Suluksalik

Suluksalik Menjelalahi Keindahan Tasawuf
Kunjungi kami juga di Suluksalik Store

Ketika seseorang menceritakan kekecewaannya terhadap orang lain, sesungguhnya ia sedang membuka bagian paling rapuh dari...
26/10/2025

Ketika seseorang menceritakan kekecewaannya terhadap orang lain, sesungguhnya ia sedang membuka bagian paling rapuh dari dirinya. Ia mungkin tidak sedang mencari solusi atau pembenaran, melainkan sekadar ingin didengarkan tanpa dihakimi. Dalam keluh kesahnya, ada pengalaman yang menyakitkan — pengkhianatan, ketidakpedulian, atau rasa tidak dianggap. Dan saat ia memilih untuk berbagi itu denganmu, sebenarnya ia sedang menunjukkan kepercayaan. Ia ingin kamu menjadi ruang yang aman, bukan luka yang baru.

Ungkapan kecewa terhadap orang lain sering kali bukan sekadar cerita masa lalu, tapi juga permohonan halus agar kamu tidak mengulang kesalahan yang sama. Saat ia berkata, “aku kecewa karena mereka tidak mengerti,” itu berarti ia berharap kamu mau berusaha memahami. Ketika ia bercerita tentang diabaikan, sesungguhnya ia sedang meminta: “tolong, jangan abaikan aku juga.” Itulah bahasa diam dari hati yang terluka — ia tidak butuh banyak nasihat, cukup sedikit empati dan kehadiran.

Maka, ketika seseorang curhat tentang kekecewaannya, jangan buru-buru menilai atau membandingkan. Dengarkan dengan hati, bukan dengan logika. Karena di balik setiap keluhan, ada pesan lembut yang tak terucap: “aku ingin kamu berbeda.” Dan jika kamu mampu memahami pesan itu, mungkin kamu akan menjadi satu-satunya orang yang membuatnya kembali percaya bahwa masih ada manusia yang bisa mendengarkan tanpa menyakiti.

Tuhan yang kita sembah di bulan Ramadhan tidak pernah berubah. Ia adalah Tuhan yang sama, dengan kasih sayang yang sama,...
26/10/2025

Tuhan yang kita sembah di bulan Ramadhan tidak pernah berubah. Ia adalah Tuhan yang sama, dengan kasih sayang yang sama, yang tetap menunggu di setiap waktu. Namun anehnya, manusia sering memperlakukan Tuhan seolah hanya “hadir” di bulan Ramadhan. Masjid ramai, doa mengalir, air mata mudah jatuh — seakan Tuhan baru dekat di saat itu saja. Padahal, Dia tidak pernah pergi. Justru kita yang sering menutup hati dari-Nya setelah Ramadhan usai.

Jika kita renungkan lebih dalam, perubahan itu bukan pada Tuhan, tapi pada cara kita menyikapi ibadah. Ramadhan memberi suasana, lingkungan, dan dorongan yang membuat kita lebih mudah taat. Namun ketaatan sejati seharusnya tidak bergantung pada momentum. Tuhan tidak hanya layak disembah ketika suasana mendukung, tapi juga ketika dunia menggoda dan semangat mulai redup. Di situlah keikhlasan diuji — bukan di tengah semangat ramai, tapi di sepi ketika hanya ada kita dan Tuhan.

Maka, pertanyaannya sederhana tapi dalam: mengapa caramu beribadah berubah? Jika cinta kepada Tuhan adalah alasan utamamu, mestinya cinta itu tidak musiman. Jadikan Ramadhan bukan sekadar bulan ritual, tapi titik balik menuju keistiqamahan. Sebab kedekatan sejati bukan tentang seberapa khusyuk kita di satu bulan, melainkan seberapa konsisten kita menjaga hati untuk tetap kembali kepada-Nya sepanjang tahun.

Ada tiga potret kesabaran yang sering luput dari perhatian: jangan ceritakan deritamu, jangan keluhkan musibah yang kau ...
25/10/2025

Ada tiga potret kesabaran yang sering luput dari perhatian: jangan ceritakan deritamu, jangan keluhkan musibah yang kau alami, dan jangan anggap dirimu suci. Tiga hal ini tampak sederhana, namun menjadi ukuran sejati kedalaman hati seseorang. Sebab sabar bukan hanya tentang menahan diri dari amarah atau tangis, melainkan tentang kemampuan menjaga batin tetap hening di tengah badai.

Tidak menceritakan derita berarti menahan diri dari keinginan mencari simpati manusia. Ini bukan tentang menutup diri, tetapi tentang menjaga kemurnian niat — bahwa pengaduan terbaik hanyalah kepada Allah. Sementara tidak mengeluhkan musibah mengajarkan kita untuk melihat ujian sebagai cara Tuhan menumbuhkan jiwa, bukan sebagai bentuk hukuman. Dalam setiap luka tersembunyi hikmah yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang sabar dan ridha.

Dan yang terakhir, jangan anggap dirimu suci. Sebab ketika hati merasa telah sabar, di sanalah kesombongan halus mulai tumbuh. Sabar sejati tidak pernah memandang dirinya istimewa; ia justru tunduk, sadar bahwa segala keteguhan adalah karunia, bukan hasil kekuatan diri. Maka kesabaran yang paling tinggi adalah ketika seseorang tetap rendah hati di tengah ujian, tetap bersyukur di tengah kehilangan, dan tetap lembut meski dunia terasa keras.

Sekalipun kau tidak disukai, kau hanya tidak disukai manusia. Lantas kenapa kau menderita?Sekalipun engkau dicintai, kau...
25/10/2025

Sekalipun kau tidak disukai, kau hanya tidak disukai manusia. Lantas kenapa kau menderita?
Sekalipun engkau dicintai, kau hanya dicintai manusia. Lantas mengapa kau sangat bangga?

Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa pandangan manusia hanyalah bayangan yang singkat. Hari ini seseorang bisa memujimu, esok hari bisa melupakanmu. Begitu p**a kebencian—ia bukan hukuman abadi, hanya opini yang lahir dari keterbatasan pandangan. Maka, mengapa hati harus goyah karena cinta atau benci sesama manusia?

Nilai dirimu tidak ditentukan oleh berapa banyak orang yang menyukaimu atau membencimu, melainkan oleh ketulusan niat dan kebersihan batinmu di hadapan Tuhan. Mereka bisa menilai dari permukaan, tapi hanya Dia yang tahu kedalaman hatimu.

Belajarlah untuk tidak tumbuh karena pujian, dan tidak layu karena celaan. Sebab kedamaian sejati hanya bisa dimiliki oleh hati yang tidak bergantung pada penilaian siapa pun—hati yang cukup tenang untuk tetap berdiri, bahkan ketika tidak ada yang memahami.

Dalam kehidupan, banyak hal yang berada di luar kendali kita — nasib, cuaca, keputusan orang lain, atau keadaan yang tib...
25/10/2025

Dalam kehidupan, banyak hal yang berada di luar kendali kita — nasib, cuaca, keputusan orang lain, atau keadaan yang tiba-tiba berubah. “Arah angin” melambangkan semua hal eksternal itu. Kita tak punya kuasa untuk menghentikan atau mengubahnya.

Namun, kita masih punya kendali atas bagaimana kita merespons. “Menyesuaikan layar” berarti menyesuaikan sikap, pikiran, dan tindakan agar tetap bisa melanjutkan perjalanan hidup, meski arah angin berubah.

Fokuslah pada apa yang bisa kamu kendalikan (dirimu sendiri), bukan pada apa yang tidak bisa kamu kendalikan (lingkungan, orang lain, keadaan).
Kebijaksanaan sejati adalah kemampuan beradaptasi tanpa kehilangan arah.

Dalam konteks batin, ini juga mengajarkan ketenangan spiritual: bahwa kedamaian bukan datang dari dunia yang patuh pada kehendak kita, melainkan dari hati yang mampu menyesuaikan diri pada ketentuan-Nya.

Pepatah Jepang ini mengandung kebijaksanaan psikologis dan sosial yang sangat dalam. Ia mengingatkan kita bahwa karakter...
23/10/2025

Pepatah Jepang ini mengandung kebijaksanaan psikologis dan sosial yang sangat dalam. Ia mengingatkan kita bahwa karakter sejati seseorang sering kali tidak bisa dilihat langsung dari kata-kata atau penampilannya, melainkan dari lingkungan dan orang-orang yang ia pilih untuk dekat dengannya.

Teman adalah cermin yang memantulkan nilai, kebiasaan, dan cara berpikir seseorang. Orang jujur biasanya tidak nyaman berteman dengan penipu, dan orang yang tulus jarang betah di tengah kepura-puraan. Karena pertemanan tidak dibangun dari kebetulan, melainkan dari kesamaan frekuensi batin dan tujuan hidup. Maka, siapa teman seseorang sering kali mengungkap siapa dirinya.

Pepatah ini juga mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam memilih lingkar pergaulan. Sebab tanpa sadar, kita akan menjadi seperti mereka yang paling sering kita dengarkan dan temani. Dalam bahasa lain: “Tunjukkan padaku lima teman terdekatmu, dan aku akan tahu siapa dirimu.”

Kalimat ini mengajarkan cara berpikir ala Stoik yang sangat dalam: penderitaan kita tidak sepenuhnya disebabkan oleh apa...
23/10/2025

Kalimat ini mengajarkan cara berpikir ala Stoik yang sangat dalam: penderitaan kita tidak sepenuhnya disebabkan oleh apa yang terjadi di luar diri kita, melainkan oleh cara kita menilai dan merespons kejadian itu. Dunia luar tidak bisa kita kendalikan—orang lain, ucapan mereka, kehilangan, kegagalan—semuanya berada di luar kuasa kita. Tapi yang bisa kita kendalikan adalah cara kita menafsirkan dan menyikapinya.

Misalnya, ketika seseorang menghina kita, sebenarnya kata-kata itu hanyalah suara. Tapi begitu kita menilainya sebagai “penghinaan,” kita merasa tersinggung dan terluka. Artinya, rasa sakit itu muncul dari pikiran kita sendiri, bukan dari suara orang itu.

Filosofi ini mengajarkan kebebasan batin. Bahwa kedamaian tidak datang dari mengubah dunia, tapi dari mengubah cara kita memandang dunia. Dengan menguasai persepsi, kita tidak mudah dikendalikan oleh keadaan — justru keadaanlah yang tunduk pada ketenangan jiwa kita.

Hidup ini memang penuh ironi. Kita lahir tanpa membawa apa pun, lalu seumur hidup kita habiskan untuk mengejar harta, ja...
23/10/2025

Hidup ini memang penuh ironi. Kita lahir tanpa membawa apa pun, lalu seumur hidup kita habiskan untuk mengejar harta, jabatan, dan pengakuan. Tapi pada akhirnya, semua itu akan kita tinggalkan begitu saja. Tidak ada satu pun yang bisa dibawa pergi—selain keadaan jiwa kita.

Maka, nasihat dalam kutipan itu mengingatkan: pastikan jiwamu yang untung, bukan sekadar tanganmu. Tangan bisa mendapat banyak hal — uang, kekuasaan, prestasi — tapi kalau jiwa kering, semua itu tak lebih dari beban. Yang disebut “untung” bukan yang terkumpul di rekening, melainkan yang tertanam di hati: keikhlasan, ketenangan, dan kebaikan yang kita semai.

Sebab di ujung perjalanan, bukan apa yang kita miliki yang dihitung, melainkan siapa kita setelah semua itu pergi.

Bayangkan dirimu sudah mati. Hidup yang kemarin telah lewat, bersama semua penyesalan, kesalahan, dan kebanggaan yang du...
22/10/2025

Bayangkan dirimu sudah mati. Hidup yang kemarin telah lewat, bersama semua penyesalan, kesalahan, dan kebanggaan yang dulu kau genggam. Sekarang yang tersisa hanyalah hari ini — sepotong waktu kecil yang masih Tuhan pinjamkan. Itulah yang dimaksud Marcus Aurelius: hidupkan kembali kesadaranmu seolah ini kesempatan terakhir untuk menjadi manusia seutuhnya.

Dengan menganggap dirimu “sudah mati”, kau belajar memilah mana yang benar-benar penting. Ucapan yang perlu dijaga, waktu yang tak bisa diulang, dan orang-orang yang pantas kau cintai. Semua perkara kecil yang dulu kau ributkan — gengsi, iri, atau pujian — mendadak kehilangan makna ketika kau sadar bahwa setiap tarikan napas adalah sisa dari hidup yang sudah pernah selesai.

Hidup dengan kesadaran seperti ini bukan muram, tapi justru membebaskan. Kau tak lagi terikat pada penilaian orang, karena yang kau kejar bukan pengakuan, melainkan ketenangan. Maka, jalani sisa harimu dengan benar: ucapkan yang baik, maafkan yang lama, dan lakukan yang berguna. Karena ketika hidup dianggap bonus, setiap detik menjadi anugerah yang layak dijalani dengan penuh makna.

Kalimat ini sarat filosofi — sederhana, tapi dalam jika direnungkan. Ia berbicara tentang arah, cita-cita, dan transform...
22/10/2025

Kalimat ini sarat filosofi — sederhana, tapi dalam jika direnungkan. Ia berbicara tentang arah, cita-cita, dan transformasi diri. Seekor kucing yang bercita-cita menjadi singa bukan hanya bermimpi menjadi lebih kuat, tapi juga sedang mengubah cara pandangnya terhadap dunia.

Ketika seseorang memiliki visi yang besar, hal-hal kecil yang dulu tampak penting menjadi tak lagi menggoda. “Tikus” di sini melambangkan gangguan-gangguan kecil: drama hidup, ejekan, gosip, ambisi rendah, atau kesenangan sesaat. Sementara “singa” melambangkan kemuliaan, keberanian, dan tujuan hidup yang lebih tinggi. Maka, seseorang yang menapaki jalan menuju kebesaran sejati akan mulai kehilangan selera terhadap hal-hal remeh — bukan karena sombong, tapi karena jiwanya tumbuh melampaui itu.

Inilah cara alam bekerja dalam proses pendewasaan. Saat cita-cita dan kesadaran kita meninggi, fokus pun mengerucut. Kita tidak lagi mengejar validasi, tapi nilai. Tidak lagi ingin menang dalam perdebatan kecil, tapi ingin menang melawan diri sendiri.

Dan pada akhirnya, menjadi “singa” bukan soal mengaum lebih keras dari yang lain — tapi tentang mencapai ketenangan batin di puncak kekuatan yang tak lagi butuh pembuktian.

Apakah ini perlu dilakukan? Kutipan ini terdengar tajam, tapi menyimpan pesan mendalam tentang kepercayaan dan kebijaksa...
22/10/2025

Apakah ini perlu dilakukan?

Kutipan ini terdengar tajam, tapi menyimpan pesan mendalam tentang kepercayaan dan kebijaksanaan dalam bersahabat. Ia bukan mendorong kita untuk berbohong, melainkan mengingatkan agar tidak sembarangan membuka diri kepada siapa pun hanya karena kita menyebutnya “teman.”

Kadang, kita terlalu cepat percaya — membagikan rahasia, luka, dan rencana kepada orang yang belum tentu mampu menjaganya. Ucapan “berbohonglah dulu” di sini adalah ujian kecil: apakah dia bisa menjaga sesuatu yang sepele? Jika hal kecil saja bocor, bagaimana dengan hal besar yang menyangkut hatimu?

Jadi, maknanya sederhana tapi dalam: ujilah kesetiaan sebelum memberi kepercayaan. Karena dalam hidup, bukan banyaknya teman yang penting, melainkan siapa yang benar-benar bisa diam ketika semua orang memilih bicara.

Kadang hidup mengajarkan kita sesuatu dengan cara yang perih tapi jujur — bahwa manusia cepat lupa pada kebaikan yang se...
22/10/2025

Kadang hidup mengajarkan kita sesuatu dengan cara yang perih tapi jujur — bahwa manusia cepat lupa pada kebaikan yang sering, tapi sulit melupakan satu penolakan kecil. Bukan karena mereka selalu ingkar, tapi karena hati manusia memang lebih mudah menandai luka daripada kasih. Kita terbiasa menerima yang baik, seolah itu sudah semestinya. Namun saat satu kali tak sesuai harapan, rasa kecewa itu menancap lebih dalam daripada seratus kali pertolongan.

Di situlah kita diuji: apakah niat kita tulus, atau hanya berharap diingat? Bila setiap kebaikan harus dibalas dengan terima kasih, maka kita sedang berdagang, bukan berbuat baik. Padahal, memberi yang sejati tak menuntut balasan. Ia seperti mata air—mengalir karena itu hakikatnya, bukan karena ingin dipuji oleh yang haus.

Tapi jangan p**a biarkan dirimu terus terkuras. Berbuat baik bukan berarti mengizinkan diri disakiti. Ada waktunya membantu, ada waktunya menjaga jarak. Ada orang yang layak diberi tangan, ada p**a yang cukup didoakan.

Yang penting, teruslah menjadi baik, bukan agar dikenal, tapi agar jiwamu tetap tenang. Sebab pada akhirnya, yang benar-benar mengingat kebaikanmu bukan manusia—melainkan Tuhan yang melihat segalanya.

Address

Jalan Kavling Arafat Raya No. 2 Depok
Depok

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Suluksalik posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Suluksalik:

Share