13/09/2025
Jurus Menstabilkan Harga dengan Beras SPHP, Jaminan Pangan Masih "PHP"
Oleh : Hasbiati. S. ST
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengatakan stok beras nasional mengalami surplus. Berdasarkan data BPS, bahwa produksi beras hingga Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton, surplus 3,7 juta ton dibanding periode tahun sebelumnya. Namum, meski data stok beras ada peningkatan, harga beras di berbagai daerah tetap tinggi. Untuk menstabilkan harga beras, pemerintah menyiapkan 1,3 juta ton beras untuk program Stabilisasi Harga Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) (tirto.id, 04/09/2025).
Akibat adanya program SPHP, maka berpeluang dihapusnya bantuan pangan berupa beras 10 kg. Hal ini terjadi karena efek dari keterbatasan anggaran. Meskipun keduanya adalah langkah intervensi pemerintah untuk menahan laju kenaikan harga beras, tetapi ada perbedaan diantara keduanya. Bantuan pangan diberikan secara gratis kepada masyarakat, sedangkan beras SPHP dijual dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah. Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia merespon bahwa kekacauan polemik beras akan kembali terulang.
Timbunan di tengah Tingginya Harga Beras
Sikap optimis dengan swasembada beras ternyata tidak sejalan dengan realita tingginya harga beras. Adanya temuan Ombudsman mengungkapkan beras sisa import tahun lalu masih berada di gudang Bulog. Akibat ditimbun dalam waktu yang lama, maka terjadi penurunan kualitas beras tersebut. Kondisi beras menjadi apek sehingga pelaku usaha enggan membeli beras tersebut. Ini sungguh sangat ironi di tengah melimpahnya stok beras, tetapi harga beras masih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya stok beras ada, tetapi tersimpan dan baru akan dikeluarkan ketika harga beras mahal untuk stabilisasi harga. Ketika harga sudah stabil, beras disimpan di gudang Bulog dan tidak akan didistribusikan.
Disamping itu, program SPHP sejatinya hanyalah solusi tambal sulam. Bulog Menyalurkan beras kepada pedagang pasar tradisional dengan harga tertentu agar bisa dijual dengan harga lebih murah ke konsumen, namun rumitnya aturan membuat pedagang kesulitan dalam menjalankan aturan yang ditetapkan. Seperti kemasan tidak boleh dibuka, wajib menjual dengan kemasan per 5 kg, serta melapor melalui aplikasi. Akibatnya, program ini tidak menyentuh kebutuhan, karena umumnya masyarakat kecil membeli beras dalam jumlah sedikit yaitu satu atau dua liter.
Kegagalan Menjamin Ketersediaan Pangan
Pada tahun 2016, Bulog menjadi perum di bawah Kementrian BUMN yang berorientasi pada perolehan keuntungan dari aktivitasnya. Bulog fokus Mejadi operator logistik atau pelaksana teknis penyimpanan dan distribusi. Melihat fungsi Bulog tersebut, seharusnya Bulog menjaga stabilitas pangan dengan mengamankan pasokan dan harga bagi rakyat. Tetapi yang terjadi sebaliknya, malah orientasi bisnis lebih dikedepankan. Dampaknya, negara tidak hadir melindungi rakyat, tetapi justru berbisnis dengan rakyat yaitu ikut mencari keuntungan dari perdagangan beras.
Eliza Mardian selaku Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic mengatakan, selama ini faktor penentu harga beras adalah swasta, karena persediaan beras di dalam negeri 90 % dikuasai oleh swasta. Sedangkan pemerintah menguasai sisanya sekitar 10% dari total stok, sehingga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga pasar. Sistem tata niaga yang semrawut terlihat dari rantai distribusi yang panjang, sehingga memberi ruang bagi tengkulak dalam memainkan harga beras. Pasar yang hanya dikuasai oleh segelintir korporasi. Merekalah yang mengendalikan harga dan pasokan. Dari realita tersebut menjadikan problem pangan bersifat sistemis. Tidak akan selesai hanya dengan program teknis seperti SPHP.
Pangkal permasalahan berasal dari paradigma tata kelola yang keliru. Sekulerisme kapitalisme melahirkan sistem pangan dan pertanian yang telah mengaburkan visi politik pangan. Pengelolaan pangan tidak lagi untuk kesejahteraan rakyat dan menjamin kedaulatan, sebaliknya dilepaskan dari tanggung jawab negara. Negara berperan hanya sebagai regulator dan fasilitator bukan pengurus rakyat. Mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi semua dikendalikan oleh korporasi swasta. Negara menjadi pelayan korporasi, aturan dibuat sesuai kepentingan mereka untuk keuntungan materi. Sehingga paradigma kapitalis inilah menjadikan krisis berulang.
Solusi Islam
Dalam Islam, imam adalah raa'in yang wajib memastikan ketersediaan pangan (beras) di masyarakat, dengan harga terjangkau hingga sampai ke tangan konsumen (rakyat). Bukan hanya stok di gudang atau pasar.
Berbeda dengan sistem kapitalisme. Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai raa'in (pengurus rakyat) yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda,
"Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari).
Penguasa akan menjalankan seluruh aturan Islam, sebagaimana perintah Allah SWT. Selain itu, sistem Islam akan melahirkan penguasa yang amanah dan bertakwa, sehingga setiap kebijakan yang diambil berorientasi pada terwujudnya kemaslahatan rakyat.
Beras termasuk kebutuhan pokok manusia. Negara Islam akan memegang kendali atas distribusi kebutuhan pokok termasuk beras, dan akan menjamin pemenuhan tiap individu rakyat. Tanpa membedakan antara yang kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim. Negara Islam akan memastikan produksi dan distribusi berjalan dengan efektif, mampu menyediakan beras dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan rakyat, serta mudah dijangkau. Kebutuhan beras akan dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan rata-rata kebutuhan mereka. Memastikan kecukupan kebutuhan dan mempersiapkan stok untuk kondisi darurat.
Negara Islam akan memfasilitasi dan mendukung peningkatan produksi beras oleh petani dengan beberapa cara. Pertama, ekstensifikasi lahan melalui kebolehan bagi individu rakyat maupun negara untuk menghidupkan tanah mati mejadi lahan pertanian.
Kedua, intensifikasi pertanian dengan penggunaan benih padi varietas unggul, pupuk yang tepat, kadar pestisida yang aman, dan lain sebagainya.
Ketiga, negara mengintensifkan peran penyuluh pertanian. Para penyuluh ini adalah pegawai negara yang akan mengedukasi petani tentang cara bertani yang efektif. Sehingga meminimalkan kegagalan.
Keempat, negara akan membangun infrastruktur yang mendukung pertanian, seperti saluran irigasi, jalan, jembatan, bendungan, dan lain sebagainya.
Kelima, negara akan membangun industri penghasil mesin pertanian dan pengelolaan hasil panen, sehingga kapasitas produksi bisa lebih besar.
Keenam, negara memberikan bantuan modal bagi petani yang membutuhkan, dengan pinjaman nonribawi. Negara akan membentuk Departemen Pertanian di bawah Jihaz Idary untuk menjalankan semua kebijakan tersebut, yaitu aparat yang terbentuk dari beberapa unit atau jawatan yang bertanggung jawab untuk mengurusi kepentingan rakyat dalam setiap aspek kehidupannya.
Selanjutnya, negara akan memastikan rantai distribusi dari gudang hingga ke rakyat kecil. Negara akan mengawasi seluruh rantai distribusi sehingga tidak akan terjadi penyumbatan, monopoli, kecurangan, mafia beras, penimbunan, dan lain sebagainya.
Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam dan sistem keuangan Islam sehingga negara bisa membiayai semua kebijakan sejak proses produksi hingga distribusi melalui baitulmal. Disamping itu, mekanisme administrasinya dalam memenuhi kebutuhan beras akan dilaksanakan dengan prinsip sederhana, cepat, dan dikerjakan oleh tenaga ahli sehingga tidak akan terjadi penumpukan stok beras. Demikianlah gambaran solusi tuntas sistem Islam dalam mengatasi masalah beras untuk mewujudkan kedaulatan pangan.