Bogor Tempo Doeloe

Bogor Tempo Doeloe Mari bernostalgia sekaligus mengenal sejarah dan budaya

𝑱𝒆𝒎𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝑷𝒂𝒏𝒈𝒂𝒅𝒖𝒂𝒏 𝑩𝒖𝒃𝒖𝒍𝒂𝒌  Sejak awal abad ke-18, teknik jembatan dengan struktur lengkung dari susunan bata merah suda...
18/12/2025

𝑱𝒆𝒎𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝑷𝒂𝒏𝒈𝒂𝒅𝒖𝒂𝒏 𝑩𝒖𝒃𝒖𝒍𝒂𝒌

Sejak awal abad ke-18, teknik jembatan dengan struktur lengkung dari susunan bata merah sudah digunakan di Hindia-Belanda. Di Buitenzorg (kini Kota Bogor) tinggalan bata merah ini tidak hanya ditemukan pada jembatan, tetapi juga pada gorong-gorong, saluran air di bawah jalan dan rel kereta api, hingga bangunan gedung dan perumahan.

Menariknya, beberapa jembatan tua peninggalan kolonial Belanda di Bogor hingga kini masih digunakan. Bahkan ada yang diperlebar. Ironisnya, dalam beberapa kasus justru jembatan baru yang mengalami kerusakan, seperti yang terjadi pada Jembatan M.A. Salmun, di mana kolom utama jembatan modern mengalami keropos pada pembesian.

Salah satu contoh jembatan pengganti berada di Jalan R.E. Martadinata, di perbatasan Kelurahan Ciwaringin - Cibogor, yang membentang di atas Sungai Cipakancilan. Jembatan baja ini diresmikan pada tahun 1983, menggantikan jembatan lama yang dikenal sebagai Jalan Pangaduan atau Jembatan Bubulak.

Jembatan Pangaduan sendiri dibangun pada tahun 1918, hanya terpaut sepuluh tahun setelah pembangunan Jembatan Pabrik Gas atau Jembatan M.A. Salmun. Alasan penggantian jembatan lama adalah karena bagian bawah struktur bata merahnya dianggap telah tergerus arus sungai. Namun hasil peninjauan di lapangan menunjukkan bahwa secara keseluruhan, struktur lengkung bata merah tersebut masih tampak kokoh.

Hal ini menjadi bukti betapa serius dan telitinya para ahli bangunan air di masa kolonial dalam merancang infrastruktur. Selain faktor teknis, penggantian jembatan juga dipengaruhi oleh meningkatnya volume dan jenis kendaraan yang melintas, sehingga jembatan lama dianggap tak lagi memadai.

Yang menarik, jembatan baru pengganti justru dibangun dengan bahan utama baja, yang menandai pergeseran zaman sekaligus meninggalkan pertanyaan: mengapa jembatan tua bisa bertahan lebih dari seabad?

Sangat berbeda dengan jembatan lama peninggalan masa kolonial Belanda yang menggunakan bata merah dengan struktur lengkung, Jembatan Merah lama menjadi contoh bagaimana konstruksi tradisional mampu bertahan puluhan bahkan ratusan tahun. Struktur lengkung bata merah tersebut dirancang untuk menyalurkan beban secara merata, sebuah teknik klasik yang terbukti sangat efektif.

Menariknya, pelebaran Jembatan Merah terjadi hampir berurutan waktunya dengan proyek pembangunan Jembatan Baja Bubulak. Sebuah fase transisi penting dalam sejarah infrastruktur Kota Bogor, ketika teknologi konstruksi mulai beralih dari bata merah ke baja.

Pembangunan Jembatan Baja Bubulak sendiri dilaksanakan pada masa kepemimpinan Wali Kota Achmad Sobana, S.H., periode 1979 - 1984. Masa ini menandai percepatan pembangunan kota yang menuntut infrastruktur lebih lebar dan kuat untuk menampung peningkatan volume kendaraan dan aktivitas ekonomi.

Di balik pembangunan jembatan baja tersebut, tersimpan banyak cerita dan pertimbangan teknis yang menarik untuk ditelusuri, mulai dari perubahan pola lalu lintas kota, pilihan material, hingga bagaimana warisan jembatan lama akhirnya harus memberi ruang bagi kebutuhan zaman.

Proyek pembangunan Jembatan Baja Bubulak ternyata tidak berjalan mulus sejak awal. Pelaksanaan pekerjaan sempat mengalami berbagai hambatan yang menyebabkan waktu penyelesaian tersendat.

Salah satu kendala utama terjadi pada tahap konstruksi jembatan, ketika sekitar 1.400 mur dan baut dinyatakan hilang dari total 13.000 buah yang dibutuhkan. Kekurangan komponen vital ini tentu berdampak langsung pada kelambatan pekerjaan struktur utama jembatan.

Selain itu, keterlambatan juga disebabkan oleh proses teknis yang mengharuskan menunggu kehadiran konsultan dari Belanda. Ketergantungan pada tenaga ahli asing menunjukkan bahwa pada masa itu, pembangunan jembatan baja masih memerlukan pengawasan dan perhitungan teknis yang sangat ketat.

Peristiwa ini memperlihatkan bahwa pembangunan infrastruktur modern di Bogor pada era tersebut bukan hanya soal material dan desain, tetapi juga soal koordinasi, logistik, dan ketergantungan pada keahlian luar negeri.

Foto 1: Jembatan Pangaduan sekitar tahun 1970
Foto 2: Jembatan besi Bubulak masa kini

15/12/2025

Gedung LIPI lama / BRIN di Jalan Juanda , Suasana Jalan Juanda tahun 1930.

Pasar Anyar sekitar tahun 1899-1910 Difoto dari arah (sekarang) Jalan Dewi Sartike ke arah Jl Ma Salmun.  Tampak Banguna...
13/12/2025

Pasar Anyar sekitar tahun 1899-1910
Difoto dari arah (sekarang) Jalan Dewi Sartike ke arah Jl Ma Salmun. Tampak Bangunan lama Pasar Anyar di sebelah kiri jalan.

03/12/2025

Beginilah wajah Sempur pada tahun 1930, ketika kawasan ini mengalami penataan ulang di masa Hindia Belanda. Rancangan Thomas Karsten, seorang perencana kota kolonial, membentuk Sempur menjadi ruang terbuka yang lebih tertata di sepanjang aliran Sungai Ciliwung. Meski dibuat dalam kerangka kebijakan kolonial, ruang ini kemudian diambil alih maknanya oleh warga Bogor sendiri, menjadi tempat berkumpul, berolahraga, dan menjalani kehidupan kota.

Video lengkap:
https://www.youtube.com/watch?v=KaZgsEEeNAc

Foto udara kawasan sekitar Istana bogor tahun 1930-1940. Keterangan peta ada di tiap tiap gambarnya.
02/12/2025

Foto udara kawasan sekitar Istana bogor tahun 1930-1940. Keterangan peta ada di tiap tiap gambarnya.

30/11/2025

KULINER SUNDA JAMAN PADJADJARAN
--
Kuliner Sunda pada masa Pajajaran menawarkan gambaran sederhana tentang bagaimana leluhur kita menikmati makanan sehari-hari. Berikut enam dari sekitar duapuluhan kuliner di naskah Sunda kuno Sanghyang Swawarcinta.

Hurang Dikĕmbang Dadap
Bahan utamanya hurang (udang) dan kuncup bunga dadap duri (cangkring). Kuncup bunga ini dengan bumbu sederhana yang tepat sudah lezat apalagi dimasak dengan hurang segar dari balik bebatuan sungai jernih di Tatar Pasundan. Ada pendapat maksudnya hurang dibumbu merah.

Paray Dikĕmbang Lopang
Perpaduan paray atau ikan wader dan lopang (oyong/gambas). Ada pendapat maksudnya paray dibumbu kuning. Ikan ini hidup di sungai kecil yang jernih atau pinggiran talaga. Berdaging lembut, tekstur renyah, beraroma gurih ketika dimasak dan menyerap rempah dengan baik. Ditambah lopang yang lembut dan segar menjadi kombinasi sempurna.

Lĕndi Dipais Bari
Lĕndi adalah sejenis lélé, lebih panjang dengan beberapa garis bintik kuning. Habitatnya di ranca, telaga dan sungai tenang dengan banyak flora air. Dipais artinya dipepes dan bari maksudnya disimpan semalam. Lĕndi yang bertekstur padat dan lembut itu dibumbui dan dibungkus daun, disimpan semalam sampai bumbunya meresap sempurna lalu dipepes.

Kancra Dilaksa-laksa
Kancra (Tor soro) termasuk endemik di sungai di Pasundan yang deras, jernih dan berbatu. Dengan rasa yang lezat, gurih, tekstur daging lembut dan minim serat, ikan ini sangat pas dipadu dengan kuah laksa segar kaya rempah seperti kunyit, ketumbar, kemiri, serai, dan santan.

Lélé dicocobék
Lélé kampung hidup di perairan tenang berlumpur, rawa, kolam, dan anak sungai. Memiliki tekstur daging padat, lembut dan rasa gurih, serta manis ringan. Lele yang sudah dipanggang dilumuri bumbu cobék dari garam, jahe, kencur, bawang putih, gula merah.

Hayam Bikang Dipapanggang
Mungkin maksudnya bakakak, berbahan hayam kampung bikang (ayam betina) yang kaya serat dan rendah lemak. Dipadu bumbu bawang putih, bawang merah, jahe, katuncar, laja, kemiri, kunyit dan pedes menghasilkan perpaduan rasa rempah yang unik dan aroma smoky yang khas.

Kuliner di atas menjadi teman sempurna nasi hangat baru diakeul dari aseupan dari paré huma yang diambil dari leuit.

Naskah ini hanya mencatat kuliner berbahan ikan dan ayam. Ikan cukup melimpah di perairan darat Tatar Sunda jaman itu. Sementara hayam dipelihara Urang Sunda sebagai tradisi austoasiatic berusia ribuan tahun. Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian mencatat salah satu indikator kesejahteraan adalah paranjé (kandang hayam) yang terisi.

Kendati demikian, sumber protein Urang Sunda mungkin lebih bervariasi. Pūrṇṇawarmaṇ pernah menghadiahkan 1000 ekor sapi. Tulang bovidae, cervidae dan suinae ditemukan di bekas wilayah Sunda Sĕmbawa. Fragmen Carita Parahyangan mencatat kéré, mungkin dari daging munding. Sementara Tome Pirés tahun 1500an mencatat banyak sekali babi, kambing, domba dan lembu di Negeri Sunda. Sementara bumbu yang tercatat diantaranya merica, cabé areuy, asĕm, uyah, konéng, dan jahé.

Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian mencatat olah kuliner Hareup Catra (chef), yaitu nyupar-nyapir, rara mandi, nyocobek, nyopong koneng, nyanglarkeun, nyarengseng, nyeuseungit, nyayang ku pedes, beubeuleuman, panggangan, kakasian, hahanyangan, rarameusan, diruruum, dan amis-amis.

Referensi:
Wartini, T., Ruhimat, M., Ruhaliah., Gunawan, A. 2011. Sanghyang Swawarcinta. Perpustakaan Nasional RI dan Pusat Studi Sunda.

Prasasti Ciaruteun abad ke-5, Sungai Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto oleh Isidore v...
29/11/2025

Prasasti Ciaruteun abad ke-5, Sungai Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto oleh Isidore van Kinsbergen (1821 - 1905), akhir abad ke-19.
Prasasti Ciaruteun atau dikenal juga sebagai Prasasti Ciampea, adalah prasasti batu abad ke-5 yang ditemukan di dasar Sungai Ciaruteun, anak Sungai Cisadane, tak jauh dari pusat Kota Bogor. Prasasti ini berasal dari masa Kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan Hindu tertua dalam sejarah Indonesia. Prasasti tersebut menyatakan bahwa Raja Purnawarman adalah penguasa Tarumanagara.

Praktik Supranatural di Tanah SundaSebagai masyarakat yang keberadaannya telah melampaui satu milenium, Urang Sunda tent...
28/11/2025

Praktik Supranatural di Tanah Sunda

Sebagai masyarakat yang keberadaannya telah melampaui satu milenium, Urang Sunda tentu memiliki tradisi supranatural sebagaimana banyak kebudayaan tua lainnya. Sejak dulu, manusia Sunda hidup berdampingan dengan dunia yang kasatmata maupun yang tak terlihat: mereka berbicara dengan yang gaib, memberi sesajen di tempat-tempat tertentu, memercayai kekuatan mantra, menjalani ritual, serta menghormati benda-benda yang diyakini berdaya tuah.

Kapan persisnya praktik-praktik ini mulai dikenal? Saya sendiri tidak memiliki datanya. Namun beberapa naskah Sunda Kuna memberikan gambaran yang cukup jelas. Dalam Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian, misalnya, disebutkan:

“Hayang nyaho di sakweh ning aji mantra ma: jampa-jampa, geugeuing, susuratan, sasaranaan, kaseangan, pawayagahan, puspaan, susudaan, hurip-huripan, tunduk iyem, pararasen, pasakwan; sing sawatek aji ma sang brahmana tanya.”

Apakah “mantra” yang disebutkan dalam naskah itu sama seperti mantra asihan, jangjawokan, ajian, singlar, rajah, atau jampe yang kita kenal sekarang? Saya tidak bisa memastikan. Namun karena naskah tersebut merupakan pedoman hidup pada zamannya, mungkin mantra dalam konteks itu lebih bersifat religius daripada sekadar magis-praktis.

Jejak praktik supranatural juga tampak dalam Warugan Lemah, naskah yang membahas tata letak permukiman Sunda. Di sana disebutkan ritual memasak daging gagak pada hari Selasa Manis untuk menetralkan pamali apabila rumah atau kota membelakangi bukit:

“Lamunna dayeuh nukangkeun bukit, pamalina rusak kulakadang. Panyudana gogolang lima tumpang di hulu dayeuh laukna gagak poéna Anggara Manis.”

Catatan lain datang dari tahun 1687. Pada bulan September tahun itu, Pieter Scipio menuliskan bahwa beberapa anggota ekspedisinya melakukan doa dan membakar kemenyan di reruntuhan Pakwan—sebuah gambaran bahwa ritual gaib bukan hanya dilakukan oleh masyarakat desa, tetapi juga oleh kelompok-kelompok yang berhubungan dengan pemerintahan kolonial.

Selain itu, dikenal p**a praktik tĕluh, yaitu usaha mencelakai orang melalui mantra dan serangkaian ritual tertentu. Istilah ini sudah tercatat dalam A Dictionary of The Sunda Language of Java (1862), menandakan bahwa praktik tersebut sudah lama hidup dalam tradisi tutur Sunda.

Praktik mistis juga tercatat dalam buku buku Pleyte tahun 1911 saat ia mengunjungi situs purwakalih untuk kedua kalinya ( ia menyebutnya Purwa Galih) yang sebelumnya tidak bercungkup, kini sudah bercungkup dan diberi pagar yang ternyata dilakukan oleh seorang peziarah yang mengaku sudah terkkabulkan keinginannya.

Beberapa tanaman juga dipercaya memiliki kekuatan magis, misalnya panglay (Zingiber cassumunar) dan jaringau (Acorus calamus), yang sering digunakan dalam ritual atau sebagai pelindung diri.

Di masa kini, hal-hal demikian kerap dikaitkan dengan pananyaan (panarosan) dan dukun. Padahal, istilah dukun sendiri dulu jauh lebih luas: ada dukun beranak, dukun pijet, dukun sunat, dukun siwer (pawang hujan), dan masih banyak lagi. Kini, maknanya menyempit menjadi sekadar seseorang yang terkait dengan praktik supranatural.

Beberapa kisah modern bahkan terdengar lebih unik lagi. Pada tahun 2006, seorang praktisi supranatural melakukan prosesi santet yang ditujukan kepada Presiden AS George W. Bush ketika ia berkunjung ke Istana Bogor. Ia bahkan membentangkan spanduk bertuliskan “Semoga Bush kesurupan dan kena santet.” Bagaimana hasilnya? Entahlah.

Ada p**a cerita tentang pencuri yang nekat melancarkan aksinya tanpa sehelai benang, mungkin percaya pada semacam ilmu leungit. Hasilnya: ia terekam sangat jelas oleh CCTV. Dan yang terbaru, kasus hilangnya seseorang di Cadas Pangeran, yang oleh kuncen disebut dicandak ku oray koneng, namun fakta akhirnya jauh dari narasi mistis tersebut.

Referensi:
Aditia Gunawan. 2010. Warugan Lemah: Pola Pemukiman Sunda Kuna.
Drs. Atja dan Drs. Saleh Danasasmita. 1981. Sanghyang Siksakanda Ng Karesian.
Jonathan Rigg. 1862. A Dictionary of The Sunda Language of Java.
C.M Pleyte . 1911.Het Jaartal op en Batoe-Toelis nabij Buitenzorg.
Saleh Danasasmita (2014). Mencari Gerbang Pakuan.

Jalan Raya Ciawi tahun 1947. Melihat arah Gn Pangrango dari posisi pemofo, kemungkinan foto ini diambil di sekitar Jl  R...
27/11/2025

Jalan Raya Ciawi tahun 1947.
Melihat arah Gn Pangrango dari posisi pemofo, kemungkinan foto ini diambil di sekitar Jl Raya Wangun Ciawi.

Address

Bogor

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Bogor Tempo Doeloe posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Bogor Tempo Doeloe:

Share