Adipradewa Berkata

Adipradewa Berkata Kita hanya bisa Berencana dan Berusaha, Selanjutnya serahkanlah pada Sang Pencipta
(3)

Nggak ada yang s3lingkuh.Nggak ada yang marah besar.Tapi… rasanya beda.Sunyi. Dingin. Asing.Seringkali, hubungan pasutri...
29/05/2025

Nggak ada yang s3lingkuh.
Nggak ada yang marah besar.
Tapi… rasanya beda.
Sunyi. Dingin. Asing.

Seringkali, hubungan pasutri nggak retak karena ledakan besar,
tapi pelan-pelan menjauh… dan nggak ada yang sadar—atau pura-pura nggak mau sadar.

Kenali tanda-tandanya:

1. Ngobrol cuma soal tugas dan rutinitas
Udah kayak rekan kerja. Bahasnya cuma: bayar tagihan, anak sekolah, belanja mingguan.

2. Sentuhan fisik makin jarang
Peluk, gandeng tangan sebelum tidur… semua mulai hilang tanpa disadari.

3. Lebih nyaman main HP daripada ngobrol berdua
Scrolling jadi lebih menarik daripada tatapan pasangan sendiri.

4. Tidur bareng, tapi punggung saling membelakangi
Dekat secara fisik, tapi jauh secara hati.

5. Ada masalah, tapi males dibahas
"Daripada ribut..." jadi alasan utama untuk diam, padahal luka makin dalam.

6. Kangen, Nggak lagi. Khawatir, Biasa aja.
Perasaan jadi datar. Nggak ada getaran. Nggak ada rindu.

Kalau kamu ngerasa satu atau dua tanda ini muncul, jangan tunggu semuanya rusak.

Hubungan yang renggang masih bisa diperbaiki—asal dua-duanya mau sadar dan saling mendekat lagi.

Jangan pura-pura baik-baik aja kalau hati mulai hampa.
Lebih baik hadapi… daripada kehilangan.

‎MENIKAH DENGAN SEPUPU (full part)‎‎"Aku baru pertama kali loh, jalan kayak gini sama lawan jenis." Salsa mencolek es du...
27/05/2025

‎MENIKAH DENGAN SEPUPU (full part)

‎"Aku baru pertama kali loh, jalan kayak gini sama lawan jenis." Salsa mencolek es durian dengan sendok kecil, kemudian dimasukkan dalam mulut.

‎"Oh, ya?" Imam menoleh padanya.

‎"Iya. Selama ini aku kebanyakan diem di asrama. Dari SMP hingga lulus SMA pun masih di sana." Salsa kemudian mengambil satu telur gulung dalam plastik lalu memakannya. Menunda wadah esnya. Imam diam memperhatikan.

‎"Kalo Aa Mpi sendiri gimana?" Salsa menoleh sambil menggigit lagi makanan dari pegangan tu- suk satai itu. "Udah sering yah?"

‎Laki-laki itu hanya tersenyum kikuk sambil mengalihkan lagi pemandangan. Melihat motor dan mobil melaju pelan, juga pejalan kaki yang lewat. Kemudian terlempar ke gedung stadion di sebrang yang merupakan icon ciri has tempat ramai pengunjung ini.

‎"Pernah."

‎"Pernah atau sering?"

‎Imam kembali tersenyum tak enak. "Ya, dulu."

‎"Yee, ditanya pernah atau sering jawabannya gitu."

‎"Sering dulu."

‎"Pasti sama pacarnya. Ngaku aja, ya kan?" Salsa terus mendesak dengan pertanyaan yang membuat Imam tak nyaman.

‎"Udahlah, Sa. Ngapain sih bahas itu. Mending bahas masa depan."

‎"Huh." Gadis itu kembali menyendok es duriannya yang dibelikan Imam dari salah satu penjual di sini.

‎Banyak penjual makanan di sekitar, penjual pakaian, sepatu, hingga aksesori hape dan helem motor. Sepanjang jalan dipenuhi pedagang. Ada juga tempat bermain anak-anak seperti od**g-od**g dan rumah balon.

‎Imam dan Salsa sendiri berada duduk bersila di atas karpet milik pedagang kopi yang sengaja disediakan untuk pembeli yang mengaso di tempatnya.

‎Imam menyeruput minuman kopinya dalam cup. "Boleh Aa ngerokok di sini?"

‎"Asapnya jangan di keakuin."

‎"Iya." Imam pun menyalakan sebatang rokok dengan korek gas. Dia menghisapnya. Berpaling ke samping untuk menjauhkan asap yang diembuskan.

‎"Mama ... Mamaa."

‎Salsa menunda telur gulung yang baru akan dimakan. Memasukkan kembali dalam plastik. Gadis itu kemudian berdiri.

‎"Ya ampun, itu mamanya kemana anak kecil nangis ...." Dia bergumam, lalu menghampirinya. Juga orang-orang sekitar berdatangan.

‎Menyadari istrinya tidak ada di sampingnya Imam pun beranjak menunda batang rokok. Dia menghampiri Salsa yang mencoba menangkan anak gadis kecil itu.

‎"Mamanya mana?" Salsa mengusap rambut sebahu anak balita itu. Kemudian berjongkok menyeka tangisnya dan memandang Iba.

‎"Nggak tau ...." Anak itu terus menangis.

‎"Tadinya di mana emang, dek?"

‎"Adek sampai sini sama siapa?"

‎"Mungkin mamanya lengah jadi gak tau anak ini pergi."

‎Orang-orang yang berkerumun saling melempar tanya dan menerka-nerka.

‎"Duh, kasian, ya."

‎"Hubungin keamanan setempat aja kalau begitu."

‎Mereka terus berbisik-bisik. Salsa kembali menyeka air mata gadis kecil itu yang membanjiri p**i.

‎"Cup, cup, adek jangan terus nangis. Pasti mamanya ke sini kok."

‎Namun, anak itu terus saja menangis sambil memanggil Ibunya. Salsa tidak tega melihatnya.

‎Di saat orang lain fokus pada si anak, Imam justru fokus pada Salsa. Terenyuh menyaksikan sikap welas asihnya. Jika anak sendiri mungkin lebih-lebih dari itu. Imam malah berpikir ke sana.

‎"Rara! Raa!" Perempuan berhijab fasmina cream senada dengan celana panjangnya menembus kerumunan.

‎"Mamaa!" Anak kecil itu menyahut kencang dan memeluknya.

‎"Ya ampun, sayang ... Mama nyari-nyari."

‎Gadis kecil itu tidak mengatakan apapun selain menangis saja. Salsa berdiri memperhatikan keduanya yang saling berpelukan erat. Takut kehilangan satu sama lain.

‎"Nah, ini dia mamanya datang."

‎"Punya anak kecil di tempat seperti ini jangan lengah, Bu."

‎"Iya, jagain tuh anaknya hati-hati."

‎"Jangan sampe diculik orang."

‎Orang-orang mencibir si Ibu sebelum kemudian satu persatu membubarkan diri. Ibu muda itu menyeka tangis anaknya yang baru reda, kemudian beranjak melihat Salsa. Di bawah anaknya masih memeluk lututnya.

‎"Terimakasih sudah jagain Rara."

‎"Sama-sama."

‎Dia lalu menoleh pada Imam di belakangnya. Sedikit terkejut saat melihatnya.

‎"A Imam?"

‎Gumaman itu dapat didengar Salsa. Dia melirik suaminya. Laki-laki itu mematung kaku sejak kedatangan sosok Ibu muda tersebut.

‎"Anita..."

‎Salsa melirik keduanya bergantian. Mereka saling kenal?

‎"Ini pasti istri A Imam, ya?" Perempuan itu berusaha mencairkan suasana.

‎Imam tersenyum kaku. "Iya. Salsa istriku." Dia meraih tangan Salsa. Anita melihat itu sekilas.

‎"Maaf, kemarin gak bisa datang ke pernikahan kalian."

‎"Nggak apa-apa."

‎Salsa terdiam menyimak interaksi keduanya. "Ke sini sama siapa?" Imam b4las berbasa-basi pada Anita.

‎"Sama Bibi!" Anaknya yang menyahut lantang.

‎"Oh, gak sama ayahnya?"

‎"Ayah gak ada. Udah lama gak p**ang-p**ang."

‎"Sst, Raa." Anita tampak tak enak dengan ucapan putrinya. "Kita ke sana, ya. Itu bibi nunggu."

‎Perempuan itu melihat kembali pada Imam dan Salsa. "Duluan." Kemudian pergi membawa anaknya.

‎"Siapa?" Salsa melihat dia yang menjauh menyusuri trotoar, kemudian pada Imam yang tak lepas darinya.

‎"Teman."

‎"Oh, ya?" Gadis itu menyangsikan. Sebab yang dia lihat Imam tak seperti biasanya saat bertemu orang lain. Pandangannya seperti menyiratkan ada sesuatu dengan Anita.

‎"Kok dia manggil Aa sih? Kayak sodara aja."

‎"Ke tempat lain, yuk."

‎Lelaki itu jadi tampak tak nyaman dan menghindar saat Salsa tatap. Dia bahkan mengalihkan pembicaraan.

‎"Aa!"

‎Imam tidak mendengarkan, pergi dari hadapan Salsa, membayar kopi yang belum habis juga mengabaikan sebatang rokoknya. Lalu ke motor yang terparkir tidak jauh. Salsa buru-buru mengambil sisa jajanannya di karpet dan menghampiri Imam.

‎"Kok pergi sih?"

‎"Cuma pindah. Kamu bisa jajan lagi nanti. Ayo, naik." Mau tak mau gadis itu pun naik ke motor.

‎***

‎Malam menjelang larut. Salsa belum bisa tidur. Gadis itu membelakangi Imam, matanya mengerjap-ngerjap setelah melirik sudut ruangan. Dia merindukan kamar di rumah orang tuanya. Sungguh, suasana kamar ini asing.

‎Sementara Imam masih melek bukan karena itu. Dia ingat Anita. Sudah lama mereka berpisah dan baru bertemu kembali. Perempuan itu sudah punya anak. Penampilannya berbeda dari terakhir yang dia lihat. Anita kini sudah berhijab.

‎"Ayah gak ada. Udah lama gak p**ang-p**ang." Ucapan gadis kecilnya, membuat Imam sedikit terusik. Merantaukah atau ....

‎Imam mengusap wajah dan menghela napas. Tak seharusnya dia memikirkan sosok masa lalu. Mencoba mengenyahkan pertemuan tadi juga celotehan anaknya.

‎Kini, dia pun sudah berkeluarga. Ada Salsa di sampingnya. Dia menghadapnya dan tersenyum. Gadis itu sudah dikenalnya lebih lama, bahkan sejak orok. Salsa lebih menyedot perhatiannya. Meski baru sedekat ini.

‎"Aa ish!" Gadis itu menepis tangan Imam saat menyentuh bahunya.

‎"Eh, kirain udah tidur."

‎"Belum."

‎"Kenapa, jajannya belum kenyang? Atau, mau kupeluk?"

‎Salsa menghadapnya. Dia melemparkan guling pada Imam. "Tuh, peluk."

‎Imam terkekeh pelan sudah menangkap guling. Salsa buru-buru berbalik lagi. Menutupi selimut hingga kepalanya.

‎"Jangan ganggu aku." Dia mencoba untuk bisa benar-benar tidur sekarang.

‎Imam membiarkan. Dia juga mencoba untuk bisa tidur. Matanya dipejam.

‎"Jangan lupa baca doa."

‎"Iyaa."

‎Di KBM App cerita ini udah tamat ya.

‎Judul : MENIKAH DENGAN SEPUPU
‎Penulis : TIKA PENA

‎Aku deprèsi selama 26 tahun ini setelah suamiku hilang di Makkah waktu kami umrah. Padahal aku baru mengàndung 3 bulan ...
27/05/2025

‎Aku deprèsi selama 26 tahun ini setelah suamiku hilang di Makkah waktu kami umrah. Padahal aku baru mengàndung 3 bulan anak pertama kami. Apakah aku harus senang karena dia hilang di Rumah Allah?

‎ #7

‎Aku hanya mengangguk saja untuk menangggapi ucapan Nyonya Zaheen. Aku bisa memaklumi kalau anak sepertinya memang ada di dunia ini, meskipun baru kali ini berhadapan langsung dengan anak seperti itu. Apalagi dia sudah hidup di negara barat bertahun-tahun, pasti budaya barat memengaruhi hidupnya seperti sekarang ini.

‎Sewaktu kuliah dulu pun, aku sudah mempelajari bagaimana seorang anak bisa berubah menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Itu karena salah satunya efek dari faktor lingkungan. Teman sepermainan dan lingkungan sekitar bisa sekali memengaruhi diri kita, kok. Maka dari itu, banyak orangtua yang melarang anaknya bergaul dengan teman-teman yang tidak baik. Mereka takut pergaulan buruk itu merusak anak-anak mereka. Itu yang dialami—siapa nama pria itu tadi? Aku lupa!

‎"Ayo, kita sarapan! Aku bangun lebih awal setiap pagi, memasak untuk keluargaku. Hari ini kau harus mencoba makanan Arab, kuyakin kaus**a. Aku muslim, jadi kau tidak perlu khawatir!" ajak Nyonya Zaheen dengan begitu baik. Aku hanya mengangguk patuh untuk menanggapinya.

‎Mendapat persetujuanku, Nyonya Zaheen langsung menggandengku masuk ke lorong sebelah kanan. Lorong itu yang kudengar ada keributan tadi, ternyata benar itu adalah dapur.

‎Saat memperhatikannya, dapur Nyonya Zaheen ini benar-benar versi modern. Aku sering melihatnya di media sosial, bagus sekali. Ada kitchen set yang tinggi dan panjang, di depannya terdapat meja makan dengan sepuluh kursi, dan ada mini bar juga.

‎Oh, ternyata lorong kamarku memiliki jalan pintas ke dapur ini. Tepat arah lurus aku berdiri sekarang ini, ada lorong yang posisinya ada di belakang kamar-kamar. Ah, aku tidak menyadari itu karena langsung masuk ke kamar dan tidak berkeliling. Di sebelah kanan dapur pun kulihat ada pintu yang entah ada apa di luar sana. Tetapi, ada cahaya matahari yang mulai masuk ke area itu. Sayangnya, aku tidak tahu itu area apa, mungkin halaman belakang rumah Nyonya Zaheen.

‎"Kaududuklah! Suami dan anakku akan kemari sebentar lagi," kata Nyonya Zaheen dengan menarik kursi untukku. Aku langsung mendudukinya dengan sopan seraya menunggu anggota keluarga Nyonya Zaheen berkumpul.

‎Dapur Nyonya Zaheen ini sangat wangi makanan, aku bisa mencium aroma masakan ini yang pastinya sangat menggugah selera. Sangat berbeda jauh dengan dapur di rumahku, aromanya hampir sama setiap hari karena kami tidak mungkin banyak mengganti menu makanan dengan lauk yang lumayan mahal. Ya, kami tidak sekaya Nyonya Zaheen yang bisa memasak begitu banyak makanan dalam sekali makan.

‎"Sabah alkhayr ya, Zaheena!"¹ Aku langsung menoleh ketika suara itu terdengar. Ternyata itu suara dari suami Nyonya Zaheen yang baru saja datang ke dapur. Satu hal yang dia lakukan ketika melihat Nyonya Zaheen, mencium kepalanya dengan penuh cinta.

‎Kalau saja Abi ada di samping Umi selama ini, mungkin aku tidak akan berada di sini melihat keluarga harmonis orang lain dan merasa iri dengan kebahagiaan dan kehangatan mereka. Oh ya, aku lupa menelepon Umi, dia pasti ingin tahu kabarku sekarang ini. Setelah sarapan nanti aku akan menelepon, kali ini jangan sampai lupa lagi seperti tadi malam. Umi pasti cemas dengan keadaanku di Arab.

‎"Selamat pagi! Gunakanlah bahasa Inggris, Zoya tidak mengerti pembicaraan kita!" kata Nyonya Zaheen yang langsung memberi tahu suaminya.

‎Tuan Shadiq refleks menatapku, lalu mendekat dengan senyuman di wajahnya. "Maafkan aku, Nak! Aku melupakanmu," katanya sambil memegang kepalaku dengan lembut.

‎Mungkin ini tradisi mereka yang s**a memegang dan mengusap kepala anak-anaknya. Tetapi, aku? Aku bukan anaknya.

‎"Tidak apa-apa, Tuan, aku memahami kondisinya. Aku yang tidak mengerti bahasa kalian. Justru, aku yang harus berterima kasih pada kalian karena sudah mau mengganti dengan bahasa yang kumengerti!" jelasku dengan suara pelan dan sedikit menunduk tanda hormat. Pasangan suami istri itu hanya tersenyum untuk menanggapiku.

‎Nyonya Zaheen meletakkan wadah-wadah makanan di meja makan yang dibantu para pelayannya. Melihat itu, aku langsung bangkit untuk membantu, tetapi Nyonya Zaheen malah melarang dengan tangannya agar aku diam.

‎"Kaududuk saja, Zoya! Tidak ada tamu yang membantu di dapur, kaumakan saja!" katanya dengan marah. Aku hanya mengangguk saja, tidak ingin membantah ucapannya yang memang tidak menginginkan aku untuk ikut serta.

‎Sekarang, aku hanya bisa memperhatikan mereka yang sedang menata semua wadah makanan di meja makan. Kalau di Indonesia pasti tuan rumah sangat senang dibantu. Kalau tamunya tidak ingin membantu apa-apa pun, mulutnya pasti nyinyir. Di sini berbeda, tamu adalah ratu, Nyonya Zaheen sangat menjamu tamunya dengan begitu baik. Walaupun sebenarnya aku sudah menumpang tempat tinggal padanya, dia tetap menjamu dengan maksimal.

‎"Duduklah, Suamiku! Aku akan memanggil Ameer dulu," katanya pada Tuan Shadiq dengan suara lembut.

‎Setelah Nyonya Zaheen pergi, Tuan Shadiq mulai menyendokkan makanannya. Dia juga mempersilakan aku untuk ikut mengambilnya. Tentu saja aku harus mengikuti, meskipun dengan malu-malu dilakukan.

‎"Ayo, makan! Kau akan sàkit perut kalau tidak sarapan. Jangan ulangi kesalahanmu itu, Ibu tidak s**a kau sakit dan lebih mementingkan pekerjaan!" Nyonya Zaheen datang dengan mengomel. Dia datang dengan Ameer yang ada di sebelahnya. Tetapi, Ameer hanya diam dengan senyuman di wajahnya ketika mendengar omelan Nyonya Zaheen. Dia patuh sekali dinasihati Nyonya Zaheen dibalut omelan itu.

‎"Ayo, Zoya, ambillah lauknya lebih banyak! Ini rumahmu, jangan sungkan, Nak!" Nyonya Zaheen memberiku banyak makanan. Dia menyendokkan semua yang ada di meja ke piringku. Aku ingin menolak, tetapi tidak pantas karena dia terlihat baik dan antusias.

‎"Kau akan memulai pencarian di mana?" Ameer bertanya padaku tiba-tiba. Aku refleks menatapnya dengan kunyahan yang hendak tersembur.

‎Saat menatapnya, aku sedikit tertegun. Kenapa wajah Ameer terlihat lebih bercahaya, ya? Apakah dia sering berwudu dan salat? Senyumnya apalagi, sangat berbeda dari senyum orang-orang yang kutemui. Ah, kenapa aku jadi memikirkan wajah Ameer?

‎"Makkah, aku akan mencari di sana. Tetapi, aku akan mencari apartemen murah terlebih dulu," jawabku pelan sambil menunduk. Saat kulirik dari ekor mata, Ameer hanya mengangguk mantap sambil mengunyah sendokkan pertamanya.

‎"Kau akan mencari apartemen di mana, Nak? Lebih baik kautinggal bersama kami hingga ayahmu ditemukan! Kau bisa menyimpan uang itu, apartemen di sini cukup mahal. Lagi p**a, aku takut kau kenapa-kenapa!" kata Nyonya Zaheen dengan khawatir.

‎Aku tahu kalau Nyonya Zaheen memang sangat baik. Dia selalu memperhatikanku seperti anaknya sendiri. Tetapi, aku tidak bisa terus bergantung padanya selama di Arab. Itu akan sangat merepotkan orang lain, aku tidak ingin melakukannya.

‎"Tidak, terima kasih, Nyonya Zaheen. Aku akan mencari apartemen sebisaku. Aku tidak s**a merepotkan orang lain, apalagi kau sudah begitu baik padaku!" kataku menolak dengan halus. "Uangku cukup untuk menyewa apartemen selama sebulan ini. Tetapi, aku memang butuh bantuanmu untuk memberikan petunjuk hidup di sini dan bagaimana caranya untuk ke Makkah!" lanjutku menjelaskan.

‎Kulihat Nyonya Zaheen mengangguk mantap sambil mengunyah makanannya. Dia begitu memperhatikan orang lain ketika berbicara, bukan hanya diriku saja. Sementara itu, Tuan Shadiq dan Ameer tampak menikmati sarapannya tanpa bersuara. Mungkin keduanya memang tidak s**a makan sambil bercakap-cakap.

‎"Keluargaku akan membantumu, Nak! Aku akan mencari apartemen bagus untukmu. Kau ingin di Jeddah atau Makkah?" tanyanya yang langsung membuatku memikirkan ulang.

‎Jeddah atau Makkah, aku tidak tahu bedanya apa. Keduanya memang dekat dengan posisi hilangnya Abi, jadi aku tidak bisa memutuskan. Lagi p**a, yang tahu daerah itu hanya Nyonya Zaheen, aku tidak tahu apa-apa. Bagaimana kondisinya, biaya sewa, dan akses yang memadai, Nyonya Zaheen bisa memberi tahuku untuk memutuskannya.

‎"Terserah kau saja, Nyonya Zaheen. Aku tidak mengetahui daerah sini," jawabku dengan malu. Dia tertawa sambil mengusap lenganku pelan.

‎Kami melanjutkan sarapan dengan damai. Kini, tidak ada yang bersuara lagi karena semuanya fokus memakan isi piring. Namun, aku penasaran kenapa anaknya Nyonya Zaheen yang satu lagi tidak ikut sarapan? Apakah anaknya pergi? Atau, dia memang tidak s**a berkumpul begini?

‎***

‎Setelah selesai sarapan, aku juga ingin membereskan semua wadah makanan, tetapi lagi-lagi Nyonya Zaheen melarang untuk melakukannya. Alhasil, aku disuruh untuk menghabiskan waktu dengan menonton TV di ruang keluarganya.

‎Apakah ini enak? Tentu saja tidak! Siapa yang mau bersantai di rumah orang lain di saat pemilik rumah tengah sibuk berbenah di dapur? Aku malu pastinya. Lagi p**a, untuk apa aku menonton TV? Apa yang bisa kutonton dari siaran TV Arab ini? Memangnya aku mengerti bahasa Arab? Menonton gambar tanpa mendengar suara, itu tidak enak. Kalau bahasanya Indonesia, mungkin aku masih bisa menonton hanya dengan gambar saja, meski tidak enak sekalipun.

‎"Hei, kau tamu di rumah ini!"

‎Saat sedang melamun, aku mendapati pria tidak beretika itu lagi. Dia berbicara dengan menunjukku, nadanya pun keras dan tersirat tidak s**a. Aku tidak tahu dia datang dari mana, tetapi dia sudah berdiri di samping lemari TV dengan tangan yang bersilang dada.

‎"Kenapa?" tanyaku langsung dengan ekspresi biasa, tidak senyum atau marah.

‎"Lebih baik kaubereskan kamarku! Aku tidak sempat," katanya dengan enteng. Mendengar itu, aku langsung melotot karena dia dengan beraninya menyuruh untuk ... apa tadi? Membereskan kamar? Tidak ada etikanya sama sekali!

‎"Mengapa kau menyuruhku? Aku bukan pèlàyan di rumah ini!" jawabku dengan menatapnya tàjam. Dia ingin mendekatiku, tetapi kemudian berhenti.

‎"Kau, kan, menumpang di sini, aku hanya memintamu membereskan kamar. Kau ini malas sekali!" katanya dengan sarkas. Melihat ekspresinya yang menatap dengan masam dan ucapannya sudah merendahkan, aku langsung berdiri menantangnya.

‎"Maaf, ya, Tuan. Aku memang menginap di rumah ini, tetapi tidak ada sedikit pun niatku ingin terus menumpang! Kau kurang ajàr sekali, tidak beretika! Apa yang kaupelajari di Amerika? Tidak ada selain keangkuhan!" kataku dengan ketus untuk membalas hinaannya tadi. Aku juga menatapnya tajàm, biar dia tahu saja kalau aku tidak bisa diinjak seperti ini.

‎Karena ucapanku barusan, dia terkejut dan bergerak ingin menyentuh. Tetapi, aku langsung mundur agar tidak bisa dijangkaunya. Aku juga takut kalau dia melakukan sesuatu. Ini rumahnya, Nyonya Zaheen adalah keluarganya, aku cuma sendirian di sini.

‎"What's wrong?"² Ameer tiba-tiba datang dengan dahi berkerut.

‎Catatan Penulis
‎¹Selamat pagi, Zaheena.
‎²Ada apa?

‎JUDUL: CINTA YANG MENEMUKAN JALAN
‎PENULIS: RENNY JULDID

‎SUDAH TAMAT 75 BAB DI KBM APP! BACA SAMPAI PUAS!

🔰Anton Eks Sheila On 7 Ungkap Alasan Sebenarnya Keluar dari Band.Salah satu kabar mengejutkan yang sempat beredar pada 2...
25/05/2025

🔰Anton Eks Sheila On 7 Ungkap Alasan Sebenarnya Keluar dari Band.

Salah satu kabar mengejutkan yang sempat beredar pada 2004 silam adalah keluarnya Anton Widiastanto dari Sheila On 7. Padahal, saat itu band asal Yogyakarta tersebut sedang dalam puncak kesuksesan.

Anton keluar dari Sheila On 7 secara tiba-tiba tanpa ada yang mengetahui alasan sebenarnya. Berbagai rumor pun bertebaran, salah satunya terkait masalah kedisiplinan pria kelahiran 30 Januari 1979 itu.

Alhasil dengan segera, posisi Anton diganti oleh Brian Kresno Putro. Sheila On 7 lantas melanjutkan kariernya di dunia musik tanah air.

Bagaimana dengan nasib Anton? Ia seakan hilang ditelan bumi dan tak pernah terekspos lagi. Nah, belum lama ini semua misteri seputar keluarnya Anton dari Sheila On 7 akhirnya terungkap.

Hal itu bahkan diungkap sendiri oleh sang drummer dalam kanal Yo**ube medcom. id.

Pada kesempatan itu, Anton mengenang lagi semua perjalanannya bersama Sheila On 7, mulai dari awal mereka terbentuk, rekaman album pertama, hingga akhirnya muncul perpecahan. Semua permasalahan itu terjadi di sekitar tahun 2004.

"Album terakhir (Pejantan Tangguh) itu kan kita ada tur di banyak kota, dipotong break bulan puasa, Oktober 2004, habis lebaran baru jalan lagi. Enggak ada jadwal memang waktu break. Dan aku kebetulan menang undian berhadiah nonton Moto GP di Malaysia tahun 2004. Karena aku lihat enggak ada jadwal (tur), berangkatlah aku," kenang Anton.

Sep**ang dari Malaysia, Anton dipanggil oleh pihak manajemen. Percaya atau tidak, ia dipaksa mundur mendadak tanpa ada diskusi terlebih dahulu sebelumnya. Anton pun kaget bukan main.

"Sudah begitu aku p**ang (dari Malaysia), sempat sakit dulu seminggu, demam. Lalu dipanggil ke kantor, disodorin surat pengunduran diri yang aku enggak pernah buat. Jadi di situ suratnya ditulis, 'saya Anton menyatakan mengundurkan diri karena gini gini gini.' Dan di situ dibilang saya berhak menerima pesangon sebesar Rp 15 juta. Ada tulisannya di situ, aku masih ada suratnya," sambung Anton.

"Pertama, aku enggak pernah bikin surat itu, kedua kalau aku mengundurkan diri ngapain aku minta 15 juta? Kalau aku mau mundur ya sudah mundur saja. Ngapain minta-minta segala? Waktu dipanggil cuma ada si Adam sama manajer di situ," jelasnya lagi.

Seperti diketahui sebelumnya, sempat ada gosip bermunculan bahwa Anton disebut tidak disiplin karena sering meninggalkan band demi kepentingan komunitas lain. Namun menurut Anton, berita itu sama sekali tidak benar.

"Jadi waktu itu kayak disambar petir saja. Waduh kok gini ya? Aku juga tiba-tiba jadi sedih gitu, kayak dibanting. Alasannya kok gini? Padahal aku juga enggak melanggar jadwal, maksudnya ada jadwal manggung ya aku manggung. Di luar itu terserah d**g. Ya sudah deh, aku orangnya kan tipenya enggak mau debat-debat berkepanjangan," tutup Anton.

Dari ponsel Kayla, Tuan Hang menemukan data diri lengkap tentang keluarga perempuan itu. Kedua orang tua Kayla termasuk ...
21/05/2025

Dari ponsel Kayla, Tuan Hang menemukan data diri lengkap tentang keluarga perempuan itu. Kedua orang tua Kayla termasuk salah satu pengusaha kaya raya di pusat kota. Namanya cukup tersohor dan disegani.
Tuan Hang segera meminta asistennya untuk menghubungi orang tua Kayla. Namun, ancamannya ternyata tak dipercayai begitu saja.

“Hubungi orang tuamu!” seru Tuan Hang sambil menyerahkan ponsel pada wanita itu.

Kayla menolaknya dengan cepat. Ia bahkan tak tertarik dengan ponselnya sendiri.

Tuan Hang mulai merayu wanita yang kini sudah bersih dan memakai pakaian seksi. Kayla tampak menggoda karena postur badannya yang ideal dan menawan.

“Aku perlu bicara dengan orang tuamu. Setelah berhasil, kamu pasti bisa bebas dari tempat ini,” rayu Tuan Hang dengan sentuhan di p**i.

Sebisa mungkin Kayla menghindar. Ia merasa jijik dengan Tuan Hang. Bau badannya membuat Kayla ingin mengeluarkan semua isi perutnya.

Sekian menit berlalu, Tuan Hang terus membujuk Kayla. Hingga akhirnya, wanita itu luluh dan segera menghubungi nomor sang ayah.

“Hallo, Ayah,” sapa Kayla setelah panggilan tersambung.

“Ada apa, Kay? Ayah lagi sibuk, nanti ayah hubungi lagi.”

Telepon langsung terputus, wajah Kayla pun berubah lesu.

“Sepertinya, hubungan kalian tak terlalu dekat,” duga Tuan Hang sambil mengusap jenggotnya yang sedikit panjang.

“Mau nyari apa dari ayahku? Dia nggak mungkin peduli dengan kondisiku saat ini,” tutur Kayla.

Kesempatan singkat itu segera dimanfaatkan Kayla untuk menghubungi sahabatnya. Namun, ia juga tak mendapat respon apapun.

Selama ini, Kayla berpikir ia dikelilingi orang baik yang menyayanginya. Tapi ternyata, semua dugaan itu salah. Sudah tiga hari Kayla terkurung di tempat mengerikan itu, tak ada satu orang pun yang menghubungi atau mencari kabar tentangnya.

Melihat Kayla sibuk dengan ponselnya, Tuan Hang segera merebutnya kembali. Ia melihat riwayat panggilan keluar, ternyata Kayla sempat menelepon polisi.

“Sial, pasti lokasi kita bisa dilacak. Hancurkan ponsel itu!” Tuan Hang terlihat geram saat menyerahkan ponsel Kayla pada asistennya.

Merasa terancam, Tuan Hang segera bertindak. Ia mengerahkan semua anak buahnya untuk menyusun strategi baru demi menjaga rahasia tentang rumah sakit mereka.

Setelah Tuan Hang pergi, kini saatnya Kayla beraksi. Wanita itu mulai mencari tahu, informasi detail tentang tempat misterius yang kini mengurungnya.

Kayla berjalan mengendap menuju meja Tuan Hang. Ia segera membuka laptop warna abu tua yang masih dalam keadaan menyala.

“Ternyata sebanyak ini,” gumam Kayla dengan wajah terkejut saat melihat daftar nama korban yang jumlahnya hampir menyentuh angka seribu.

Dalam data tersebut, tertera lengkap nama dan alamat serta foto-foto korban yang berhasil ditawan Tuan Hang.

“Folder hitam?” Kayla tertarik dengan folder lain yang mencurigakan. Ia langsung membukanya.

Ujung mata wanita itu memanas saat menemukan gambar-gambar mengerikan. Terlihat ratusan foto lengkap dengan nama dan tanggal kematian.

Mereka adalah korban yang berhasil direnggut nyawanya melalui cairan virus mematikan yang disuntikkan secara paksa.

“Tuan Hang.” Suara panggilan dari luar membuat Kayla gelagapan. Tengkuknya terasa panas karena khawatir aksinya diketahui orang lain.

Wanita itu berjongkok di bawah meja. Ia memastikan tak ada suara lagi dari luar kamar.

Setelah dirasa aman, ia kembali fokus pada laptop milik Tuan Hang.

“Kode?” Kali ini, Kayla menemukan folder dengan nama kode. Tanpa pikir panjang, ia langsung membukanya.

Matanya terbelalak dan refleks menutup mulutnya yang menganga. Ternyata dalam folder itu, tersimpan lengkap semua kode ruangan, termasuk Bangsal Melati.

“Banyak sekali, gimana caranya biar bisa simpan semua kode ini?” Kayla kebingungan dan gelisah. Ia tak mungkin melewatkan kesempatan emas agar bisa segera bebas dari sana.

Belum sempat bertindak, suara langkah kaki terdengar semakin dekat. Kayla kelabakan bingung dan hanya sempat menghafal kode ruangan di barisan teratas.

Kayla gegas mengembalikan laptop seperti semula dan tak lupa menghapus riwayat aktivitasnya.

“Kamu tidur, Sayang?” Tuan Hang datang dengan langkah pelan.

Untung saja, Kayla sudah kembali ke kasur dan pura-pura tidur.

Tuan Hang merasa gerah dan segera bebersih diri. Sejak berhasil menjebak Kayla, ia jauh lebih sibuk dari biasanya. Terlebih, saat Darren mencoba mengkhianatinya, ia melupakan kesenangan diri sendiri dan turun tangan untuk mengatasi permasalahannya.

Hari ini, Tuan Hang sedikit lega karena berpikir Kayla sudah aman di tangannya. Darren juga sudah diamankan di ruangan bawah tanah. Namun, ia tak tahu jika Kayla bisa bertindak nekat dan lebih berani.

Saat Tuan Hang masih di kamar mandi, Kayla berjalan mengendap keluar. Tak lupa ia mengambil pakaian milik Tuan Hang dan menutup sekujur tubuhnya kecuali mata. Ia berharap, penyamarannya kali ini tak dicurigai petugas lain.

“Petugas baru?” hadang seseorang yang kini berjalan berdampingan dengan Kayla di lorong panjang.

Kayla hanya mengangguk, ia tak bersuara karena khawatir penyamarannya akan terbongkar.

“Mumpung nggak ada yang tau, nih, anterin ke ruang bawah tanah. Kasih aja sama yang tugas di sana. Anggep ini tugas pertama. Inget, jangan ngadu ke siapapun atau nyawamu jasi taruhannya. Paham?”

Nampan kecil itu diserahkan dengan kasar. Hampir saja isinya tumpah mengenai baju Tuan Hang yang diambil Kayla tanpa izin.

“Ruang bawah tanah? Bukannya itu ruangan Darren?”

Dalam hati kecilnya, Kayla bertanya-tanya. Hingga ia yakin bahwa dirinya pasti bisa bertemu dengan pria yang sudah menolongnya kemarin.

“Taruh aja di situ,” ucap petugas yang menjaga pintu masuk ruang bawah tanah.

Kayla sesekali menelan salivanya, ia gugup karena belum terpikirkan bagaimana agar dirinya bisa masuk.

“Biar sekalian dianterin, lumayan buat ngurangin tugas kita. Kayaknya dia petugas baru di sini,” serobot salah satu petugas.

Tanpa menolak, Kayla langsung masuk setelah gerbang dibuka. Ia menyusuri lorong yang cukup panjang dan gelap. Hanya bermodal senter kecil, ia bisa melihat jalur mana yang harus dilewatinya.

Baru setengah perjalanan, dada wanita itu terasa sesak. Sempitnya lorong tanpa ventilasi udara yang cukup, membuatnya kesulitan bernapas.

“Pengap sekali di sini, gimana rasanya di ruangan sana.” Kayla menepi sebentar sambil mengatur napas. Ia tak tega membayangkan betapa tersiksanya Darren yang saat ini dikurung di ruangan menyeramkan itu.

Setelah sampai di depan ruangan. Ternyata masih ada pintu yang hanya bisa dibuka dengan kode rahasia. Untuk memberikan makanan, hanya diberi lubang sebesar tangan manusia dewasa tepat di samping pintu masuk.

Dengan memanfaatkan senternya, Kayla memberi petunjuk ke dalam ruangan itu.

“Makanan,” ucap Kayla.

Tak berselang lama, sebuah tangan berlumuran noda merah pekat keluar dari lubang kecil. Jemarinya bergerak kesakitan seperti menengadah meminta sesuatu.

“Bertahanlah, aku akan membantumu.” Kayla meletakkan satu persatu makanan ke tangan Darren. Wanita itu tak sadar, air matanya mengalir begitu saja karena merasa kasihan.

MAU LANJUT?

Baca selengkapnya di KBM App

Judul: BANGSAL MELATI BAB3
Penulis: Elmietaka

Seorang gadis yang terlahir dari keluarga petani, gadis itu sangat manis berkulit kuning langsat dengan rambut bergelomb...
19/05/2025

Seorang gadis yang terlahir dari keluarga petani, gadis itu sangat manis berkulit kuning langsat dengan rambut bergelombang gantung, menambah ciri khas gadis jawa. Gadis itu bernama Roha gadis malang yang sering menjadi korban perjodohan dari keegoisan orang tuanya.

Ya bagaimana tidak, Roha telah menjadi korban dari keegoisan orang tuanya dan tidak mau lagi peristiwa itu terjadi lagi. Tak heran banyak anak perempuan usia dini yang sudah dinikahkan oleh orang yang sudah berumur di daerah Jawa.

Hal ini, yang membuat Roka muak di usia yang harusnya masih menggenyam pendidikan bangku sekolah dasar namun semua harapan dan cita-cita harus pupus oleh pernikahan dini. Kini di usia 15 tahun Roka telah berstatus janda cerai tanpa anak.

Hari-hari telah Roka lalu dengan olok-olok dari orang tua Roka.

"Bodoh kamu! Udah simbok carikan suami yang kaya! Punya banyak sawah malahan dirimu Roha milih cerai! Rasakan hidup sekarang terasa tambah berat!"

"Halah, dari pada simbok nyesel, mending dulu yang nikah sama Darwis simbok aja kenapa harus Roha?"

Tiada hari tanpa ada perdebatan dari ibu dan anak ini, selain menjaga ke 4 adiknya Roka juga bertugas sebagai pembuat nasi jagung, tiap hari banyak jagung yang harus di tumbuk menjadi halus.

Seperti bulan puasa kali ini, Roka harus bekerja ekstra agar ketujuh saudaranya bisa berbuka dengan nasi campur, ya bisa di bilang nasi campur karena ada nasi dari beras yang dicampur dengan butiran nasi jagung.

Lelah yang tak bisa dilukiskan, tetesan butiran keringat membanjir muka kuning lansat Roka. Dengan menggend**g adik gemoynya yang masih berusia 7 bulan, Roka tetap berjuang keras untuk bisa mengepulkan tungku usang dari tanah liat.

Setibanya ibu dan bapak Roka di rumah, Roka segera menyiapkan nasi campur dengan lauk ikan asin beserta gudeg dan sambal terasi. Meski tak berbilang mewah namun adik-adik Roka tetap melahapnya dengan senang.

Seperti biasa jam setengah empat Roka telah menyiapkan makanan untuk sahur,

"Ayo nang buruan bangun, bentar lagi imsya."

"Hmnnn.... Iya mbok."

"Ayo cepat makan pak, nasi sama lauknya udah siap."

Ruang tengah beralaskan tikar daun pandan itu seketika ricuh dengan celotehan dari adik Roka. Letih Roka seka dengan menumbuk jagung untuk stock selama ramadhan ini, agar kedepannya tidak perlu untuk menumbuk jagung terus terusan.

"Ka jangan lupa nanti jemurin cucian, terus beli beras di desa petung di tokonya lek Slamet, simbokmu ini mau pergi ke pasar jual pisang sama ubi jalar bareng bapakmu!"

"Iya mbok."

"Uangnya udah simbok taruh di dalam gerubug, nanti tinggal kamu ambil saja, adik kamu jangan dibawa biar dirumah saja dijagain sama kakakmu!"

"Iya mbok, hati-hati di jalan ya."

Setelah semua perkejaan selesai, Roka merasa gembira akhirnya bisa menghirup udara segar meski hanya dengan jalan kaki. Namun merasa tidak takut untuk kehausan di jalan.

Semua kisah itu, terlintas tatkala Roha membuka foto jadulnya bersama ke tujuh saudaranya lima tahun yang lalu.

Hufff....

Terdengar Roha membuang nafas dengan kasar.

"Sudah ya Dek, jangan sedih entar puasanya batal."

"Iya mas, Roha gak nangis kok."

"Nih coba tebak mas bawa apa?"

"Wah apa tuh? Kue terang bulan isi kacang keju?"

"Yah tau aja adek nih."

"Wah makasih ya mas, Yok mas pindah ke meja makan kayaknya bentar lagi mau adzan magrib, Roha udah masak jantung pisang dicampur eby sama sambel trasi dan ikan asin oreng."

"Masyallah, istri mas masak banyak banget sih."

Meski dengan makanan seala kadarnya, kedua insan ini tetap mensyukurinya. Terlihat meja makan itu begitu hangat dengan di penuhi canda tawa keduanya.

Puasa kali ini Roha di temani oleh Ansyori suami tua yang setara umur bapaknya Roha. Mereka menikah ketika usia Roha telah dua puluh tiga tahun sedangkan Ansyori telah berusia lima puluh tahun perbedaan usia yang sangat signifikan, meski begitu cinta keduaanya tidak pudar sama sekali.

Disinilah awal mula perjuangan cinta diantara keduanya dimulai, tanpa restu orang tua Roha tetap memperjuangkan cinta Ansyori dan percaya jika Ansyori adalah imam dan bapak yang baik bagi anak-anaknya mendatang.

"Dek, Ayok siap-siap sebentar lagi adzan isya' kita teraweh di masjid Al Mutaqin aja yang deket." Ansyori dengan penuh kasih sayang mengelus rambut hitam Roha.

"Njeh mas, Roha mau minum dulu abis itu wudhu."

"Ya udah mas tunggu di depan ya." Sembari mengecup pucuk kepala sang istri.

"Iya mas." Terlihat semburat p**i merah semu bak kepiting rebus.

Sholat terawih telah usai, Roha dan Ansyori berjalan bersama dengan bertukar cerita.

"Gak terasa ya mas puasa udah dua hari kita."

"Iya dek, yang kuat ya puasanya biar gak ada yang bolong."

Dipersimpangan jalan terlihat ibu-ibu yang duduk di buk (Sebuah pembatas jalan dari aliran sungai yang biasanya dikasih tembok sejajar paha yang biasa buat duduk warga) sedang mengobrol dengan asik.

"Mohon maaf permisi ya buk,"

"Iya iya monggo pak Ansyori."

Setelah keduanya melewati tengah-tengah kump**an ibuk-ibuk yang sedang menggibah, dari kejauhan terdengar gasrak gusruk.

"Halah apa yang mau di banggain nikah sama orang tua bangka gitu? Kerja aja paling juga udah gak mampu"

"Ya mungkin karena si onoh kegatelan gak laku kali, makanya nikah sama yang tua bangka."

"Udah-udah entar orangnya denger!"

"Sekalipun denger biarin, biar pada sadar diri! Nikah tuh harusnya pake restu orang tua gak asal nyelonong aja!"

Terdengar sahut sahutan riyuh membicarakan Roha dan Ansyori, terlihat dari pelupuk mata Roha ada butiran air yang hendak meluncur bebas di p**i mulusnya.

"Udah dek, yang sabar ya, itung-itung ini adalah cara Allah menguatkan cinta kita dan menghapus dosa di antara kita.

"Iya mas, tapi... Tapi mereka keterlaluan banget." Dengan sesegukan Roha membuka pintu rumah yang mulai rusak engselnya.

"Udah gak usah diladenin omongan mereka, cukup anggap saja itu adalah angin lewat yang berhembusan terlalu kencang."

Hu..huhu...huuuuu....

"Ututuu anak simbok udah bangun?"

"Zuri takut ditinggal sendirian di rumah, hu...huhuhu...."

"Udah jangan nagis tadi simbok sholat traweh sebentar, anak cowok gak boleh nangis ya nang."

"Udah jangan nagis Zuri, tuh bapak bawa kue terang bulan isi kacang keju mau enggak?"

"Gak mau, Zuri mau minta simbok ceplok telur."

"Husss... Gak boleh gitu bilang sama bapak, itu gak sopan."

"Ya Zuri cuman mau makaan yang dibuat oleh Simbok, gak mau dari bapak!" Muka lucunya sembari merucutkan bibirnya.

"Ya udah kalo gak mau makan yang bapak belikan, gih dek ceplokin telur kasian Zuri kayaknya laper."

"Ya udah, Simbok ceplokin telur dulu ya, Zuri tunggu disini sama bapak simbok mau taruh mukena dulu di kamar."

"Gak mau, Zuri mau ikut simbok!"

Mau Lanjut?

Judul : Suamiku Setara Bapakku
Penulis : KhoerotunNaz

Address

Blitar

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Adipradewa Berkata posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share