Arman Budiyono

Arman Budiyono Tahun 2016 Ditinggal mati oleh Istri Terakhir Felisha. Menduda 9 Tahun.

Pribadi yg simpel, sederhana, dan apa adanya.
15 Agustus 90
Duda anak 1 perempuan
Ayah dari Rachel Fitria (Usia 14 Tahun)
2 x Menikah:
Cerai hidup tahun 2014 dengan Mamahnya Rachel.

Negara berutang tanpa rem, Defisit APBN 2026 diproyeksi akan terus melebar hingga Rp 750 Triliun.Oleh : Arman Budiyono.D...
19/12/2025

Negara berutang tanpa rem, Defisit APBN 2026 diproyeksi akan terus melebar hingga Rp 750 Triliun.

Oleh : Arman Budiyono.

Defisit APBN 2026 diproyeksi akan terus melebar. Tekanan fiskal yang tidak terselesaikan di 2025 justru diperkirakan berlanjut dan memburuk pada tahun berikutnya. Defisit anggaran diperkirakan berada di kisaran Rp 700 triliun hingga Rp 750 triliun, sebuah level yang menandai semakin jauhnya APBN dari prinsip kehati-hatian fiskal.

Pelebaran defisit ini menjadi sinyal bahwa negara belum mampu keluar dari pola lama, yakni menutup ketimpangan pendapatan dan belanja dengan utang baru. Ketika defisit membesar, kebutuhan pembiayaan otomatis melonjak, dan pada 2026 pemerintah hampir pasti kembali membanjiri pasar dengan surat utang negara.

Dengan defisit yang meningkat dan beban surat utang jatuh tempo yang sangat besar, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) secara bruto pada 2026 diperkirakan dapat mencapai sekitar Rp 1.585 triliun. Level ini mencerminkan tekanan pembiayaan yang akut, sekaligus memperlihatkan betapa APBN semakin bergantung pada pasar obligasi untuk sekadar bertahan.

Dalam kondisi seperti ini, ruang penurunan imbal hasil SBN menjadi semakin sempit. Pasokan SBN yang besar berisiko membuat pergerakan yield menjadi kaku, bahkan tertahan di level tinggi, meskipun arah kebijakan moneter masih cenderung longgar. Pasar obligasi tidak hanya merespons suku bunga acuan, tetapi juga volume suplai dan persepsi risiko fiskal.

Jika penerbitan surat utang pemerintah terus meningkat akibat defisit yang melebar, maka logika pasar akan bekerja dengan sederhana, yaitu suplai naik, risiko meningkat, dan investor menuntut kompensasi yang lebih tinggi. Akibatnya, yield sulit turun, bahkan berpotensi berbalik naik, terlepas dari peluang penurunan suku bunga acuan.

Proyeksi ekonom memang memperkirakan yield SBN tenor 10 tahun pada 2026 berada di kisaran 5,6 hingga 6,2 persen, lebih rendah dibanding asumsi pemerintah dalam APBN yang berada di level 6,9 persen. Namun proyeksi ini tampak semakin sulit jika dikonfrontasikan dengan realitas pembiayaan. Banjir SBN berpotensi menahan penurunan yield di pasar, membuat optimisme tersebut lebih menyerupai harapan daripada kepastian.

Pelebaran defisit APBN 2026 pada akhirnya akan memperlihatkan jebakan struktural yang semakin dalam. Negara terpaksa menerbitkan utang baru bukan untuk mempercepat pembangunan, melainkan untuk menutup defisit lama dan membayar kewajiban jatuh tempo. APBN berubah fungsi, dari instrumen pembangunan menjadi mesin refinancing yang bekerja tanpa henti.

Dalam jangka menengah, kondisi seperti ini akan menggerus fleksibilitas fiskal. Beban bunga utang akan menyita porsi belanja yang semakin besar, menyempitkan ruang bagi belanja produktif dan perlindungan sosial. Ketika itu terjadi, APBN tidak lagi menjadi bantalan ekonomi, melainkan sumber kerentanan terhadap krisis ekonomi.

Defisit yang terus melebar, penerbitan SBN yang masif, dan yield yang terjebak adalah kombinasi berbahaya. Jika tidak ada koreksi kebijakan yang serius, APBN 2026 berpotensi menjadi titik di mana risiko fiskal tidak lagi bersifat laten, tetapi mulai terasa nyata di pasar dan di kehidupan ekonomi masyarakat.

Lambat laun kita semua akan menyaksikan, krisis fiskal yang dipelihara oleh defisit yang dibiarkan melebar, hingga suatu hari ruang kebijakan benar-benar habis dan negara tak lagi punya pilihan selain membayar harga dari kelalaian yang ditumpuk bertahun-tahun.

Lebih buruknya lagi, beban bunga yang terus membesar akan menggerogoti APBN dari dalam. Setiap tahun, porsi belanja negara yang habis untuk membayar bunga dan pokok utang akan semakin besar, sementara ruang untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur produktif, dan perlindungan sosial semakin menyempit. Negara akan terjebak dalam kondisi membiayai utang masa lalu, bukan menyiapkan masa depan bagi anak bangsa.

Ketika belanja produktif dikorbankan demi membayar utang, pertumbuhan ekonomi akan kehilangan daya dorongnya. Basis penerimaan negara tidak tumbuh, sementara kebutuhan belanja tetap meningkat. Lingkaran setan fiskal mulai terbentuk, defisit melahirkan utang, utang melahirkan beban bunga, beban bunga melahirkan defisit baru.

Dalam kondisi seperti ini, setiap guncangan kecil bisa berdampak sangat besar. Perlambatan ekonomi global, pelemahan rupiah, atau penurunan minat investor terhadap SBN dapat langsung memukul stabilitas fiskal. APBN kehilangan perannya sebagai penyangga ekonomi, dan justru menjadi saluran transmisi krisis.

APBN 2026, dengan defisit yang kian melebar dan ketergantungan ekstrem pada utang, berpotensi menjadi titik balik yang kelam. Bukan karena satu kebijakan yang keliru, tetapi karena akumulasi kelalaian yang dibiarkan terlalu lama di era presiden sebelumnya. Negara berjalan terus dengan keyakinan palsu bahwa semuanya masih terkendali, padahal fondasi fiskalnya semakin rapuh dan pendapatan negara semakin seret.

Ketika semua batas itu tercapai, krisis fiskal nantinya tidak akan diumumkan secara resmi. Krisis Fiskal akan hadir dalam bentuk yang lebih sunyi namun menyakitkan, belanja publik yang akan dipangkas, pajak yang tentunya akan dinaikkan, daya beli yang semakin tertekan, dan kesejahteraan yang perlahan terkikis dan menekan ekonomi masyarakat khususnya kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Saat itulah rakyat akan menyadari bahwa defisit yang dulu dianggap wajar, utang yang disebut aman oleh Purbaya, dan APBN yang dulu diklaim stabil ternyata hanyalah penundaan dari konsekuensi yang kini harus dibayar mahal.

(Arman Budiyono).

Oleh : Arman Budiyono.Defisit APBN 2026 diproyeksi akan terus melebar. Tekanan fiskal yang tidak terselesaikan di 2025 justru diperkirakan berlanjut d

"Negara makin parah dipimpin Presiden Prabowo, Menjelang tutup tahun 2025 APBN Tekor Rp 560,3 Triliun. Atau defisitnya n...
18/12/2025

"Negara makin parah dipimpin Presiden Prabowo, Menjelang tutup tahun 2025 APBN Tekor Rp 560,3 Triliun. Atau defisitnya naik 52,5 Triliun, lebih parah 10,34% dibandingkan tahun 2024."

Oleh : Arman Budiyono.

Menjelang penutupan tahun anggaran 2025, kondisi fiskal Indonesia justru memperlihatkan sinyal yang makin mengkhawatirkan. Defisit APBN hingga 30 November 2025 tercatat mencapai Rp 560,3 triliun, setara 2,35% terhadap PDB. Sebuah kemunduran serius dibandingkan tahun sebelumnya, ketika defisit berada di level Rp 507,8 triliun. Artinya, dalam satu tahun, lubang defisit melebar Rp 52,5 triliun atau memburuk sekitar 10,34%.

Data ini kian mencerminkan kegagalan negara dalam mengelola keseimbangan antara pendapatan dan belanja. Pendapatan negara hingga akhir November 2025 hanya mencapai Rp 2.351,5 triliun, sementara belanja sudah menembus Rp 2.911,8 triliun. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa mesin belanja negara terus dipaksa berlari, sementara kemampuan negara untuk mengisi kas justru sempoyongan.

Yang lebih mengkhawatirkan, capaian pendapatan baru 82,1% dari outlook, hampir sejalan dengan realisasi belanja yang sudah 82,5%. Ini menandakan bahwa hingga mendekati akhir tahun, tidak ada ruang signifikan untuk memperbaiki posisi fiskal. Negara sepertinya sudah pasrah menerima defisit sebagai keniscayaan.

Struktur pendapatan pun menyimpan problem laten. Penerimaan pajak sebesar Rp 1.634,4 triliun masih menjadi tulang punggung, namun pertumbuhannya tampak tidak cukup kuat untuk mengimbangi agresivitas belanja. Kepabeanan dan cukai (Rp 269,4 triliun) serta PNBP (Rp 444,9 triliun) juga belum mampu menjadi penopang alternatif yang signifikan. Ini mengindikasikan bahwa diversifikasi sumber pendapatan negara masih lemah, sementara ketergantungan pada pajak tetap tinggi.

Di sisi belanja, pemerintah pusat menghabiskan Rp 2.116,2 triliun, ditambah transfer ke daerah Rp 795,6 triliun. Dari perspektif Ekonomi, besarnya belanja ini belum tentu sebanding dengan kualitas output yang dihasilkan. Defisit yang terus membesar menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah belanja negara benar-benar produktif, atau sekadar menjadi biaya rutin yang membengkak tanpa dampak struktural bagi ekonomi?

Pembiayaan defisit berarti penambahan utang atau pengurasan sumber daya fiskal di masa depan. Dalam konteks kepemimpinan Presiden Prabowo, kondisi ini dapat dibaca sebagai sinyal awal bahwa arah kebijakan fiskal belum menunjukkan disiplin dan kehati-hatian yang memadai, kebijakan yang dibuat masih terlihat serampangan.

Dari data ini terlihat jelas bahwa APBN 2025 tampak berjalan tanpa rem, tanpa visi keberlanjutan, dan tanpa rasa urgensi. Negara berbelanja seolah sumber daya tak terbatas, padahal fondasi pendapatannya seret dan tidak tumbuh secepat pengeluarannya.

Purbaya mengatakan, bahwa 2,35% terhadap PDB dijadikan dalih kondisi masih “aman”. Padahal, di balik persentase itu tersembunyi fakta pahit yang masyarakat harus tau. Yakni, negara secara sadar hidup dari kekurangan pendapatan, dan kekurangan itu terus membesar dari tahun ke tahun. Purbaya melihat Defisit ini bukan lagi dipandang sebagai instrumen darurat, melainkan kebiasaan yang diwariskan dari presiden sebelumnya.

Struktur APBN 2025 menunjukkan ketergantungan akut pada pembiayaan. Ketika pendapatan mentok di 82,1% dan belanja sudah telanjur di 82,5%, ruang fiskal praktis telah habis. Negara tidak lagi punya bantalan jika terjadi guncangan ekonomi, bencana besar, atau krisis global. APBN menjadi rapuh, mudah retak, dan sangat rentan terjadi krisis ekonomi.

Tanpa kita sadari, bahwa setiap rupiah defisit hari ini adalah pajak tertunda yang kelak harus dibayar oleh generasi berikutnya, oleh rakyat, oleh anak-cucu kita, dengan bunga dan konsekuensi sosial yang jauh lebih mahal.

Belanja negara yang mencapai Rp 2.911,8 triliun pun patut dicurigai efektivitasnya. Jika belanja sebesar ini benar-benar produktif, semestinya pendapatan negara terdongkrak lebih signifikan. Namun fakta berbicara sebaliknya? Belanja membengkak, pendapatan tertinggal, defisit melebar. Ini menimbulkan kesan bahwa APBN lebih berfungsi sebagai alat politik dan stabilisasi jangka pendek, bukan instrumen pembangunan jangka panjang.

APBN 2025 makin mencerminkan negara yang kehilangan orientasi, berani berutang, berani belanja, tetapi ragu membangun basis penerimaan yang kuat dan berkelanjutan. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, defisit yang memburuk ini menjadi sinyal bahwa disiplin fiskal belum menjadi prioritas utama.

Defisit demi defisit, utang demi utang, hingga suatu saat nanti APBN tidak akan lagi mampu menjadi alat penyangga ekonomi, melainkan justru menjadi sumber instabilitas itu sendiri.

(Arman Budiyono)

Oleh : Arman Budiyono.Menjelang penutupan tahun anggaran 2025, kondisi fiskal Indonesia justru memperlihatkan sinyal yang makin mengkhawatirkan. Defis

Cara Presiden Prabowo Menghabisi KKB di Papua, Tanami Sawit dan Singkong !!!!Oleh : Arman Budiyono.Kali ini saya sependa...
18/12/2025

Cara Presiden Prabowo Menghabisi KKB di Papua, Tanami Sawit dan Singkong !!!!

Oleh : Arman Budiyono.

Kali ini saya sependapat dengan Presiden Prabowo untuk menggantikan hutan Papua dengan Sawit dan singkong.
Sudah terlalu banyak benalu di Papua sana yang ingin merdeka dari NKRI.
Bendera OPM berkibar hampir di rumah-rumah penduduk.

Seringkali juga bendera Israel disandingkan dengan bendera OPM tersebut.

Lebih lanjut, nantinya tanah-tanah yang selama ini menjadi ruang hidup, jalur tradisional, dan benteng alam masyarakat Papua perlahan akan diubah oleh Presiden menjadi hamparan perkebunan kelapa sawit dan singkong.

Kamuflase atas nama pembangunan, ketahanan pangan, dan stabilitas nasional, hutan dibuka, pohon-pohon ditebang, dan ekosistem yang selama ratusan tahun menjadi bagian dari identitas Papua akan dipreteli. Dalam logika negara, ini disebut kemajuan. Namun bagi masyarakat adat, ini adalah penghapusan hutan.

Dengan hilangnya hutan, KKB akan kehilangan tempat bersembunyi mereka, inilah alasan mengapa kali ini saya setuju dengan ide presiden tersebut. Tetapi konsekuensi dari semua itu yang luput dibicarakan adalah, masyarakat Papua juga akan kehilangan ruang hidupnya. Mereka akan kehilangan sumber pangan alami, obat-obatan tradisional, serta ikatan kultural yang tidak bisa digantikan oleh barisan sawit atau ladang singkong monokultur.

Pendekatan ini menjadikan konflik Papua bukan lagi sekadar persoalan keamanan, dan ancaman pemberontakan bersenjata, melainkan persoalan struktural. Ketika tanah nanti dikuasai, ketika ekonomi dikendalikan oleh korporasi besar, dan ketika masyarakat adat dipaksa beradaptasi dengan sistem yang bukan milik mereka, maka habislah sudah!

Menanam sawit dan singkong mungkin bisa meredam konflik dalam jangka pendek. Termasuk untuk menghabisi kelompok-kelompok pemberontak bersenjata.
Hilangnya hutan, berarti hilangnya benteng perlindungan bagi masyarakat Papua.
Bencana Alam akan mudah terjadi, lebih cepat dan lebih sering.
Tapi pertanyaannya, apakah itu akan menyelesaikan akar masalah, atau justru menggantinya dengan konflik baru yang lebih senyap? Konflik yang nantinya tidak lagi menggunakan dentuman senjata, tetapi melalui kemiskinan struktural, ketimpangan, dan hilangnya martabat, serta mempermudah terjadinya bencana alam dahsyat.

Ketika hutan-hutan Papua nantinya ditebang, hutan-hutan nya digantikan dengan kebun sawit dan singkong, tanah Papua akan otomatis kehilangan daya serap. Ketika sungai disempitkan, banjir menjadi keniscayaan. Ketika lereng-lereng dibuka tanpa kendali, longsor tinggal menunggu hujan pertama. Dalam kondisi seperti ini, bukan hanya kelompok bersenjata yang kehilangan tempat berlindung, seluruh Wilayah di Papua dijadikan ladang bahaya.

Bencana alam lalu bekerja sebagai “algojo tanpa seragam”. Ini tidak bisa diprotes, tidak bisa dituntut, dan tidak bisa diseret ke pengadilan HAM. Longsor menutup jalur persembunyian mereka. Banjir akan menghanyutkan logistik. Kelaparan muncul karena rusaknya sumber pangan alami. Wilayah konflik menjadi wilayah tak layak huni.

Dalam logika kekuasaan, ini memang efektif. Tidak perlu menyebut operasi militer dengan skala besar. Tidak perlu laporan korban tembak. Cukup ubah bentang alam, maka perlawanan akan melemah dengan sendirinya. Pemberontak kelelahan. Rakyat terdesak. Alam menjadi senjata mematikan untuk menghabisi mereka.

Namun strategi ini menyimpan kejahatan yang lebih besar, ini akan menghukum semua orang tanpa pandang bulu. Anak-anak, perempuan, masyarakat adat, semuanya akan menjadi korban. Negara mungkin mengklaim sedang memukul kelompok-kelompok pemberontak bersenjata, tetapi yang sebenarnya dihancurkan adalah fondasi hidup Papua itu sendiri.

(Arman Budiyono).

Jika saatnya tiba nanti, kita akan buatkan jaket dan t-shirt keren bergambarkan "Anak Abah Anies" !!!Hmm ... Dari design...
17/12/2025

Jika saatnya tiba nanti, kita akan buatkan jaket dan t-shirt keren bergambarkan "Anak Abah Anies" !!!
Hmm ... Dari design dan gambar terlihat segar dan menarik 😘

🚚 Kiriman harus cepat sampai?Jangan tunggu lama!!!STOP buang waktu nunggu driver! ❌Pilih FITUR PRIORITAS LALAMOVE ✅⚡ Dri...
15/12/2025

🚚 Kiriman harus cepat sampai?
Jangan tunggu lama!!!

STOP buang waktu nunggu driver! ❌

Pilih FITUR PRIORITAS LALAMOVE ✅

⚡ Driver Match lebih cepat
📦 Kiriman langsung dijemput
🔥 Kiriman sampai tanpa drama
💰 Harga tetap lebih murah dibandingkan tarif normal aplikasi lain.

👉 PILIH PRIORITAS dan rasakan pengalaman pengantaran ekstra cepat!!!!

Lalamove siap 24/7
Mau kirim apa pun, kapan pun!!!

Note :
Tarif Reguler dengan tanda petir ke bawah dan Tarif Pooling adalah pengiriman lebih dari 1 pengguna.
Driver berhak menunda pengiriman hingga terkumpul 2-3 orderan searah.

📲 Download sekarang di App Store & Google Play.

12/12/2025

Bpk. Presiden Prabowo Subianto yang terhormat 🙏

Kebijakan tata kelola hutan dan arah pembangunan yang Bapak pilih, termasuk perluasan masif perkebunan sawit, kian menjadi sorotan publik. Banyak yang menilai bahwa pendekatan tersebut mengabaikan keseimbangan ekologis yang selama ini menjadi benteng alami masyarakat di wilayah rawan bencana. Pandangan bahwa “perkebunan sawit dapat menggantikan hutan” terbukti menghadirkan konsekuensi mahal yang kini dipikul rakyat. Seribuan jiwa tewas dihantam bencana alam banjir bandang, dan puluhan juta masyarakat ikut terdampak.

Jika Bapak benar seorang prajurit yang menjunjung tinggi kehormatan, keberanian, dan tanggung jawab, nilai-nilai yang selalu Bapak gaungkan sendiri, maka kini rakyat menunggu langkah ksatria dari seorang pemimpin.

Mundur dari jabatan Presiden adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban tertinggi seorang negarawan. Sebuah pilihan yang tidak hanya menunjukkan penyesalan, tetapi juga keberanian untuk menerima bahwa ada kebijakan yang melukai rakyat yang seharusnya dilindungi.

Negeri ini butuh pemimpin yang berani berdiri di hadapan rakyatnya dan berkata :
“Saya bertanggung jawab atas seribuan jiwa yang melayang."

Dan bila Bapak memilih jalan itu, sejarah akan mencatatnya bukan sebagai kelemahan, tetapi sebagai kehormatan seorang kesatria sejati.

12/12/2025

Tonton sampai habis !!!!
Kamu wajib tau, siapa biang kerok bencana alam banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumut, Sumbar dan Sekitarnya!!!!

"Hutan dibabat, dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit."

Video panjang membahas persoalan bencana alam ini ada di akhir tayangan.
Tonton sampai habis!!!

Termul Gendut, Termul Jangkung, dan Termul ireng sengaja "menggoreng" IHSG di tengah fundamental ekonomi Indonesia yang ...
08/12/2025

Termul Gendut, Termul Jangkung, dan Termul ireng sengaja "menggoreng" IHSG di tengah fundamental ekonomi Indonesia yang carut-marut akibat bencana alam.

Oleh : Arman Budiyono.

Di tengah bencana besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan wilayah sekitarnya, seharusnya perekonomian nasional berada pada fase tekanan yang cukup berat. Dengan jutaan masyarakat terdampak, kerusakan infrastruktur, perpindahan penduduk, hingga gangguan aktivitas ekonomi, seharusnya pelaku pasar memandang situasi ini sebagai risiko serius terhadap stabilitas perekonomian Indonesia.

Dalam kondisi normal, indeks pasar saham seperti IHSG biasanya akan bergerak turun ketika terjadi bencana besar. Investor terutama investor asing, umumnya bereaksi hati-hati. Mereka melihat potensi penurunan konsumsi, terganggunya rantai pasok, peningkatan belanja negara untuk penanganan bencana, serta potensi tekanan pada APBN dan sektor-sektor kunci.

Namun kenyataan yang terjadi beberapa hari terakhir justru berbeda.
Alih-alih melemah, IHSG malah terlihat terus bergerak naik, seakan tidak terpengaruh situasi nasional yang sedang tidak stabil. Kenaikan ini membuat banyak pihak bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi?

Kondisi ini terasa janggal karena :

1. Fundamental ekonomi sedang tertekan.
Aktivitas ekonomi di beberapa provinsi terganggu, sementara biaya pemulihan bencana diperkirakan sangat besar.

2. Arus modal asing mestinya keluar, bukan masuk. Dalam situasi penuh ketidakpastian, investor global biasanya memilih aset yang lebih aman.

3. Sentimen publik dan pelaku usaha sedang turun. Dengan adanya bencana besar, persepsi risiko meningkat biasanya membuat pasar saham melemah.

Namun IHSG tetap naik ?
Ada apa? Apakah ini sengaja digoreng oleh Termul Gendut dan Termul Jangkung? Dan juga Termul Ireng?

Kenaikan ini membuat sebagian pengamat termasuk saya menilai bahwa pergerakan IHSG menjadi tidak wajar dan tidak lagi mencerminkan kondisi ekonomi riil.

Ada kesan bahwa indeks ini “digoreng” oleh kekuatan besar di belakang layar, entah itu melalui pembelian masif oleh institusi dalam negeri, kebijakan tertentu, atau intervensi yang tujuannya mempertahankan citra stabilitas ekonomi, yang seolah-olah sedang baik-baik saja.

Jika benar demikian, maka kondisi seperti ini justru sangat berbahaya.
Pasar yang naik tidak berdasarkan fundamental yang sesungguhnya diibaratkan seperti balon yang dipaksa mengembang. Cepat atau lambat, tekanan dari dalam akan membuatnya pecah. IHSG bisa saja terlihat sedang fase uptrend akhir-akhir ini, namun ketika pasar global menyadari ketidaksesuaian ini, koreksi yang terjadi bisa jauh lebih tajam dari yang dibayangkan nantinya.

Sebagian analis independen bahkan mulai memberi peringatan, jika IHSG tidak mengikuti kondisi ekonomi riil, maka penurunan drastis suatu saat nanti tinggal menunggu waktu.
Pasar tidak bisa terus-menerus ditahan. Ketika mekanisme pasar akhirnya bekerja, maka pelemahannya bisa lebih dalam dibanding kondisi normal.

Dalam situasi bencana nasional, fokus pemerintah semestinya mengarah pada pemulihan masyarakat, bukan pada citra pasar modal.
Dan bagi kita yang mengikuti perkembangan IHSG, penting untuk melihat situasi ini dengan lebih jernih, kenaikan di tengah bencana bukanlah tanda yang wajar, melainkan tanda bahwa ada yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ada yang sengaja "menggoreng".

(Arman Budiyono).

Address

Jalan Pendidikan Cilebut Alfamidi Super
Bogor
16710

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Arman Budiyono posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Arman Budiyono:

Share