Bima kaffah

Bima kaffah Yuk Ngobrol Pemikiran Islami

Krisis Pendidikan Pasca Bencana, Dimana Tanggung jawab Negara?Oleh: Dewi Putri, S.Pd(Aktivis Dakwah Muslimah) Dilansir d...
25/12/2025

Krisis Pendidikan Pasca Bencana, Dimana Tanggung jawab Negara?

Oleh: Dewi Putri, S.Pd
(Aktivis Dakwah Muslimah)

Dilansir dari kompas.com, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan pihaknya mengupayakan pada Februari 2026, akan memulai pembangunan sekolah yang rusak akibat bencana banjir dan longsor di wilayah Provinsi Aceh, Sumatra Utara (Sumut) dan Sumatra Barat (Sumbar). Saat ini pihaknya terus menghimpun data terkait seluruh sekolah yang terdampak bencana alam di tiga provinsi tersebut beserta skala kerusakannya.

Mendikdasmen Prof. Abdul Mu'ti menyampaikan dalam rapat kerja dengan komisi X bahwa 2.798 satuan pendidikan terdampak, 5.421 ruang kelas rusak, dan lebih dari 600 ribu siswa mengalami gangguan layanan pendidikan. Banyak sekolah yang rusak, akses terputus dan sebagian digunakan sebagai posko pengungsian.

Pendidikan di wilayah Sumatra dan Aceh sampai hari ini belum pulih. Hal ini bisa terlihat dari masih minimnya fasilitas belajar darurat, terbatasnya sarana, prasarana dan tenaga pengajar yang siap mengajar, masih proses pemulihan, serta masih banyak anak-anak yang terputus dari akses belajar.

Krisis pendidikan akibat banjir bandang di Sumatera tidak dapat dilepaskan dari cara negara menangani masalah dalam kerangka sistem Kapitalisme. Kesan penanganan yang lamban dan minim empati dari pemerintah pusat bukan sekedar kegagalan teknis melainkan cerminan negara yang berfungsi sebagai manajer stabilitas ekonomi, bukan sebagai penjamin hak dasar rakyat.

Dalam logika Kapitalisme, keselamatan manusia dan keberlanjutan pendidikan ditempatkan di bawah kepentingan investasi, pertumbuhan ekonomi dan citra pasar. Hal ini terlihat dari keengganan pemerintah menetapkan status bencana nasional meski korban jiwa dan kerusakan infrastruktur pendidikan sangat besar.

Kekhawatiran bahwa penetapan status dapat "menggangu kepercayaan investor" menunjukkan pertimbangan ekonomi kapitalistik lebih dominan dibanding kebutuhan mendesak generasi yang kehilangan akses pendidikan. Negara seolah enggan mengambil langkah luar biasa karena dapat memunculkan kesan ketidakmampuan dalam mengelola risiko, sebuah stigma yang tidak diinginkan dalam iklim persaingan global.

Dalam situasi ini, tanggungjawab negara atas pendidikan bergeser kepada aktor non negara, lembaga kemanusiaan, bahkan banyak influencer tampil lebih cepat menyediakan ruang belajar darurat dan dukungan psikis. Fenomena ini sejalan dengan watak Kapitalisme yang mendorong privatisasi dan delegasi tanggungjawab publik, sehingga koordinator administratif, bukan pelindung utama rakyatnya. Akibatnya pendidikan anak-anak terdampak banjir dalam kondisi darurat berkepanjangan.

Ratusan ribu siswa kehilangan fasilitas belajar dan perlindungan psikis sementara negara tampak reaktif dan terbatas. Kapitalisme tidak melihat pendidikan sebagai hak yang harus dijamin. Melainkan sebagai sektor yang baru akan dipulihkan ketika stabilitas ekonomi dianggap aman. Inilah akar persoalan krisis pendidikan pasca bencana dan generasi menjadi korban.
Bencana banjir bandang di Sumatra kembali membuka persoalan mendasar dalam aspek paradigmatik kepemimpinan.

Dalam Islam, pemimpin diposisikan sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung) rakyat bukan sekedar administrator anggaran atau menjaga stabilitas ekonomi. Paradigma ini menuntut pemimpin hadir secara aktif, empatik dan cepat. Pemimpin dalam Islam akan memastikan keselamatan serta keberlangsungan hidup rakyat termasuk hak atas pendidikan dan kesehatan. Ketika respon negara terkesan lamban dan nonaktif, hal itu mencerminkan krisis paradigma yakni kepemimpinan dipahami sebagai manajemen birokrasi, bukan pengurusan langsung ataa urusan umat.

Kesiapsiagaan terhadap resiko bencana seharusnya menjadi inheren dari fungsi negara. Negara dalam Islam yakni khilafah wajib memastikan bahwa dalam kondisi darurat sekali pun kebutuhan asasi rakyat tetap terpenuhi terutama pendidikan, layanan kesehatan, air bersih dan perlindungan mental (psikis).

Faktanya dengan terhentinya pendidikan selama lebih dari sepekan, tanpa hadirnya ruang belajar darurat sistematis menunjukan pendidikan belum ditempatkan sebagai kebutuhan primer melainkan sebagai sektor yang bisa ditunda.

Dalam fase pemulihan, khilafah akan bertindak cepat. Pemulihan infrastruktur pendidikan tidak cukup menunggu mekanisme reguler. Diperlukan komando negara melalui koordinasi langsung dengan wali dan amil di wilayah terdampak. Negara akan memobilisasi guru, menyiapkan sekolah darurat serta memastikan sarana belajar tersedia agar anak-anak segera kembali memperoleh pendidikan.

Dalam sistem Islam ketika terjadi bencana, maka penanganan bencana dilakukan dengan pendekatan pengurusan langsung. Khalifah memerintahkan distribusi harta dari Baitulmal untuk pemulihan cepat, memobilisasi aparatur negara serta memastikan kebutuhan rakyat. Termasuk pendidikan, kesehatan dan pangan tetap terpenuhi tanpa menunggu prosedur panjang. Negara hadir sebagai penopang kehidupan, bukan penonton krisis.

Perbandingan ini semakin nyata bila dibandingkan dengan postur APBN dalam sistem Islam dan kapitalisme. Dalam Islam anggaran negara berfungsi sebagai instrumen pengurusan rakyat bukan sekedar realisasi serapan menjelang akhir tahun.

Sementara dalam kapitalisme anggaran sering terjebak orientasi efisiensi pasar, sehingga respon darurat menjadi lamban, akibatnya rakyat dan generasi menjadi korban dari sistem yang gagal menempatkan keselamatan dan pendidikan sebagai prioritas tertinggi.

Wallahu'alam

24/12/2025

Penumpasan Tambang Ilegal , Nyata - khilafah News

23/12/2025

Singapura Negara Tetangga RI Kaya Raya, Tapi Banyak Warganya Bangkrut - Khilafah News

Menjadi Ibu Generasi Ideologis Fitri Mekadinawati, S.Pd (Aktivis Muslimah) Dalam sistem Islam, ibu memiliki peran strate...
22/12/2025

Menjadi Ibu Generasi Ideologis

Fitri Mekadinawati, S.Pd (Aktivis Muslimah)

Dalam sistem Islam, ibu memiliki peran strategis bagi generasi Ideologis dan pelopor perubahan. Generasi yang tangguh, bermental pemimpin yang akan membangun kembali peradaban Islam. Jika suatu bangsa ingin mengambil posisi sebagai pemimpin peradaban dunia, maka ia harus memberi perhatian besar dan serius pada generasi dan memberi dukungan penuh bagi optimalnya peran strategis ibu.

Lahir dari Ibu Ideologis

Generasi yang ideologis hanya lahir dari ibu yang ideologis p**a, yaitu ibu yang memiliki visi Islam dan paham bahwa hidupnya hanya untuk ibadah semata kepada Allah SWT. Keyakinannya pada Islam sebagai pilihan hidup yang benar, menjadikannya siap taat terhadap syariat Allah SWT tanpa syarat. Baginya dunia hanya tempat beramal sebagai bekal perjumpaan dengan Rabb Nya. Yang menjadi tujuan hanya mengharap ridha Allah SWT karena itulah arti kebahagiaan.

Ibu yang ideologis dan taat kepada Allah SWT memahami tanggung jawab dakwah dan peradaban yang harus diperjuangkan, yaitu mewujudkan kembali kebangkitan Islam yang tinggi dan mulia. Oleh karena itu, ibu terus menyempurnakan misinya sebagai ibu ideologis dan pembawa perubahan dengan mengoptimalkan peran strategisnya sebagai pendidik generasi dan pelopor perubahan. Ibu yang mampu memberi cahaya serta menghiasi perannya dengan cita-cita besar.

Sosok ibu ideologis seperti inilah yang akan melahirkan generasi tangguh, yang bermental pemimpin dalam kehidupan generasi awal Islam. Sebagaimana semangat generasi sejak jaman Rasulullah saw, masa Khulafaur rasyidin, hingga era kepemimpinan kekhilafahan Turki Utsmaniyyah.

Tantangan di tengah Sistem Kapitalisme

Kini ibu sedang menghadapi tantangan zaman yang berbeda dengan masa kegemilangan peradaban Islam. Kehidupan masyarakat yang kian hari kian sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) telah membuka jalan seluas-luasnya bagi masuknya pemikiran yang rusak yang bertentangan dengan Islam, seperti liberalisme, hedonisme, pluralisme dan toleransi kebablasan, relativisme, sekulerisme berwajah moderasi beragama dan lain-lain.

Terlebih pada masa pasca pandemi Covid-19, kapitalisme menghegemoni dunia melalui kapitalisme platform. Artinya platform digital telah menjadi ruang utama bagi kapitalisme global dalam menggiring opini, menanamkan nilai-nilai hidup sekuler, serta mengendalikan cara pandang politik masyarakat dunia dengan corak liberal. Inilah yang disebut sebagai hegemoni digital.

Terlepas dari aspek positif teknologi digital yang memberi banyak kemudahan bagi komunikasi dan akses informasi di segala bidang, ada sisi gelap yang mengancam generasi. Generasi adalah pihak yang paling intens berinteraksi dan hidup di ruang digital, terutama media sosial. Sedangkan platform digital raksasa diproduksi oleh negara-negara besar berideologi sekuler Kapitalisme. Tentu saja mereka telah membuat aturan platform dengan pijakan nilai sekularisme liberal yang meminggirkan agama.

Platform digital telah menormalisasi kemaksiatan dan gaya hidup permisif dengan kendali algoritma yang ditanam pada platform. Hal ini mengaburkan hakikat kebenaran melalui standar viral, bukan dilihat dari halal haram.Tanpa terasa masyarakat dan generasi muda telah dididik oleh nilai-nilai, cara pandang, dan gagasan politik yang bercorak sekuler liberal. Semuanya menyusup perlahan dan terarah melalui mekanisme algoritma platform digital.

Belum lagi hantaman krisis ekonomi global yang terus berulang, nyatanya telah membuat kehidupan mereka jauh lebih sulit dari sebelumnya.

Di samping itu, generasi muda dibuat toleran pada berbagai bentuk kemaksiatan, ridha pada kehidupan sekuler yang ada, tidak peduli pada kezaliman, serta terbelokkan peran strategisnya sebagai calon pemimpin peradaban Islam. Ini semua tentu dapat memalingkan generasi muda dari tanggung jawab utamanya sebagai pelopor perubahan menuju peradaban Islam.

Peran Ibu Ideologis Sebagai Tombak Peradaban

Oleh karena itu, ibu ideologis sebagai tombak peradaban tidak boleh berdiam diri dan mengalihkan perannya sebagai pendidikan utama bagi generasi. Generasi muda Islam harus tetap ada dalam pelukan orang tua. Jangan sampai generasi terjebak dalam asuhan sistem sekuler Kapitalisme. Karena potensi generasi harus diarahkan semata-mata demi ketinggian Islam. Ibu dan anak harus menguatkan misi yaitu mengemban misi mulia peradaban. Dua generasi mengemban satu amanah yang sama, yaitu mewujudkan kembali kehidupan Islam dan kemuliaan. Oleh karenanya, dibutuhkan sosok ibu ideologis yang salihah dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Mereka adalah ibu yang memiliki karakter sebagai berikut:

Pertama, memiliki keimanan dan ketakwaan yang kukuh.
Ibu ideologis memahami hidupnya untuk ibadah pada Allah dan siap taat pada seluruh syariat-Nya, termasuk dalam mendidik anak-anaknya. Dia akan beramal dengan visi surga dan ridha Allah.
Ibu seperti ini yang akan mampu menanamkan keimanan sejak dini pada anak-anaknya. Inilah perkara yang akan menjadi benteng utama bagi anak dalam menjalani hidup sebagai generasi pelopor perubahan.

Kedua, memahami bahwa anak adalah amanah Allah. Ibu akan benar-benar menjaga anaknya dari hal-hal yang bisa menjerumuskannya ke dalam azab neraka.
Pemahaman ini akan menjauhkan ibu dari sikap berat dan putus asa saat dihadapkan pada tantangan dalam mendidik anak, termasuk tantangan yang dihadapi pada era digital dan Kapitalisme platform saat ini.

Ketiga, memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya untuk mewujudkan umat terbaik (khairu ummah). Para ibu akan bersegera mengambil peran dalam dakwah Islam demi mengembalikan kemuliaan umat sebagai khairu ummah.

Keempat, berkomitmen untuk menyampaikan dan mendakwahkan pemahaman Islamnya pada anak-anak dan generasi lainnya. Mereka juga menularkan keyakinan, kesadaran, semangat, dan komitmennya dalam menolong agama Allah demi ketinggian Islam dan terwujudnya kembali khairu ummah.

Ibu idoeologis meyakini bahwa generasi muda adalah calon pemimpin umat dan pelopor perubahan pada masa depan. Meski kini dihadapkan pada tantangan era digital dan Kapitalisme platform, mereka tetap generasi yang punya potensi sama untuk taat dan paham Islam.
Generasi muda Islam adalah milik umat. Mereka harus digandeng erat dalam menapaki jalan perjuangan Islam bersama-sama.

Kelima, menguasai metode pendidikan generasi yang sahih sesuai dengan teladan Rasulullah saw. Pendidikan generasi yang dimaksud adalah metode yang diawali dengan penguatan akidah, membangkitkan kesadaran, mengajak berpikir tanpa menghakimi, membentuk kepribadian Islam, membaguskan akhlak dan adab, mengajak diskusi dan dialog yang hangat, dan menjadi sahabat bagi anak dalam taat.

Keenam, mendahsyatkan doa pada Allah dan selalu mendekat pada-Nya (taqarrub ilallah).
Demikianlah gambaran sosok ibu ideologis peradaban dalam Islam.

Dengan seluruh potensi dan keistimewaannya, ibu akan mampu melejitkan potensi anak dan generasi menjadi pelopor perubahan untuk Islam. Namun, ibu tidak mungkin bisa berjuang sendiri. Ibu membutuhkan dukungan dari muslim lainnya yang sama-sama memiliki kesadaran akan tanggung jawab demi menghadirkan kembali masyarakat Islam dalam naungan Khilafah.

Wallahu a'lam.

20/12/2025

Maurice Saksi Mukjizat Al Quran - UIY Official

20/12/2025

Pembicaraan Prabowo-Sjafrie Bocor ke Publik, Kok Bisa - Khilafah News

18/12/2025

Kerugian Banjir Sumatera Capai Puluhan Triliun, Siapa Tanggung Jawab - Khilafah News

17/12/2025

Jatuhnya Konstantinopel PERSPEKTIF UIY - Khilafah News

17/12/2025

Banjir Bandang Akibat Rusak Alam Dan Tambang Liar

16/12/2025

Kerusakan Lingkungan Akibat Korupsi dan Eksploitasi SDA - UIY Official

Efektifkah PP Tunas Lindungi Anak di Ruang Digital?Oleh: Dewi Putri, S.Pd(Aktivis Dakwah Muslimah)Dilansir dari cncbindo...
16/12/2025

Efektifkah PP Tunas Lindungi Anak di Ruang Digital?

Oleh: Dewi Putri, S.Pd
(Aktivis Dakwah Muslimah)

Dilansir dari cncbindonesia.com, satu tahun sejak Kementerian Komunikasi dan Informatika berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di era pemerintahan Prabowo-Gibran, salah satu regulasi yang diterbitkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS).
Aturan yang diteken pada 28 Maret 2025 dan berlaku mulai 1 April 2025 itu menjadi dasar hukum bagi negara untuk menciptakan ruang digital yang aman, sehat, dan berkeadilan bagi anak-anak serta kelompok rentan.

PP ini mewajibkan setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk menyaring konten berbahaya, menyediakan mekanisme pelaporan yang mudah diakses, dan memastikan proses remediasi yang cepat dan transparan.

Banyak anak dan remaja terpapar oleh konten yang tidak seharusnya mereka nonton, yakni konten pornografi, tingginya bullying, serta gaya hidup yang liberal. Itu semua dari aktivitas bersosial media.
Sosial media saat ini jika tidak dikendalikan oleh iman dan Islam, maka akan kebablasan dengan konten dan ruang digital yang merusak generasi.

Banyak generasi yang rapuh mentalnya, mudah untuk melakukan bunuh diri, tinggi kasus bulliying, dan gaya hidup yang serba bebas karena pengaruh sosial media yang tidak terkendali.

Akses akan konten yang berlebihan di luar batas, yang ada di dalam ruang digital tidak mampu di atasi dengan penerapan PP TUNAS Sistem saat ini hanya menerapkan PP TUNAS tetapi tidak menutup aksesnya, sehingga tetap memberikan ruang dan celah untuk anak dan remaja melihat, menonton dan bersosial media yang tidak terkontrol.
Sosial media dalam sistem sekuler kapitalisme hanya mempertebal emosi atau perasaan anak-anak akan sesuatu hal, yang membuat mereka memiliki rasa penasaran dan ingin mencoba sesuatu hal walaupun itu melanggar atau di luar dari Islam.

Penerapan sistem sekularisme dan kapitalisme adalah sumber dari akar masalah, yang menjadikan anak bermasalah dari segala sisi, mentalnya rapuh, scroltime yang tidak kenal waktu, sosial media untuk tempat bullying, hingga mudah sekali generasi untuk mengakses konten-konten pornografi dan pornoaksi sehingga menjadikan generasi rusak dari sisi mental dan fisiknya.

Adanya pembatasan akses sosial media pun bukan menjadi solusi. Solusi yang diberikan sistem saat ini hanyalah pragmatis, tidak menyentuh dari akar masalah, karena masalah terbesarnya ialah penerapan sistem Kapitalisme yang rusak. Sistem ini menjadikan manusia berperilaku serba bebas, termasuk bebas mengakses konten di sosial media sehingga menjadikan tingkah laku manusia distandarkan pada penilaian manusia.

Sungguh sangat berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan sosial media sebagai tempat mengedukasi, mendapatkan pahala lewat penyebaran kebaikan dan menutup semua celah dan akses yang mengarah pada kriminal dan keharaman.

Perilaku manusia akan dipengaruhi dari pemahamanya,
bukan sosial media. Negara akan membangun benteng keimanan yang kokoh pada generasi melalui sistem pendidikan. Sistem pendidikan dalam Islam kurikulummya berbasis aqidah Islam. Pembelajaran dilakukan untuk membentuk kepribadian Islam (pola pikir dan sikapnya sesuai Islam). Selain itu, menjadikan standar kehidupanya adalah halal-haram.
Pendidikan pun tidak didapat melalui sekolah saja, melainkan semua komponen memiliki peran masing-masing. Orang tua akan mendidik anak-anaknya karena keluarga adalah madrasah pertama bagi anaknya. Kemudian adanya kontrol dari masyarakat sehingga apa pun yang dilakukan oleh generasi di luar rumah maka ada masyarakat yang saling mengingatkan pada hal kebaikan, beramar makhruf nahi mungkar. Selain itu, adanya negara yang memiliki peranan yang sangat penting bagi generasi, karena negaralah yang memiliki akses untuk membatasi bahkan menutup celah agar tidak adanya konten-konten negatif, menjadikan sosial media sebagai sarana dakwah untuk saling mengingatkan pada kebaikan, saling mengedukasi dengan konten-konten positif.

Maka begitulah hakekatnya negara memberikan pelayanan terbaik bagi generasinya bukan malah menjadikan alat kapitalisasi untuk meraup keuntungan di balik konten dalam ruang digital.

Melalui penerapan sistem Islam yang menerapkan syariat Islam yang secara sempurna dan menyeluruh untuk mengatur segala aspek kehidupan, akan mampu mewujudkan kondisi ideal untuk membentuk generasi yang taat dan tangguh.

Wallahu A'lam

Berbagai Bencana Mendera, Penanganan Lamban dan InsdentalOleh: Dewi Putri, S.Pd(Aktivis Dakwah Muslimah)Dilansir dari me...
16/12/2025

Berbagai Bencana Mendera, Penanganan Lamban dan Insdental

Oleh: Dewi Putri, S.Pd
(Aktivis Dakwah Muslimah)

Dilansir dari mediaindonesia.com, bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Budi Irawan, memastikan penanganan tanggap darurat tanah longsor di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang saat ini masih menyisakan korban hilang agar dilakukan dengan cepat sebagaimana instruksi dari Presiden Prabowo Subianto.
Presiden menyampaikan turut berduka. Beliau memerintahkan BNPB untuk bergerak ke lapangan dan membantu menyelesaikan penanganan longsor di Majenang hingga masa tanggap darurat selesai," kata Budi, Sabtu (15/11)

Banjir, longsor, hingga puting beliung adalah langganan negeri ini. Banyak faktor penyebab mulai dari pengaruh fenomena alam hingga akibat kerakusan manusia dalam mengeksploitasi kekayaan alam. Sayangnya faktor ini tidak ditindaklanjuti dengan segera. Faktor ulah tangan manusia, melalui aktivitas pertambangan yang jelas merusak ekosistem nyata-nyata diabaikan.

Dalam sistem ekonomi kapitalisme, eksploitasi tambang yang abai atas kelestarian alam adalah keniscayaan. Eksploitasi hanya berorientasi pada keuntungan para elit oligarki tanpa melihat bagaimana dampaknya terhadap lingkungan.

Bencana alam yang banyak terjadi akibat kesalahan tata kelola ruang hidup dan lingkungan. Alam dirusak hingga kehilangan kemampuan untuk pemulihan. Alhasil ketika fenomena alam terjadi yang mengakibatkan hujan sangat lebat, tanah tak mampu menahan aliran air hingga menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor.

Padahal bencana seperti ini bisa diminimalisir asalkan pengelolaan alam dilakukan dengan benar. Penanganan bencana juga lamban. Ini menunjukkan sistem mitigasi masih sangat lemah dan tidak komprehensif, baik pada tatanan individu, masyarakat hingga negara.
Pemerintah sebagai penanggungjawab penanganan kebencanaan tidak serius menyiapkan kebijakan preventif dan kuratif dalam mitigasi bencana.

Berbeda dengan sistem Islam (Khilafah). Khilafah wajib memberikan perlindungan, penanganan dan
pengurus bagi keselamatan rakyat dan kelestarian alam. Ini menjadi skala prioritas karena negara berfungsi sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung).

Islam memandang soal bencana memiliki dua dimensi yakni ruhiyah dan siyasiyah.
Dimensi ruhiyah yakni memaknai bencana sebagai tanda kekuasaan Allah, untuk memberikan kesadaran kepada kita bahwasanya alam itu harus dijaga bukan diekploitasi dan dibabat habis demi kepentingan manusia-manusia yang rakus.

Sementara dimensi siyasiyah terkait kebijakan tata kelola ruang dan mitigasi bencana. Islam memiliki aturan yang sangat sempurna tanpa merusak alam. Islam mampu memberikan kebijakan dengan tata kelola yang sangat baik, bagi alam dan manusia, dengan mitigasi bencana yang memberikan perlindungan dan sigap dalam menangani bencana.

Selain itu adanya edukasi ruhiyah terhadap masyarkat untuk merenungi dan memahami ayat-ayat dan hadits terkait bencana akibat ulah tangan manusia, individu akan sadar, masyarakat pun juga akan tahu dengan adanya edukasi dari negara.

Dalam sistem Islam, negara akan melakukan mitigasi bencana secara serius dan komprehensif dalam rangka menjaga keselamatan jiwa rakyatnya, karena itulah yang utama dipikirkan oleh negara Islam, bukan memikirkan perut sendiri melainkan bagaimana kemaslahatan terhadap rakyatnya.

Ketika pun bencana terjadi maka negara tidak lepas tanggungjawab. Negara akan memberikan bantuan secara layak, melakukan pendampingan hingga masyarakat yang terdampak bencana mampu menjalani kehidupanya secara normal pasca bencana.

Begitu sempurna kepengurusan terkait bencana dalam Islam. Cepat dalam penanganan untuk melindungi masyarakatnya.

Wallahu A'lam

Address

Bima

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Bima kaffah posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Bima kaffah:

Share