19/11/2025
"Segera bawa pergi mereka semua. Atau... Kau akan tahu kegilaanku. Hubungan kamu dengan wanita itu tidak sah. Jadi, aku bisa melaporkan kamu atas dasar per zi nahan. Faham kan maksudku? " ucap Daniah seraya tersenyum membawa kunci mobil yang selalu di bawa Akbar. Dania membuka pintu mobil itu dan meminta pak satpam untuk membersihkan kursinya dengan kain basah. Akbar dan ibunya mengepalkan kedua tangannya melihat hal itu, seolah-olah tempat itu kotor dan menjijikkan karena bekas mereka yang duduki.
"Akbar, kau jangan diam saja. Cepat ambil kembali kunci mobil itu, " ucap Bu Sani. Dengan langkah cepat, Akbar segara mendekati Daniah dan merampas kunci mobil itu.
"Ini mobilku, Daniah. Kau yang memintaku untuk memakainya, " ucap Akbar
"Memakainya bukan berarti memilikinya, Mas. Aku sudah mendaftarkan perceraian kita, kau tunggu saja pengacaraku menemuimu. Harta gono gini, jangan harap kau mendapatkan itu. Karena kau pasti tahu kan, uang bulanan yang kau berikan saja tidak cukup untuk di makan satu bulan. Silahkan kemasi barangmu dan angkat kaki dari sini! " ucap Daniah seraya merampas kembali kunci mobil itu. Tubuh Akbar seketika jatuh, ia memegang kedua kaki Daniah dan meminta agar Daniah tidak melakukan itu padanya.
"Jangan lakukan itu, Daniah. Aku tahu aku salah, beri aku kesempatan. Aku janji akan memperbaiki semua masalah ini, " ucap Akbar.
"Akbar, jangan rendahkan dirimu di hadapan wanita itu, dia hanya beban untukmu. Kau masih memiliki pekerjaan yang mapan. Ayo kita tinggalkan saja dia. Mama ingin tahu, bisa apa dia tanpamu, " seru Bu Sani seraya menatap sinis ke arah Daniah. Daniah hanya tersenyum seraya masuk ke dalam mobilnya.
"Pak usir mereka dari rumah ini. Kalau mereka melawan, bapak panggil saja polisi, " ucap Daniah.
"Baik, Bu, " ucap Pak Satpam.
Mobil yang itupun melaju meninggalkan Akbar yang masih tergugu.
"Pak, silahkan pergi dari sini, jangan sampai saya memanggil polisi, " ucap Pak Satpam.
"Hei anakku itu majikanmu, kau harus lebih hormat padanya, kalau bukan karena anakku, apa kau masih mendapatkan gaji? " seru Bu Sani.
"Maaf, Bu. Yang menggaji saya adalah Bu Daniah, jauh sebelum Bu Daniah menikah dengan bapak. Jadi, saya lebih patuh pada orang yang menggaji saya, " jawab Pak Satpam membuat Bu Sani semakin geram. Serendah itukah anaknya, bahkan anaknya seolah tidak memiliki harga diri di rumah ini.
"Kau keterlaluan, Akbar. Sebenarnya apa yang kau miliki? Kenapa kau seolah tidak memiliki hak apapun di sini! " teriak Bu Sani seraya meninggalkan anaknya dengan begitu kecewa.
Akbar tidak tahu harus bagaimana sekarang. Semuanya tidak seperti yang ia bayangkan. Ia sudah membayangkan hidupnya akan semakin bahagia. Dengan menikahi Wiwin, maka perselisihan antara ibu dan Daniah akan membaik, ia juga akan bahagia dengan dua wanita yang sama-sama menduduki hatinya. Namun semuanya tak seperti harapannya. Bahkan Daniah mengajukan perceraian dengannya. Hilang semua harapan hidup dengan dua wanita di sisinya.
Dengan langkah gontai, Akbar menuju ke gudang dan membawa Wiwin, ibu serta kakaknya keluar dari gudang itu.
"Mas, apakah kita akan jalan kaki terus, kemana tujuan kita? Kalau aku tahu hidup denganmu seperti ini, mana mau aku, mas... " seru Wiwin yang sudah merasa lelah berjalan kaki.
"Kau jangan hanya menyalahkan aku saja. Andaikan kau tidak minta ikut ke sini, apakah semua ini akan terjadi? Kau jangan hanya tahu ngeluh saja, bantuin cari solusi kek," gerutu Akbar yang juga mulai kesal.
"Akbar, lihat itu, sepertinya rumah itu di kontrakan, kita coba saja di sana, Bar, " ucap Mbak Nur.
"Tapi mbak, itu rumahnya kecil banget. Emangnya cukup untuk kita berempat? " tanya Wiwin.
"Ya, kiita cukup-cukupkan saja dulu, Win. Kamu tahu sendiri kan, kalau tabungan Akbar sekarang masih nipis karena mahar dan acara pernikahan kalian yang mewah. Sabar-sabarin aja dulu sampai Akbar bisa mencarikan kita tempat yang jauh lebih besar, " ucap Mbak Nur.
"Apa yang mbak Nur katakan benar, bentar aku akan ke rumah sebelahnya, mungkin dia pemilik rumah kecil itu, " ucap Akbar yang menyeberangi jalan.
"Maaf Bu, apakah ibu pemilik rumah yang di kontrakkan itu? " tanya Akbar.
"Oh bukan, Nak. Rumah pemiliknya di sebelah sana. Cari saja nama Pak Mun, " ucap ibu-ibu itu.
"Ah begitu ya, Bu. Baiklah, terimakasih ya, Bu. "
Akbar pun kembali ke keluarganya dan meminta mereka ikut untuk mencari rumah Pak Mun. Setelah lama mereka mencari akhirnya mereka bertemu dengan Pak Mun dan membicarakan tujuan mereka yang ingin mengontrak rumahnya.
"Rumah itu sudah lama tidak terawat, baiklah... Satu bulan cukup enam ratus saja, tapi dari listrik, dan kebutuhan lainnya saya tidak ikut campur, bagaimana? " tanya Pak Mun.
"Lima ratus boleh, Pak. Rumahnya itu kecil kan. Dan... "
"Kalau tidak mau ya sudah, gak usah saja. Itu sudah harga murah di bandingkan rumab kontrakan lainnya, " ucap Pak Mun.
"Baiklah Pak. Saya bayar satu bulan saja dulu ya, Pak. Ini uangnya, terimakasih, Pak, " ucap Akbar.
"Nah begini kan cepat selesai. Ini kunci rumahnya, " ucap Pak Mun. Akbar pun tersenyum akhirnya ada tempat tinggal untuk malam ini.
*
"Baiklah Bu Daniah. Selamat... Anda hamil. "
***
Judul : Kuberikan Suamiku pada Gundiknya.
Penulis : Arion_Aditama.
Baca selengkapnya hanya di Aplikasi KBM.