RUMAH Bersama URANG Cianjur

  • Home
  • RUMAH Bersama URANG Cianjur

RUMAH Bersama URANG Cianjur DISKUSI PUBLIK

21/07/2025

“Panggung Mubes LBH Cianjur Jadi Mimbar Perlawanan : Beathor Desak Gibran Mundur”

Beathor Suryadi, nama yang tak asing dalam sejarah panjang gerakan mahasiswa dan perlawanan terhadap kekuasaan otoriter Orde Baru. Kini, di tengah euforia demokrasi yang katanya sudah matang, Beathor kembali bicara—dengan nada yang tak berubah: tajam, tegas, dan menggugat.

Dalam forum publik baru-baru ini, Beathor menyampaikan kilas balik perjuangannya sejak masa-masa penangkapan, pengasingan, hingga pendirian PIJAR—Pusat Informasi Jaringan Aksi Reformasi. Namun yang paling mencolok dari pidatonya bukan hanya sejarah, melainkan gugatan serius terhadap integritas kekuasaan hari ini. Khususnya terhadap Presiden Joko Widodo dan jejak rekam administratif yang menurutnya masih menyimpan banyak kejanggalan.

Beathor menyoal keabsahan dokumen pendidikan Jokowi, mempertanyakan mengapa selama 20 tahun tidak ada klarifikasi resmi dari kampus terkait, mengapa tidak ada bukti sosial keberadaan Jokowi sebagai alumni aktif, dan mengapa saat ia menjadi pejabat publik, tak tampak keterlibatan komunitas akademiknya. Ini bukan sekadar sentimen politik, tapi kritik terhadap sistem verifikasi negara—lembaga seperti KPU yang semestinya berdiri netral dan tegak pada konstitusi, bukan sekadar perpanjangan tangan kekuasaan.

Lebih jauh, Beathor mengingatkan bahwa semua dokumen yang masuk ke KPU adalah arsip negara. Maka, jika ada pemalsuan atau kelalaian dalam verifikasi, itu bukan urusan polisi semata, melainkan bentuk pelanggaran terhadap hukum tata negara. KPU harus bertanggung jawab penuh secara institusional dan historis.

Ia juga menyoroti bagaimana kekuasaan dijalankan tanpa "span of control" yang sehat. Menurutnya, Jokowi terlalu banyak menyerahkan kendali kepada lingkaran dalam, menciptakan oligarki baru yang rakus jabatan, sementara jutaan sarjana menganggur dan rakyat menderita. "Jokowi memegang kuasa, tapi tak memahami esensinya," ucap Beathor getir.

Puncak kritiknya adalah seruan agar Jokowi meminta maaf kepada rakyat dan menarik mundur anaknya, Gibran, dari jabatan politik sebagai bentuk pertanggungjawaban moral—seperti B**g Hatta yang mundur dari B**g Karno pada 1956. Sebuah perbandingan yang keras namun reflektif, bahwa kekuasaan harus diawali dan diakhiri dengan etika.

Beathor juga menyampaikan bahwa perjuangan bukan soal kebencian, tapi soal tanggung jawab sejarah. Ia sadar risikonya: dilaporkan, dikriminalisasi, bahkan dipenjara. Tapi ia tetap memilih jalan itu, demi membuka tabir yang selama ini ditutup rapat: kebenaran.

Dalam situasi negara yang makin kehilangan kepercayaan publik karena skandal demi skandal, dari korupsi triliunan hingga nepotisme vulgar, suara seperti Beathor menjadi penting. Bukan karena dia suci, tapi karena dia masih mau bersuara. Dan dalam demokrasi yang semakin kering oleh kemunafikan, suara yang jujur adalah oksigen terakhir.

18/07/2025

" Misteri Uang Rp1,5 Miliar dan Benang Kusut Keadilan "

Di tengah sorotan tajam terhadap integritas aparat penegak hukum, kembali mencuat sebuah perkara yang menyeret nama kejaksaan, makelar kasus (markus), dan dugaan praktik penyimpangan dalam proses penegakan hukum. Kasus ini bermula dari pengakuan seorang perantara yang mengklaim dapat “membantu menyelesaikan perkara” dengan imbalan uang sebesar Rp1,5 miliar.

Figur yang mengaku sebagai perantara berinisial R, disebut-sebut memiliki kedekatan dengan oknum di instansi yang berwenang menangani perkara pju. Uang tersebut ditransfer melalui pihak ketiga, dengan keyakinan bahwa R mampu “melobi” atau mengatur jalannya perkara lewat jalur tak resmi. Namun bukan penyelesaian yang terjadi, justru uang itu kini menjadi barang bukti dalam dugaan percobaan suap dan perintangan proses penyidikan.

Pihak pemberi uang mengaku menjadi korban penipuan dan pemerasan. Mereka melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya. Di sisi lain, pihak Kejaksaan bersikukuh bahwa institusinya tidak mengetahui skema tersebut dan menyatakan bahwa uang itu telah diamankan dalam proses hukum. Namun publik bertanya: mungkinkah uang sebesar itu berpindah tangan tanpa komunikasi internal? Tanpa keterlibatan atau restu dari pihak yang disebut-sebut dapat "mengurus perkara"?

Pertanyaan hukum pun bermunculan. Jika uang tersebut diklaim sebagai “titipan untuk mengurus perkara”, maka apakah ini tergolong suap, gratifikasi, atau sekadar transaksi keliru? Bagaimana bisa praktik seperti ini berlangsung tanpa alarm institusi penegak hukum berbunyi?

Belum tuntas perkara ini, sorotan lain datang dari penyelidikan kasus proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) wilayah selatan. Kejaksaan sedang menelusuri potensi penyimpangan volume dan spesifikasi proyek tersebut. Namun hingga kini belum ada kepastian nilai kerugian negara karena masih menunggu audit resmi dari BPKP. Ironisnya, isu ini mulai digiring ke ranah opini publik dengan menyebut kerugian “Rp40 miliar” tanpa dasar hukum yang valid, seolah menjadi alat tekanan atau pengalihan.

Di tengah semua ini, yang paling dirugikan adalah kepercayaan publik terhadap sistem keadilan. Negara ini sedang mengalami krisis legitimasi di mata rakyat. Maka, tidak cukup bagi Kejaksaan sekadar menyatakan “tidak tahu”. Harus ada keberanian untuk membongkar siapa R, siapa yang bermain di balik layar, dan bagaimana skema ini bisa terbentuk. Jika memang ada markus, ungkap. Jika ada oknum, tindak. Jika tidak ada, jelaskan dengan terang dan bertanggung jawab.

Penegakan hukum tak boleh diselubungi kabut. Keadilan tidak akan pernah lahir dari ruang gelap yang dikendalikan oleh makelar perkara atau aktor bayangan. Jika benar telah terjadi percobaan suap dan perintangan penyidikan, proses hukum dan penetapan tersangka tidak boleh ditunda. Publik menanti keberanian institusi penegak hukum menegakkan keadilan secara tegas, konsisten, dan transparan.

Jika Kejaksaan ingin dipulihkan kepercayaan publiknya, ini saatnya untuk membuktikan: tidak sekadar bersih, tapi juga terlihat bersih.

15/07/2025

Cianjur Hari Ini : Antara Pesta dan Nestapa
" Ribuan Warga Mengantri Pekerjaan, Pemerintah Malah Sibuk Gelar Pesta Rakyat "

Di tengah euforia menjelang Hari Jadi Cianjur ke-348, realita pahit tersaji di depan mata: lebih dari seribu pencari kerja memadati rekrutmen sederhana yang hanya membuka 50 posisi. Mereka datang dari berbagai kota, rela berdesakan sejak dini hari demi pekerjaan bergaji di bawah UMR.

Kontras dengan itu, pemerintah daerah justru tengah sibuk menggelar pesta rakyat dua hari penuh bersama stasiun televisi nasional. Deretan artis, bazar, fun walk, hingga jumpa fans jadi sajian utama.

Tidak ada ruang untuk refleksi atas masalah ketenagakerjaan, tidak p**a ada agenda job fair atau pelatihan kerja dalam rangkaian acara tersebut.

Rakyat menginginkan keadilan dan solusi, bukan sekadar panggung hiburan dan balon warna-warni.

Ini bukan soal menolak perayaan, tapi tentang menuntut kehadiran negara pada masalah paling mendasar: perut rakyat.

Jika pemerintah sibuk menari saat warganya berjuang sekadar bertahan, siapa yang sebenarnya berpesta?


berat

13/07/2025

" PDAM Cianjur Butuh Kepemimpinan Baru yang Legal dan Profesional "
Oleh Redaksi RBUC

Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Mukti Cianjur kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, lembaga kajian dan pemantau kebijakan daerah Politic Social and Local Government Studies (Poslogis) menyurati Bupati Cianjur dan Kementerian Dalam Negeri terkait jabatan Direktur Utama (Dirut) Budi Karyawan yang saat ini telah memasuki masa jabatan ketiga. Sebuah langkah yang tidak hanya menggugah pertanyaan tentang akuntabilitas, tetapi juga menyoroti potensi pelanggaran regulasi.

Dalam surat resmi bernomor 032/PSLG.7/2025, Poslogis menyampaikan sejumlah temuan dan kajian hukum mengenai posisi Budi Karyawan sebagai Dirut Perumdam Tirta Mukti. Salah satu poin yang mencolok adalah kemungkinan pelanggaran batas usia jabatan. Berdasarkan Permendagri No. 2 Tahun 2007, seorang direksi perusahaan daerah seharusnya berhenti menjabat ketika telah berusia 60 tahun. Jika informasi ini benar, maka keberlanjutan jabatan Budi Karyawan patut dipertanyakan dari segi legalitas.

Lebih jauh, Poslogis juga menggarisbawahi bahwa meskipun pengangkatan Dirut merupakan hak prerogatif Bupati sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM), tetap ada syarat administratif yang wajib dipenuhi. Merujuk Permendagri No. 37 Tahun 2018, pengangkatan kembali seorang direksi hanya dapat dilakukan jika dua syarat utama terpenuhi: pertama, seluruh hasil pengawasan telah ditindaklanjuti; dan kedua, pencapaian target kontrak kinerja selama dua periode mencapai 100%.

Namun, berdasarkan data audit dan evaluasi kinerja yang dipaparkan, tampak bahwa janji program kerja yang dicanangkan Budi Karyawan saat dilantik pada 2019 belum tercapai secara optimal. Ia sempat menyatakan target 70 ribu sambungan pelanggan rumah, tapi hingga akhir 2023, data menunjukkan hanya sekitar 48.605 pelanggan domestik aktif. Penilaian kinerja dari Kemendagri pun menunjukkan tren yang naik turun, tanpa konsistensi yang menandakan perbaikan nyata.

Hal ini mengindikasikan adanya kegagalan dalam menyandingkan perencanaan dengan realisasi bisnis. Apalagi, dalam konteks tata kelola perusahaan daerah, kinerja adalah parameter objektif yang tak bisa ditawar. Ketika target tidak tercapai dan regulasi tidak dipatuhi, maka mempertahankan posisi pucuk pimpinan menjadi preseden buruk bagi transparansi dan tata kelola daerah.

Poslogis sudah bersikap bijak dengan tidak langsung meminta pencopotan, melainkan menyarankan agar Bupati melakukan klarifikasi administratif terlebih dahulu. Jika benar usia Dirut sudah melewati batas atau persyaratan administratif tidak terpenuhi sejak pengangkatan pertama, maka jalan terbaik adalah mengangkat Pelaksana Tugas (Plt) sambil menyiapkan proses seleksi terbuka secara profesional dan akuntabel.

Cianjur sedang berada dalam momen yang disebut Bupati sebagai era baru. Maka konsistensi antara slogan dan tindakan nyata harus dijaga. Membenahi PDAM tidak bisa dilakukan dengan membiarkan cara-cara lama yang sarat kepentingan dan minim akuntabilitas. Pembenahan membutuhkan keberanian untuk memutus rantai kebiasaan yang bertentangan dengan aturan hukum.

PDAM bukan sekadar urusan teknis air bersih, tetapi menyangkut hajat hidup rakyat. Maka, kepemimpinannya harus memenuhi prinsip good corporate governance, bukan sekadar loyalitas politik. Ini saatnya Bupati membuktikan bahwa “era baru” adalah era regulatif, era prestasi, dan era keberpihakan kepada kepentingan publik, bukan personal.

Redaksi RUMAH Bersama URANG Cianjur







05/07/2025

KEJUARAN PENCAK SILAT INGPAYAGUNG CUP X

Aula Ponpes BINA AHLAQ Cianjur
1 - 6 Juli 2025

05/07/2025

KEJUARAN PENCAK SILAT
INGPAYAGUNG CUP X 2025
PERGURUAN BELADIRI PENCAK SILAT
CAHYA PAROMAN

Aula Ponpes BINA AHLAQ Cianjur Jawabarat

05/07/2025

Aula Ponpes Bina Ahlaq Cianjur

26/06/2025

Putusan MK: Pileg DPRD Digabung dengan Pilkada, Digelar Dua Tahun Setelah Pilpres.

JAKARTA, — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota akan digabungkan dengan pemilihan kepala daerah (pilkada), dan tidak lagi diselenggarakan bersamaan dengan pemilihan presiden serta anggota DPR dan DPD. Pemilu nasional dan daerah kini akan dipisahkan mulai 2029, dengan jeda waktu antara keduanya.

Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan uji materiil di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). Perkara tersebut tercatat dengan nomor 135/PUU-XXII/2024.

“Amar putusan mengabulkan pokok permohonan untuk sebagian,” ujar Suhartoyo.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai secara bersyarat.

MK menegaskan bahwa pemungutan suara untuk memilih anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden tetap dilaksanakan secara serentak. Namun, pemilu anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota akan dilaksanakan dalam satu waktu berbeda, yakni antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden atau anggota DPR/DPD.

Perubahan ini merupakan hasil dari uji materi yang diajukan oleh Yayasan Perkump**an untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang diwakili Ketua Pengurus Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irmalidarti. Mereka mempersoalkan sejumlah ketentuan dalam UU Pemilu dan UU Pilkada yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan kesederhanaan dalam pemilu.

MK menyebut bahwa pemisahan ini bertujuan untuk menyederhanakan proses pemilu serta meningkatkan kualitas dan efektivitas pelaksanaan pemilihan umum. Selain itu, model pemilu lima surat suara yang diterapkan sejak Pemilu 2019 akan ditinggalkan.

“Pelaksanaan pemilu harus mempertimbangkan kemudahan bagi pemilih dan efektivitas penyelenggaraan sebagai wujud nyata kedaulatan rakyat,” kata Suhartoyo.

Redaksi r.b.u.c



berat DISKUSI PUBLIK RBUC

Address


Alerts

Be the first to know and let us send you an email when RUMAH Bersama URANG Cianjur posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to RUMAH Bersama URANG Cianjur:

Shortcuts

  • Address
  • Telephone
  • Alerts
  • Contact The Business
  • Claim ownership or report listing
  • Want your business to be the top-listed Media Company?

Share

live diskusi

Live Diskusi Dengan Nara Sumber Yang Kompeten