RHB Store

RHB Store DM for Credit/Removal https://www.tiktok.com/?lang=id-ID

12/07/2025

Celebrating my 6th year on Facebook. Thank you for your continuing support. I could never have made it without you. 🙏🤗🎉

05/06/2025
"Titik Koma di Antrian Pertama"Panas terik menggigit kulit saat Laras menatap antrian panjang di bengkel resmi Kawasaki....
03/05/2025

"Titik Koma di Antrian Pertama"

Panas terik menggigit kulit saat Laras menatap antrian panjang di bengkel resmi Kawasaki. Motor barunya, Ninja 250 hijau metalik yang masih berbau plastik fresh, terparkir di urutan ketujuh. *Servis perdana*, begitu kata sales-nya, wajib dilakukan tepat 1.000 km. Tapi siapa sangka hari Sabtu pagi ini bengkel sesak seperti pasar malam.

"Dua jam cuma untuk ganti oli?" gerutunya sambil mengetuk-ngetuk helm di pangkuan. Bau solar dan gemericik kunci inggris dari bengkel belakang membuat kepalanya semakin cenat-cenut.

Di seberang ruang tunggu, Arga menyeka peluh di leher dengan kain lap biru kotor. Seragam teknisi berlogo sayap merah itu lekat di tubuhnya yang atletis. Matanya tertumbuk pada gadis berkulit kayu manis yang sedang menggerutu itu. Ninja hijau di depannya persis seperti motor yang harusnya dia tangani hari ini - kalau saja antrian tak membuatnya harus membantu bagian administrasi.

"Kopi gratis buat obat ngantuk," suaranya tiba-tiba menggema di telinga Laras. Sebuah gelas kertas berembun dingin terulur di depan wajahnya.

Laras menengok. Sorot mata pria itu seperti LED kuning di dasbor motornya - hangat tapi menyimpan cerita. "Teknisi sekaligus barista?" sindirnya, tapi tangan sudah menerima kopi susu itu.

"Teknisi multi-fungsi," Arga tersenyum, jari berminyaknya dengan lihai memutar pulpen di saku. "Arga. Spesialis mesin 4 tak dan pembuat kopi ampas."

Percakapan mereka tersendat-sendiat seperti mesin karburator tua. Laras tahu itu. Tapi entah mengapa, tawa mereka tiba-tiba menyatu ketika Arga menceritakan bagaimana seorang pelanggan pernah membawa motor mogok hanya karena lupa isi bensin.

"Kau mahasiswa?" tanya Arga sambil menyelinap duduk di kursi plastik sebelahnya. Bau solar di bajunya bercampur aroma citrus samar dari parfum murah.

"Farmasi Unair. Tapi lebih s**a otak-atik mesin daripada rumus kimia," jawab Laras, jari mungilnya tak sengaja menyentuh luka bakar kecil di tangan Arga. "Kau?"

"Dropout teknik mesin. Lebih memilih bercinta dengan piston daripada dosen killer."

Hari bergulir seperti rantai roda yang licin oleh gemuk. Saat antrian akhirnya tiba, Arga dengan cekatan membuka fairing Ninja hijau itu. Jarinya yang kasar menari di antara kabel-kabel, sesekali melemparkan lelucon tentang busi yang "kesepian". Laras tak sadar telah menghabiskan tiga gelas kopi dan dua jam memandangi cara pria itu memperlakukan mesin seperti pianist memainkan grand piano.

"Ada yang salah dengan ECU?" tanyanya saat melihat kerutan di dahi Arga.

"Justru terlalu sempurna," jawabnya sambil menyodorkan tablet berisi data diagnostik. "Seperti pemiliknya."

Matahari mulai condong ketika Laras hendak membayar. Tangan Arga tiba-tiba menahan smartphone-nya. "Servis perdana gratis," bisiknya. "Tapi ada syaratnya."

"Ya?"

"Besok pagi. Aku jamin antrian terpendek untuk servis kedua." Di layar ponselnya, kontak baru bernama "Bengkel Hati" muncul dengan nomor yang diakhiri tiga emoji piston berdetak.

Di luar, Ninja hijau mengaum lembut. Laras tersipu ketika menemukan stiker "Race Recommended" baru di jok motornya - persis di sebelah tiket bioskop yang tertulis "Sabtu depan? 7PM?" dengan coretan gambar kunci inggris dan hati.

"Kedai Senja dan Kenangan yang Bersemi Kembali"**Di sudut kota yang ramai, Arka (39 tahun) menjalani hari-harinya dengan...
26/04/2025

"Kedai Senja dan Kenangan yang Bersemi Kembali"**

Di sudut kota yang ramai, Arka (39 tahun) menjalani hari-harinya dengan rutinitas yang tenang. Bersama Rara, istrinya yang penuh perhatian, dan Lila (8 tahun), putri mereka yang ceria, hidupnya terasa lengkap. Namun, di balik senyum hangatnya, tersimpan kenangan tentang Siska, mantan kekasihnya semasa kuliah. Mereka berpisah bukan karena kebencian, tapi karena jalan hidup yang berbeda: Siska memilih merantau ke luar negeri, sementara Arka memutuskan mengurus orangtuanya yang sakit-sakitan.

Suatu sore, Arka mengajak Lila ke Kedai Senja, kafe kecil yang dindingnya dipenuhi lukisan musim gugur. Tempat itu mengingatkannya pada Siska. Dulu, mereka sering duduk di pojok dekat jendela, berbagi cerita sambil menikmati kopi tubruk. Saat Lila asyik menggambar di buku sketsanya, telinga Arka menangkap melodi lembut lagu "Kau dan Kenangan" dari speaker kafe. Dadanya sesak. Ia tak menyangka Siska tiba-tiba muncul di depan meja mereka, membawa anak lelaki berusia 7 tahun yang mirip sekali dengan wajahnya dulu.

"Arka? Lama sekali," ucap Siska dengan senyum yang masih sama hangatnya. Mereka berbincang singkat tentang keluarga masing-masing. Siska kini menjadi dosen di Singapura, suaminya seorang insinyur, dan putra mereka, Bima, ternyata menyukai lukisan seperti Lila. Percakapan mereka diwarnai tawa ringan, tanpa beban. Saat hendak berpamitan, Siska meletakkan tangan di bahu Arka, "Kita memilih dengan benar, bukan? Lihatlah, kau bahagia."

Sepanjang perjalanan pulang, Lila terus bercerita tentang Bima yang mengajarinya menggambar kapal luar angkasa. Arka menyadari sesuatu: kenangan tentang Siska memang akan selalu ada sebagai bagian dari hidupnya, tapi itu tidak menggerus cintanya pada Rara dan Lila. Di teras rumah, Rara menyambut mereka dengan mangkuk bakso hangat. Saat menatap istri dan anaknya yang sedang tertawa, Arka tersenyum lega. Ia mungkin akan selalu ingat Siska, tapi yang ia pilih untuk dicintai setiap hari adalah dua manusia di depannya ini.

"Surat Basah dan Hati yang Tegar"Di pagi yang dingin, Sari berdiri di depan gedung megah PT. Sentosa Jaya, menggenggam e...
24/04/2025

"Surat Basah dan Hati yang Tegar"

Di pagi yang dingin, Sari berdiri di depan gedung megah PT. Sentosa Jaya, menggenggam erat map cokelat berisi surat lamaran. Tangannya gemetar, bukan karena udara yang menusuk tulang, tapi karena ini kesempatan kesekian kalinya melamar kerja setelah puluhan penolakan.

"Ayah pasti bangga jika aku diterima di sini," bisiknya, mengingat raut lelah sang ayah yang setiap hari menarik becak demi biaya adiknya sekolah. Map itu ia print semalam dengan uang terakhirnya, mengorbankan jatah makan malam.

Lima menit sebelum gerbang dibuka, kerumunan pelamar sudah seperti lautan. Seratus lebih orang berdesak-desakan, berebut posisi terdepan. Sari yang bertubuh mungil terseret arus, terhimpit antara bahu-bahu tinggi. Napasnya memburu saat seseorang mendorongnya dari belakang.

"Awas! Parit!" teriak seseorang, tapi terlambat. Kaki Sari terpeleset, dan ia terjungkal ke parit pembuangan di pinggir jalan yang penuh air kotor.

"Tolong...!" suaranya teredam oleh riuh kerumunan. Air berlumpur merendam hingga pinggangnya. Map lamarannya hanyut, tercerai-berai di genangan hitam. Dengan panik, ia meraih kertas-kertas yang sudah basah lepek, tintanya lumer seperti air mata.

"Tidak... ini tidak bisa..." desisnya, suara pecah. Beberapa pelamar melirik kasihan, tapi tak ada yang berhenti—semua terburu waktu.

"Biar aku bantu." Sebuah tangan kuat menggapai Sari. Lelaki berseragam satpam—mungkin berusia 50-an—mengulurkan tangan. Dengan susah payah, ia menarik Sari keluar.

"Terima kasih, Pak..." ucap Sari sambil menahan malu. Baju putihnya bernoda lumpur, rambutnya kusut, dan map lamarannya kini hanya segumpal kertas lembap. "Masih mau masuk?" tanya satpam itu lembut. Sari mengangguk, berusaha tak menangis.

Di ruang tunggu, pelamar lain menjauh, cibir mereka menyungging sinis. Sari duduk di pojok, berusaha merapikan dokumen yang rusak. Fotokopi ijazahnya pudar, CV-nya tak terbaca. "Ini sia-sia," bisik hatinya. Tapi ia teringat adiknya yang tiap pagi berjalan 3 kilometer ke sekolah tanpa sepatu. *Aku harus mencoba.*

Saat namanya dipanggil, ruang interview hening. Dua pewawancara mengernyit melihat penampilannya. "Maaf, dokumen saya..." Sari membuka map basah, suaranya parau. Tapi sebelum sempat menjelaskan, air matanya meledak. Ia ceritakan perjuangan ayahnya, pengorbanan keluarganya, dan betapa ia tak bisa menyerah. "Saya mungkin tak sempurna, tapi saya akan bekerja lebih keras dari siapa pun."

Lima hari kemudian, telepon berdering. "Selamat, Anda diterima." Sari terpaku. Manager HRD berkata, "Kami butuh orang yang tabah, bukan kertas yang kinclong." Ternyata, satpam yang menolongnya adalah salah satu direktur yang sedang inspeksi incognito. "Ketangguhanmu lebih berharga dari dokumen sempurna," katanya.

Di hari pertama kerja, Sari melewati parit itu lagi. Ia tersenyum. Lumpur di bajunya dulu telah menjadi pupuk bagi tunas harapan yang kini mekar.

**"Langkah Kecil Menuju Mimpi Besar"**Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Ardi. Setelah lulus dengan n...
21/04/2025

**"Langkah Kecil Menuju Mimpi Besar"**

Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Ardi. Setelah lulus dengan nilai cumlaude dari jurusan Teknik Informatika, ia yakin pekerjaan impian akan datang menghampiri. Tapi kenyataannya? Enam bulan berlalu, puluhan lamaran dikirim, namun yang ia dapat hanyalah penolakan atau diam seribu bahasa. Setiap kali membuka email "Kami menghargai usaha Anda, tapi..." hatinya seperti dihajar batu. Rasanya, semua kerja keras selama kuliah sia-sia.

Suatu sore, setelah gagal di interview kelima, Ardi duduk di bangku taman, menatap air mancur yang terus mengalir meski diterpa angin. Seorang kakek berpakaian sederhana mendekat, lalu berkata, "Air itu, Nak, jalannya selalu berliku. Tapi ia tak pernah berhenti mencari celah untuk mengalir. Kenapa kau berhenti?"

Kakek itu ternyata seorang pensiunan CEO. Ia membagikan kisahnya: dulu, ia pernah ditolak 40 kali sebelum akhirnya diterima sebagai office boy. Dari situ, ia belajar segala hal—mulai dari cara perusahaan beroperasi hingga membangun relasi. "Jangan hanya mengejar gelar 'diterima'," katanya. "Tapi *jadilah orang yang mereka tidak sanggup untuk menolak*."

Ardi terinspirasi. Esoknya, ia membuat strategi baru:
1. **Mengubah CV-nya** menjadi cerita, bukan daftar prestasi. Ia menuliskan proyek inovatif yang pernah dikerjakan, lengkap dengan dampaknya.
2. **Belajar di luar zona nyaman**—ia ikut kursus online tentang public speaking dan manajemen proyek, skill yang sering disebut di lowongan.
3. **Menjaring jejaring** dengan menghadiri seminar virtual, tak segan bertanya pada narasumber.
4. **Mengubah pola aplikasi**: Daripada mengirim 10 lamaran sehari, ia fokus pada 3 perusahaan yang benar-benar dicermati visinya, lalu menyesuaikan surat lamaran.

Dua bulan kemudian, Ardi mendapat panggilan interview dari startup rintisan. Kali ini, saat HRD bertanya, "Apa yang membuat Anda spesial?" Ia tak lagi menjawab dengan hafalan. Dengan mata berbinar, ia membuka laptop dan menunjukkan prototipe aplikasi yang ia buat selama menganggur—sebuah tools manajemen waktu yang ia desain berdasarkan analisis masalah di perusahaan-perusahaan sebelumnya.

"Kami tidak hanya merekrut pegawai, tapi juga pemecah masalah," ujar CEO startup itu tersenyum. Hari itu, Ardi diterima.

**Pesan untuk Pencari Kerja:**
1. **Setiap 'Tidak' adalah kompas**—ia menunjukkan arah yang perlu kau perbaiki.
2. **Jadikan masa tunggu sebagai masa tumbuh**—skill, relasi, dan karakter.
3. **Karyamu adalah suaramu**. Hasilkan sesuatu yang bisa 'berbicara' saat kau tak ada di ruangan.
4. **Jangan takut mulai dari bawah**. Banyak jalan menuju puncak, tapi tak ada yang lurus.

Penolakan bukan akhir. Ia hanya jeda sebelum dunia berkata, "Ya, Anda layak untuk panggung yang lebih besar." Teruslah melangkah, sekecil apa pun. Sebab, air mancur pun tak bisa mencipta keindahan tanpa tekanan.

* , Pencari Kerja. Waktumu akan tiba.*

Ada2 aja komentar netizen...
14/01/2025

Ada2 aja komentar netizen...

04/12/2024

Lagi berpikir kenapa setiap beli ikan di pasar kantongnya dilapisin?

Sekilas mirip minuman beralkohol, tapi ternyata air minum biasa... minuman sultan...
12/11/2024

Sekilas mirip minuman beralkohol, tapi ternyata air minum biasa...

minuman sultan...

Address


Opening Hours

Monday 09:00 - 17:00
Tuesday 09:00 - 17:00
Wednesday 09:00 - 17:00
Thursday 09:00 - 17:00
Friday 09:00 - 17:00
Saturday 09:00 - 17:00

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when RHB Store posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Shortcuts

  • Address
  • Opening Hours
  • Alerts
  • Claim ownership or report listing
  • Want your business to be the top-listed Media Company?

Share