadi sumber kebahagiaan utama.

Wajar, lahirlah manusia yang hanya sibuk mencari materi, sehingga lupa bahwa masalah utamanya adalah asupan jiwa. Jiwa yang kurang bersyukur atas karunia yang Allah berikan sehingga semakin jauh dari Allah.

Dalam sistem sekuler kapitalisme, negara tidak memperhatikan akidah masyarakat. Masyarakat dibiarkan hidup sesuai kehendaknya tanpa mau diatur dengan agama. Agama dianggap kulot dan ketinggalan zaman.

Hilangnya Peran Negara

Negara yang mengadopsi sistem sekuler kapitalisme, negara berlepas tangan terhadap urusan rakyat. Rakyat dibiarkan pontang panting sendiri mencari rezeki tanpa difasilitasi oleh negara.

Negara hadir hanya sebagai regulator tanpa memastikan hak individu per individu rakyat sudah terpenuhi atau tidak. Negara tidak sepenuhnya menjadi pelayan rakyat. Negara hadir jika butuh suara rakyat. Jika sudah puas akan kedudukan dan jabatan, rakyat ditinggalkan tanpa mendengar aspirasi mereka. Wajar jika sistem ini sakit, maka dapat dipastikan sakit p**a siapa pun yang hidup di dalamnya.

Islam adalah Agama yang Sempurna

Islam hadir dalam keadaan terasing (ghuraba), maka akan kembali asing lagi. Hadis ini menunjukkan kepada kita bahwa begitulah kehidupan kita saat ini. Islam tidak lagi dipahami secara kaffah (menyeluruh). Islam diambil jika ada kemaslahatan di dalamnya. Jika tidak, maka Islam dibiarkan begitu saja.

Wajar, persoalan masyarakat ini hari semakin kompleks, sebab kita terutama kaum muslimin jauh dan meninggalkan Islam dalam mengatur kehidupan. Termasuk dalam hal hubungan manusia dengan pencipta.

Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam dapat dilihat dari kesempurnaan pengaturan seluruh kehidupan manusia. Islam mengatur hubungan dirinya dengan Allah, dirinya sendiri serta hubungan dengan sesama manusia. Termasuk dalam hal jiwa manusia.

Dengan kesempurnaan pengaturannya, negara menjamin seorang ibu bahagia menjalankan fungsi keibuannya. Ia tidak dituntut untuk mencari nafkah. Bahkan dijamin nafkahnya melalui jalur suami atau para wali. Selama hamil, seorang ibu boleh tidak berpuasa sebagai perlindungan atas dirinya dan bayinya.

Untuk menjamin penafkahan seorang perempuan, negara wajib memberikan lapangan pekerjaan kepada para suami dan bapak agar mereka bisa menjalankan kewajibannya dalam mencari nafkah. Dengan demikian, dapat dipastikan seorang ibu bisa menjalankan kewajibannya sebagai ibu dan pengatur atas rumah suaminya.

Begitu p**a dengan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Negara wajib memastikan ketiga perlindungan ini kepada masyarakat. Negara hadir sebagai pelayan umat. Kesadaran penuh akan kewajiban dan tanggung jawabnya menjadi landasan dalam memimpin.

Negara juga wajib menjaga akidah umat agar senantiasa mempunyai rasa syukur atas nikmat yang Allah kasih. Senantiasa menerima dengan ikhlas dan lapang dada atas apa yang sudah menjadi takdirnya.

Kesempurnaan kehidupan seperti ini, mustahil ada dalam sistem sekuler saat ini. Kesempurnaan ini hanya ada dalam sistem Islam yang menerapkan syari'at Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Agar penerapannya sempurna, mengharuskan adanya negara. Negara yang biasa disebut negara Islam atau khilafah.

Wallahu 'alam.

Gen-Z Kebangkitan Hakiki Ada di Tanganmu!Oleh: Raodah Fitriah, S.PPsikolog anak dan remaja, Anastasia Satriyo, M.Psi., m...
16/09/2025

Gen-Z Kebangkitan Hakiki Ada di Tanganmu!

Oleh: Raodah Fitriah, S.P

Psikolog anak dan remaja, Anastasia Satriyo, M.Psi., mengatakan bahwa, gen Z memiliki proses berpikir yang lebih visioner dibandingkan generasi sebelumnya. Yang mana gen Z lebih adaptif, konstruktif, berani menyampaikan pendapat dan terhubung emosional dengan orang lain. (Kompas.com, 05/09/2025).

Kekeliruan Narasi Psikologi

Gen Z adalah generasi kelahiran 1997-2012, tumbuh hingga dibesarkan oleh internet dan teknologi digital. Kurang lebih 6-9 jam menghabiskan waktu dengan gadget, mereka seperti hidup di dalamnya. Lewat sosmed p**a mereka menyampaikan bahkan mengkritik isu-isu politik yang ramai terjadi di negeri ini. Seperti demonstrasi yang terjadi beberapa waktu lalu sosial media ramai dengan postingan kritik dari gen Z yang menjadi basis kekuatan sebuah perlawanan.

Menurut psikolog Universitas Indonesia, Prof. Rose Mini Agoes Salim menyampaikan, keikutsertaan anak di bawah umur dalam aksi demontrasi menjadi ajang belajar menyampaikan pendapat, namun rentan terprovokasi karena masih kurang kontrol diri. (Info remaja.id, 02/09/2025).

Anggapan demo hanya sebagai ajang belajar dan mengekspresikan diri sangatlah keliru, mereka hadir dengan tuntutan dan tujuan yang jelas dan mengharapkan sebuah solusi yang kongkrit. Artinya mereka lahir dari keresahan-keresahan yang mengakar dan sudah mencapai puncaknya. Pernyataan seperti itu justru sebagai bukti kedangkalan berpikir dalam memahami permasalahan dan bentuk perjuangan yang sedang dihadapi oleh rakyat, bisa jadi pelanggeng ketidakadilan.

Penghambat Kebangkitan

Sejak kelahirannya, manusia memiliki potensi diri yaitu naluri baqa dalam menolak kedzaliman dan mencari solusi agar bisa keluar dari kondisi tersebut. Menurut data BPS, jumlah gen Z di Indonesia sekitar 74,93 juta jiwa. Jika seluruhnya bergerak dan bersatu melawan kerusakan di negeri ini, bisa dipastikan tidak akan terjadi ketimpangan sosial yang begitu tinggi.

Namun negara yang menganut sistem kapitalisme liberalisme menghilangkan potensi, kesadaran politik dan nalar kritis pada generasi. Pergerakan mereka terhadap permasalahan hanya ketika terjadi suatu tekanan sesaat. Tujuannya pun hanya fokus pada melengserkan politisi tanpa mengganti sistem. Ketika sistem tidak diganti, maka sama saja tidak akan terjadi sebuah perubahan yang hakiki. Hal inilah yang menjadi penghambat kebangkitan umat.

Selain itu, kebijakan dan regulasi di negeri juga tidak pro rakyat, misalnya merumuskan UU ITE membuat rakyat takut menyampaikan pendapat dan mengkritik penguasa. Sebagian dari mereka ada yang diteror dengan pesan teks, mengirim kepala babi bahkan ditangkap. Kondisi seperti iniustahil akan mengantarkan pada perubahan hakiki.

Kebangkitan Hakiki

Manusia sejak awal penciptaannya memiliki fitrah _khasiatul insan- (karakteristik kemanusiaan). Dalam pemenuhannya, harus sesuai dengan tuntunan syara' bukan sekadar tuntunan psikologi. Mencakup naluri mempertahan diri (baqa'), kebutuhan untuk beragama (tadayyun) serta melestarikan keturunan (nau'). Ketika ketiga naluri ini bersandar pada syariat, akan membentuk manusia yang tidak hanya bereaksi secara spontan terhadap tekanan. Bahkan bisa menemukan jalan perjuangan untuk menghapus kedzaliman.

Islam menghadirkan mekanisme jelas agar bisa menghadapi penguasa dzalim yakni muhasabah lil hukkam (mengoreksi penguasa). Mekanisme seperti ini telah ada dan dipraktekkan sejak zaman Rasulullah Saw. dengan cara yang argumentatif, hikmah dan penuh hujjah sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur'an. "Ajaklah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik". (QS. An-Nahl: 125).

Tidak hanya itu, Rasulullah Saw pun menegaskan keistimewaan orang-orang berani berdiri di hadapan penguasa dzalim dengan menyampaikan kebenaran dalam hadist disebutkan "pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan (juga) seorang laki-laki yang berdiri di hadapan penguasa dzalim". (HR. Muslim).

Lalu ia memerintahkan (kepada kebaikan) dan melarangnya (dari kemungkaran) kemudian penguasa itu membunuhnya. (HR. Al-Hakim).

Mekanisme ini memperjelas bahwa menyampaikan kritik, protes atau demontrasi bukan sekadar ekspresi emosional tetapi bagian dari kewajiban syar'i sebagai upaya menolak kedzaliman. Dalam sejarah Islam, semenjak masa Rasulullah Saw telah terbukti bahwa potensi pemuda menempati posisi sentral dalam perubahan hakiki yaitu perubahan yang menyelesaikan akar masalah secara menyeluruh (taghyir), seperti Ali bin Abi Thalib, Mush'ab bin Umair hingga Zubair bin Awwam.

Contoh nyata bagaimana generasi muda tampil sebagai garda terdepan dalam dakwah dan perjuangan. Bukan hanya bergerak sesaat, namun memiliki kerangka dakwah yang jelas dipandu oleh wahyu dengan tujuan tegaknya Islam kaffah.

Kemudian melihat fakta hari ini, pemuda perlu dituntun oleh Islam. Ketika diarahkan pada Islam, maka keresahan rakyat dan keberanian pemuda akan menjadi kekuatan yang menghapus kedzaliman sampai ke akar-akarnya.

Wallahu 'alam.

Jurus Menstabilkan Harga dengan Beras SPHP, Jaminan Pangan Masih "PHP"Oleh : Hasbiati. S. STMenteri Pertanian, Amran Sul...
13/09/2025

Jurus Menstabilkan Harga dengan Beras SPHP, Jaminan Pangan Masih "PHP"

Oleh : Hasbiati. S. ST

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengatakan stok beras nasional mengalami surplus. Berdasarkan data BPS, bahwa produksi beras hingga Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton, surplus 3,7 juta ton dibanding periode tahun sebelumnya. Namum, meski data stok beras ada peningkatan, harga beras di berbagai daerah tetap tinggi. Untuk menstabilkan harga beras, pemerintah menyiapkan 1,3 juta ton beras untuk program Stabilisasi Harga Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) (tirto.id, 04/09/2025).

Akibat adanya program SPHP, maka berpeluang dihapusnya bantuan pangan berupa beras 10 kg. Hal ini terjadi karena efek dari keterbatasan anggaran. Meskipun keduanya adalah langkah intervensi pemerintah untuk menahan laju kenaikan harga beras, tetapi ada perbedaan diantara keduanya. Bantuan pangan diberikan secara gratis kepada masyarakat, sedangkan beras SPHP dijual dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah. Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia merespon bahwa kekacauan polemik beras akan kembali terulang.

Timbunan di tengah Tingginya Harga Beras

Sikap optimis dengan swasembada beras ternyata tidak sejalan dengan realita tingginya harga beras. Adanya temuan Ombudsman mengungkapkan beras sisa import tahun lalu masih berada di gudang Bulog. Akibat ditimbun dalam waktu yang lama, maka terjadi penurunan kualitas beras tersebut. Kondisi beras menjadi apek sehingga pelaku usaha enggan membeli beras tersebut. Ini sungguh sangat ironi di tengah melimpahnya stok beras, tetapi harga beras masih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya stok beras ada, tetapi tersimpan dan baru akan dikeluarkan ketika harga beras mahal untuk stabilisasi harga. Ketika harga sudah stabil, beras disimpan di gudang Bulog dan tidak akan didistribusikan.

Disamping itu, program SPHP sejatinya hanyalah solusi tambal sulam. Bulog Menyalurkan beras kepada pedagang pasar tradisional dengan harga tertentu agar bisa dijual dengan harga lebih murah ke konsumen, namun rumitnya aturan membuat pedagang kesulitan dalam menjalankan aturan yang ditetapkan. Seperti kemasan tidak boleh dibuka, wajib menjual dengan kemasan per 5 kg, serta melapor melalui aplikasi. Akibatnya, program ini tidak menyentuh kebutuhan, karena umumnya masyarakat kecil membeli beras dalam jumlah sedikit yaitu satu atau dua liter.

Kegagalan Menjamin Ketersediaan Pangan

Pada tahun 2016, Bulog menjadi perum di bawah Kementrian BUMN yang berorientasi pada perolehan keuntungan dari aktivitasnya. Bulog fokus Mejadi operator logistik atau pelaksana teknis penyimpanan dan distribusi. Melihat fungsi Bulog tersebut, seharusnya Bulog menjaga stabilitas pangan dengan mengamankan pasokan dan harga bagi rakyat. Tetapi yang terjadi sebaliknya, malah orientasi bisnis lebih dikedepankan. Dampaknya, negara tidak hadir melindungi rakyat, tetapi justru berbisnis dengan rakyat yaitu ikut mencari keuntungan dari perdagangan beras.

Eliza Mardian selaku Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic mengatakan, selama ini faktor penentu harga beras adalah swasta, karena persediaan beras di dalam negeri 90 % dikuasai oleh swasta. Sedangkan pemerintah menguasai sisanya sekitar 10% dari total stok, sehingga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga pasar. Sistem tata niaga yang semrawut terlihat dari rantai distribusi yang panjang, sehingga memberi ruang bagi tengkulak dalam memainkan harga beras. Pasar yang hanya dikuasai oleh segelintir korporasi. Merekalah yang mengendalikan harga dan pasokan. Dari realita tersebut menjadikan problem pangan bersifat sistemis. Tidak akan selesai hanya dengan program teknis seperti SPHP.

Pangkal permasalahan berasal dari paradigma tata kelola yang keliru. Sekulerisme kapitalisme melahirkan sistem pangan dan pertanian yang telah mengaburkan visi politik pangan. Pengelolaan pangan tidak lagi untuk kesejahteraan rakyat dan menjamin kedaulatan, sebaliknya dilepaskan dari tanggung jawab negara. Negara berperan hanya sebagai regulator dan fasilitator bukan pengurus rakyat. Mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi semua dikendalikan oleh korporasi swasta. Negara menjadi pelayan korporasi, aturan dibuat sesuai kepentingan mereka untuk keuntungan materi. Sehingga paradigma kapitalis inilah menjadikan krisis berulang.

Solusi Islam

Dalam Islam, imam adalah raa'in yang wajib memastikan ketersediaan pangan (beras) di masyarakat, dengan harga terjangkau hingga sampai ke tangan konsumen (rakyat). Bukan hanya stok di gudang atau pasar.

Berbeda dengan sistem kapitalisme. Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai raa'in (pengurus rakyat) yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda,

"Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari).

Penguasa akan menjalankan seluruh aturan Islam, sebagaimana perintah Allah SWT. Selain itu, sistem Islam akan melahirkan penguasa yang amanah dan bertakwa, sehingga setiap kebijakan yang diambil berorientasi pada terwujudnya kemaslahatan rakyat.

Beras termasuk kebutuhan pokok manusia. Negara Islam akan memegang kendali atas distribusi kebutuhan pokok termasuk beras, dan akan menjamin pemenuhan tiap individu rakyat. Tanpa membedakan antara yang kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim. Negara Islam akan memastikan produksi dan distribusi berjalan dengan efektif, mampu menyediakan beras dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan rakyat, serta mudah dijangkau. Kebutuhan beras akan dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan rata-rata kebutuhan mereka. Memastikan kecukupan kebutuhan dan mempersiapkan stok untuk kondisi darurat.

Negara Islam akan memfasilitasi dan mendukung peningkatan produksi beras oleh petani dengan beberapa cara. Pertama, ekstensifikasi lahan melalui kebolehan bagi individu rakyat maupun negara untuk menghidupkan tanah mati mejadi lahan pertanian.

Kedua, intensifikasi pertanian dengan penggunaan benih padi varietas unggul, pupuk yang tepat, kadar pestisida yang aman, dan lain sebagainya.

Ketiga, negara mengintensifkan peran penyuluh pertanian. Para penyuluh ini adalah pegawai negara yang akan mengedukasi petani tentang cara bertani yang efektif. Sehingga meminimalkan kegagalan.

Keempat, negara akan membangun infrastruktur yang mendukung pertanian, seperti saluran irigasi, jalan, jembatan, bendungan, dan lain sebagainya.

Kelima, negara akan membangun industri penghasil mesin pertanian dan pengelolaan hasil panen, sehingga kapasitas produksi bisa lebih besar.

Keenam, negara memberikan bantuan modal bagi petani yang membutuhkan, dengan pinjaman nonribawi. Negara akan membentuk Departemen Pertanian di bawah Jihaz Idary untuk menjalankan semua kebijakan tersebut, yaitu aparat yang terbentuk dari beberapa unit atau jawatan yang bertanggung jawab untuk mengurusi kepentingan rakyat dalam setiap aspek kehidupannya.

Selanjutnya, negara akan memastikan rantai distribusi dari gudang hingga ke rakyat kecil. Negara akan mengawasi seluruh rantai distribusi sehingga tidak akan terjadi penyumbatan, monopoli, kecurangan, mafia beras, penimbunan, dan lain sebagainya.

Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam dan sistem keuangan Islam sehingga negara bisa membiayai semua kebijakan sejak proses produksi hingga distribusi melalui baitulmal. Disamping itu, mekanisme administrasinya dalam memenuhi kebutuhan beras akan dilaksanakan dengan prinsip sederhana, cepat, dan dikerjakan oleh tenaga ahli sehingga tidak akan terjadi penumpukan stok beras. Demikianlah gambaran solusi tuntas sistem Islam dalam mengatasi masalah beras untuk mewujudkan kedaulatan pangan.

Sistem Kapitalisme Gagal Menjamin Keamanan Generasi Oleh: Raodah Fitriah, S.P (Aktivis Dakwah)Di Sleman, Yogyakarta, seb...
13/09/2025

Sistem Kapitalisme Gagal Menjamin Keamanan Generasi

Oleh: Raodah Fitriah, S.P (Aktivis Dakwah)

Di Sleman, Yogyakarta, sebanyak 135 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengalami gejala keracunan setelah menyantap sajian MBG (Makanan Bergizi Gratis). (Tirta.id, 27/08/2025). Hal serupa juga terjadi di Lebong, Bengkulu, siswa yang keracunan berjumlah 456 orang. Kejadian tersebut membuat Gubernur Bengkulu mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara pembagian MBG. (Kompas.com, 30/08/2025).

Mengapa Bisa Keracunan?

MBG lahir dari janji politik Presiden untuk mengatasi malnutrisi pada anak-anak, ibu hamil sehingga berdampak juga di aspek pertumbuhan SDM dan peningkatan ekonomi lokal. Namun baru di tahun pertama pelaksanaannya, program ini menimbulkan masalah baru tanpa menyelesaikan masalah yang utama.

Mereka yang keracunan merasakan gejala mual, muntah, sakit perut dan diare setelah menyantap MBG. Menurut laporan sepanjang Mei-Agustus 2025, terdapat 10 provinsi yang melaporkan kasus keracunan MBG. Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh bahan pangan yang terkontaminasi bakteri yang terus bertumbuh dan berkembang, dan kegagalan pengendalian keamanan pangan. (Kompas.com, 21/05/2025)

Selain itu, hasil laboratorium dari kasus keracunan MBG di Sragen (rri.co.id, 26/08/2025) menunjukkan bahwa penyebabnya adalah rendahnya sanitasi lingkungan dan higienitas lokasi. Hal ini menimbulkan pertanyaaan, apakah MBG benar-benar akan menyelesaikan stunting?

Program yang Mengancam Nyawa Generasi

Meski program ini dilaksanakan dan dikontrol oleh Badan Gizi Nasional (BGN), namun tetap terjadi kesalahan yang cukup fatal. Secara tidak langsung, hal ini membuktikan ketidakseriusan dan kelalaian negara dalam menyiapkan SOP dan mengawasi SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang bermitra dengan BGN untuk menyediakan makanan bergizi setiap harinya. Keracunan ini bukan lagi kasus kecil, namun nyawa dan kesehatan generasi yang menjadi taruhannya.

Secara praktis, program ini terlihat hanya sebatas menunaikan janji kampanye tanpa memperhatikan kualitas makanan secara merata. Hal ini dilihat dari pemerintah yang memprioritaskan program ini, hingga mengambil anggaran dari bidang pendidikan dan kesehatan. Presiden pun tidak menganggap keracunan adalah sesuatu yang berbahaya, lebih banyak yang mendapatkan manfaat dibanding yang keracunan, ujarnya.

Presdien Prabowo tetap mempertahankan MBG di tengah pro kontra. Hal ini tentu memunculkan asumsi bahwa ada misi lainnya dari pelaksanaan program ini, yaitu membuka peluang pundi-pundi rupiah bagi kalangan tertentu. Memang akhirnya terbuka lapangan kerja di tiap SPPG, namun dari penentuan pihak yang diizinkan membuka SPPG, rekrutmen pegawai hingga kontrak kerja seputar harga makanan ternyata penuh manip**asi berasaskan manfaat. Belum lagi SPPG 'nakal' yang benar-benar mencari keuntungan dari margin per ompreng, sehingga makanan yang disajikan minim gizi atau bahkan menjadi beracun bagi penerima manfaat.

Dengan segala kekisruhan yang ada, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa program ini hanya sebatas program populis yang tidak akan benar-benar menjamin kesejahteraan masyarakat. Program yang dipaksakan ini justru berbahaya bagi generasi karena menjadi 'bisnis' berbalut program pemerintah.

Peran Negara yang Sesungguhnya dalam Islam

Islam menjadikan negara sebagai raa'in yang bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat. Termasuk dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yaitu, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Dalam aspek sandang, pangan dan papan negara memudahkan rakyatnya untuk mendapatkan tanah, rumah dan pangan yang murah dan berkualitas. Sedangkan dalam aspek kesehatan dan pendidikan adalah hak masyarakat yang wajib ditanggung oleh negara tanpa dibebankan kepada rakyat sedikit pun.

Mekanisme perolehan makanan bergizi bukan lewat pembagian seperti di sistem kapitalistik hari ini, tetapi mempermudah rakyat untuk mendapatkannya. Mulai dari pangan murah yang terjangkau dengan sistem distribusi yang rata (adil) di seluruh wilayah, sehingga tidak akan terjadi perbedaan harga dan kelangkaan pangan. Mekanisme tidak langsung lainnya adalah dengan memastikan tiap kepala keluarga memiliki pekerjaan dan upah memadai, sehingga mampu menafkahi pangan bergizi bagi keluarganya.

Layanan semacamm makan bergizi gratis pernah diadakan pada masa kekhalifahan Utsmaniyah, yang penanggung jawabnya adalah negara. Pendiriannya pun berbasis wakaf yang didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan sejak abad 14 sampai abad 19. Pendistribusiannya secara gratis untuk masyarakat dari berbagai latar belakang, seperti pengurus mesjid, guru, murid, sufi dan pelancong.

Edukasi makan bergizi yang pernah terjadi pada masa kekhalifahan fokus pada aspek halal dan thayyib (baik dan bermanfaat), perintah membatasi diri dari israf (berlebihan), pentingnya mengonsumsi buah dan sayur, serta mengajarkan adab makan. Hal ini sangat terkait dengan kepemimpinan para khalifah, seperti Umar bin Khattab ra. yang peduli terhadap kesejahteraan rakyatnya.

Kemampuan khilafah dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya karena memiliki sumber-sumber yang besar sesuai dengan kententuan syariat. Adapun sumbernya pertama berasal dari ganimah, anfal, fai, khumus, kharaj, status tanah, jizyah, dan dharibah (pajak). Kedua, kepemilikan umum bersumber dari SDA, dan ketiga berasal dari sedekah yang disusun berdasarkan jenis harta zakat, yaitu zakat uang dan perdagangan; zakat pertanian dan buah-buahan; zakat unta, sapi, dan kambing.

Wallahu 'alam.

Krisis Ketenagakerjaan, Dimana Peran Negara? Fitri Mekadinawati, Spd. (Aktivis Muslimah) Dilansir dari CNBCIndonesia.com...
06/09/2025

Krisis Ketenagakerjaan, Dimana Peran Negara?

Fitri Mekadinawati, Spd. (Aktivis Muslimah)

Dilansir dari CNBCIndonesia.com, dunia saat ini dibayangi masalah besar dari sektor ketenagakerjaan. Sejumlah negara besar melaporkan lonjakan angka pengangguran. Situasi ini menunjukan rapuhnya pemulihan ekonomi global. Ditambah lagi tekanan inflasi, perlambatan pertumbuhan, hingga ketidakpastian politik.

Dengan kondisi seperti ini, tidak hanya menekan daya beli masyarakat, tetapi juga membawa efek terhadap sosial dan politik yang luas. Ketika kesempatan bekerja semakin sulit dan terbatas, dan ketidakstabilan di berbagai negara juga bisa memicu angka pengangguran semakin tinggi.

Meskipun di Indonesia secara nasional angka pengangguran turun, tetapi dilihat berdasarkan dari kelompok umur, usia muda di bawah 24 tahun menyumbang Tempat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi, sementara yang terendah yakni kelompok usia 60 tahun. Kelompok umur muda (15-24 tahun): 16,16 persen, kelompok umur (25-59 tahun): 3,04 persen, sedangkan kelompok umur 60 tahun ke atas: 1,67 persen (Tempo.co.id, 05/05/2025).

Kapitalisme Gagal Menyediakan Lapangan Kerja

Krisis tenaga kerja global menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang mendominasi dunia yaitu kapitalisme gagal dalam menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan. Masalah utama yang dihadapi bukanlah semata masalah usia, melainkan minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat.

Akibatnya, angkatan kerja usia muda yang secara usia memenuhi syarat dan memiliki pendidikan tinggi pun tetap sulit. Ditambah lagi, tingginya angka pengangguran disebabkan konsentrasi kekayaan dunia. Misalnya, Indonesia ketimpangan kekayaan juga nyata. Data celios kekayaan 50 orang di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia.

Persoalan pengangguran tidak hanya dialami oleh negara berkembang, tetapi juga oleh negara-negara maju. Lihatlah kondisi AS dan Cina yang kini pun sedang dihantam persoalan tingginya pengangguran. Setidaknya ada tiga penyebab pengangguran terus menjadi permasalahan di sistem ini.

Pertama, sistem ini fokus kepada keuntungan individu. Pemilik sebuah perusahaan akan terus menekan biaya produksi agar mencapai keuntungan yang maksimal, sedangkan biaya produksi yang paling mudah untuk ditekan adalah upah pekerja. Hasil upah rendah dan PHK disebut sebagai bentuk efisiensi perusahaan. Inilah yang akan semakin mengurangi jumlah lowongan kerja.

Kedua, persaingan bebas antar perusahaan akan menciptakan kondisi “saling caplok”. Perusahaan yang memiliki modal besar akan mencaplok perusahaan kecil sehingga dunia usaha hanya dikuasai oleh segelintir orang.

Pengusaha kecil yang perusahaannya diakuisisi, pada akhirnya akan mengantre untuk menjadi pekerja.
Contohnya, fenomena bangkrutnya warung pedagang kaki lima/tradisional di tengah menjamurnya pasar modern/supermarket saat ini. Modal besar yang dimiliki supermarket akan mampu menekan harga jual barang menjadi sangat murah. Berbeda dengan warung tradisional/pedagang kaki lima yang memiliki modal terbatas, tentu ia tidak akan bisa menjual barangnya dengan murah.

Konsumen yang memiliki penghasilan/ pendapatan pas-pasan tentu akan mencari harga murah. Akhirnya, warung tersebut bangkrut dan pemiliknya mau tidak mau akan mengantri untuk menjadi pekerja. Inilah yang menjadikan jumlah pekerja makin tinggi.

Ketiga, negara abai. Sistem kapitalisme menyerahkan seluruh urusan umat kepada swasta termasuk lapangan pekerjaan. Hasilnya, kebijakan untuk menyerap tenaga kerja fokus pada pertumbuhan satu perusahaan. Contohnya, saat pemulihan ekonomi pasca-Pandemi Covid-19, pemerintah lebih banyak menggelontorkan dana kepada perusahaan besar dengan alasan agar perusahaan tersebut mampu bertahan dan tidak melakukan PHK karyawannya ketimbang memberikan dana untuk rakyat yang butuh suntikan dana untuk modal usaha. Dana yang disedia oleh negara pasti ada unsur ribanya.

Fakta lain, adanya pembukaan sekolah dan jurusan vokasi tidak menjadikan lulusan mudah mencari pekerjaan. Buktinya banyak lulusan yang menganggur karena tidak adanya lapangan kerja yang tersedia.

Dari sini, jelas bahwasanya yang menyebabkan kesenjangan yang makin parah antara jumlah pencari kerja dan tersedianya lowongan kerja adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini tidak menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam terpenuhinya kebutuhan rakyatnya.

Negara Menyediakan Lapangan Kerja

Sangat berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme, sistem ekonomi Islam terbukti mampu menyejahterakan seluruh warganya hingga berabad-abad lamanya. Karena pemimpin dalam Islam sebagai raa’in (pelayan) bagi rakyatnya, sangat jauh dengan pemimpin dalam sistem kapitalisme yang hanya sebagai regulator bagi rakyatnya. Setidaknya ada tiga faktor yang membuat negara dalam Islam mampu menyejahterakan rakyatnya termasuk menyediakan lapangan kerja:

Pertama, Islam memiliki regulasi kepemilikan yang itu tidak dimiliki oleh kapitalisme. Dalam kapitalisme menganggap bahwa setiap manusia berhak memiliki apa pun sehingga barang milik umum, seperti air dan barang tambang yang melimpah, boleh dikuasai oleh siapa pun termasuk para oligarki termasuk asing.
Berbeda dengan Islam. Islam mengharamkan barang milik umum dikuasai individu sebab barang tersebut milik seluruh rakyat. Barang tersebut harus dinikmati oleh rakyat. Negara hanya boleh mengelolanya dan harus dikembalikan kepada rakyat.

Sehingga dari sini, sebenarnya permasalahan kurangnya lapangan kerja akan terselesaikan karena SDA yang melimpah dan dikelola negara akan benar-benar disalurkan dengan baik kepada rakyat.

Kedua, jika pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah ada di tangan negara. Hal ini akan sangat menyerap lapangan pekerjaan. Eksplorasi bahan mentah sangat membutuhkan tenaga kerja. Saat ini, permasalahan pengelolaan diserahkan pada swasta, sedangkan swasta bebas menentukan asal tenaga kerjanya.
Hasilnya, tenaga kerja asing masuk pada saat warga negara menganggur.

Ketiga, pengaturan upah dan perjanjian pekerjaan dalam sistem Islam sangat berbeda dengan kapitalisme. Sistem Islam tidak menjadikan upah sebagai biaya produksi, dan perjanjian dalam Islam akan selalu ditepati karena berlandaskan ketakwaan kepada Allah SWT, serta upah bukan berdasarkan hitung-hitungan dengan biaya produksi, melainkan kesepakatan antara pekerja dan pemilik kerja atau sering disebut upah sepadan. Hasilnya tidak akan ada demonstrasi penuntutan kenaikan upah sebab hal demikian telah disepakati.

Adapun terkait dengan kesejahteraan pekerja, ini bukan tanggung jawab majikan, melainkan negara. Jika dengan upah sekian, pekerja tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, negaralah yang akan bertanggung jawab.

Keempat, negara sebagai pihak sentral dalam menyelesaikan persoalan umat, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan. Negara akan memastikan kepada para laki-laki bekerja dan mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Dari sini akan lahir kesejahteraan bagi semua. Sangat jelas hanya sistem Islam yang mampu menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya.

Wallahu ‘alam.

Address

Bima

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Bima kaffah posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Bima kaffah:

Share