30/09/2025
Menjawab Tuduhan-Tuduhan Nyeleneh yang Merendahkan Nabi Muhammad, Keluarga dan Sahabat Beliau
Mafaza Fadhlina Puteri S.
(Santri SMP Pesantren At-Taqwa Depok, 13 tahun)
Nabi Muhammad adalah manusia yang sempurna. Keimanannya kepada Allah tak perlu diragukan lagi. Kepribadian dan akhlaknya begitu luar biasa. Sangatlah pantas untuk kita meneladani beliau sebagai bentuk ‘ittiba’.
Namun, beliau yang seorang Nabi dan Rasul pun tidak lepas dari ujian yang telah Allah. Ujian yang diberikan pun tidak main-main, yaitu berupa makian, siksaan, dan yang paling berat sekalipun seperti fitnah atau berita palsu (Hadits Ifk).
Faktor utama dari adanya fitnah yang ditujukan kepada Rasulullah adalah karena maraknya orang-rang munafik dan Yahudi yang membenci Rasulullah, dan berakhir dengan maraknya pula fitnah, berita-berita palsu, dan hadits-hadits palsu yang ditujukan kepada beliau, keluarga, dan para sahabat-sahabatnya.
Berikut ini, beberapa contoh dari tuduhan-tuduhan yang tak mendasar yang ditujukan kepada keluarga dan para sahabat-sahabat Rasulullah:
1. Kasus fitnah perselingkuhan ‘Aisyah binti Abu Bakar dan Shafwan bin Mu’attal.
Diceritakan, bahwa awal dari peristiwa ini adalah ketika kaum Muslimin kembali dari “ekspedisi” penaklukkan Bani Mustaliq. ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha ternyata tertinggal dari rombongannya karena sedang mencari kalungnya yang hilang di tengah -tengah padang pasir.
Kejadian itu bertepatan pula dengan Shafwan bin Mu’attal yang tertinggal dari rombongannya karena harus mengurus beberapa hal. Shafwan secara tidak sengaja bertemu dengan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang seperti sedang mencari sesuatu. Shafwan sempat tidak menyadari bahwa ‘Aisyah lah yang sedang dilihatnya.
Namun saat ia mendekat, Shafwan sangat terkejut, karena ternyata yang ia temukan benar – benar ‘Aisyah binti Abu Bakar – Istri Rasulullah. “Astaghfirullah Istri Nabi!” Demikian ucapnya.
‘Aisyah yang juga terkejut karena ternyata ia telah tertinggal jauh dari rombongannya langsung berdiri dan memikirkan cara agar ia dapat menyusul rombongannya sendiri. Shafwan yang mengendarai unta pun menawarkan ‘Aisyah untuk menaiki unta miliknya, biar ia yang berjalan kaki sembari mengawalnya. Setelah dipertimbangkan, akhirnya ‘Aisyah menyetujuinya.
Sayangnya, rombongan mereka telah sampai lebih dulu ke Madinah. Otomatis, ‘Aisyah dan Shafwan tidak mampu menyusul rombongan mereka. Hal inilah yang menyebabkan mereka tiba di Madinah paling akhir, tanpa mengetahui suatu hal buruk yang akan menimpa mereka.
Benar saja, orang -orang munafik dan kaum Yahudi yang melihat peristiwa itu, langsung saja memulai ‘aksi’ jahat mereka. Mereka menyebarkan semacam fitnah bahwa peristiwa tertinggalnya ‘Aisyah dan Shafwan bin Mu’attal adalah perkara yang ‘disengaja’. Dengan kata lain, mereka telah mengatakan bahwa ‘Aisyah dan Shafwan telah berselingkuh diam-diam.
Sebagian kaum Muslimin percaya akan hal tersebut. Dikarenakan fitnah yang tak kunjung mereda, akhirnya sampailah berita fitnah ini ke telinga Rasulullah – Suami ‘Aisyah sendiri. Rasulullah sangat gusar akan fitnah itu.
Namun beliau menahan hawa nafsunya untuk tidak memarahi ‘Aisyah dan tidak mempercayai fitnah tersebut. Hanya saja, Rasulullah sempat mendiami ‘Aisyah untuk beberapa waktu untuk menentramkan suasana yang semula kian memanas.
‘Aisyah sangat bersedih atas apa yang telah menimpanya. Akibatnya, ia jatuh sakit dan akhirnya meminta izin kepada suaminya untuk memperbolehkannya pulang ke rumah ibunya, dan Rasulullah pun mengizinkannya.
Dampak lain dari peristiwa ini adalah terjadinya perpecahan di antara kaum Muslimin, antara yang percaya dan yang tidak percaya, dan antara yang terhasut dan yang tidak terhasut. Rasulullah akhirnya turun tangan karena khawatir akan terjadi pertumpahan darah di antara kaum Muslimin yang diimpi-impikan oleh orang-orang munafik dan kaum Yahudi.
Rasulullah pun mencoba meyakinkan para pengikutnya bahwa ia percaya kepada ‘Aisyah dan Shafwan bin Mu’attal. Rasulullah pun akhirnya juga meminta pendapat yang jujur dari ‘Aisyah sendiri. Hingga pada akhirnya, turunlah sebuah ayat yang membuat berakhirnya ‘keguncangan’ yang terjadi di antar kaum Muslimin di Madinah.
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُم مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang – orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dari dosa yang diperbuatnya, ia mendapat adzab yang besar (pula)” (QS An-Nur: 11)
Setelah ayat ini turun, Rasulullah bergegas untuk pergi ke masjid. Beliau melantangkan suaranya, menyampaikan pesan dari Rabb-nya kepada seluruh penduduk Madinah mengenai akhir dari huru-hara yang terjadi di antara mereka. Maka dari sinilah berakhirnya tuduhan-tuduhan, fitnah, rumor, berita-berita palsu yang ditujukan kepada ‘Aisyah binti Abu Bakar dan Shafwan bin Mu’attal.
2. Hinaan-Hinaan Kepada Para Sahabat Nabi Muhammad
Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan salah seorang shahabat Rasulullah yang mulia. Ia pun merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) orang yang telah dijamin masuk surga oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Akan tetapi, seseorang seperti Abu Bakar pun tidak luput dari kejamnya fitnah dan tuduhan yang tak mendasar dari sebuah perkumpulan menyimpang, yang bernama Syiah.
Bayangkan, seorang ulama Syiah ekstrem bernama Ni’matullah Al-Jaziri menyatakan bahwa Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak benar-benar beriman kepada Rasulullah sampai akhir hayatnya. Kemudian ia juga mengatakan bahwa Sayyidina Abu Bakar telah berbuat syirik dengan memakai kalung berornamen berhala. Di mana saat ia shalat di belakang Rasulullah dan bersujud, seolah-olah Abu Bakar bersujud kepada kalung berhalanya.
Tidak hanya kepada Abu Bakar, orang-orang Syiah juga merendahkan Para Shahabat lainnya juga Keluarga Rasulullah. Ada Al-Kulaini (ulama Syiah) mengatakan bahwa semua shahabat Rasulullah telah murtad setelah meninggalkan Rasulullah, kecuali Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi, termasuk Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib serta seluruh keluarganya.
Ada pula Al-Iyashi dan Al-Majlisi mengatakan bahwa meninggalnya Rasulullah adalah akibat dari racun yang diberikan oleh ‘Aisyah dan Hafshah. Al-Iyashi dan Al-Majlisi adalah dua ulama Syiah ekstrem yang mengatakan hal tercela tersebut dalam salah satu kitab Syiah bernama Bihar Al-Anwar.
Yang paling ekstrem, dalam satu kitab Syiah pula yang berjudul Al-Thoharah, pemimpin revolusi Iran—Al-Khumaini—mengatakan bahwa ‘Aisyah, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Mu’awiyyah bin Abu Sufyan secara lahiriah memang tidak najis, namun mereka lebih menjijikkan daripada anjing dan babi. Na’udzubillah summa Na’udzubillah.
Dari keseluruhan fitnah dan tuduhan-tuduhan tidak bermoral yang diberikan oleh kelompok Syiah kepada para Shahabat dan keluarga Rasulullah, berikut tinjauan dari Hadits Rasulullah supaya menjadi pegangan bagi kita untuk menanggapi tuduhan-tuduhan kejam yang ditujukan kepada mereka sehingga kita bisa beradab kepada Para Sahabat dan Keluarga Nabi.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Rasulullah telah menegaskan larangan mencela para shahabatnya:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
“Jagalah kalian dari mencela para sahabatku. Andaikan kalian bersedekah sebesar Gunung Uhud, maka hal itu tidak bisa mengimbangi sedekah yang dikeluarkan oleh para sahabat, satu mud atau setengahnya” (HR Muttafaq ‘Alaih)
Rasulullah secara khusus telah menjamin 10 (sepuluh) orang yang akan masuk ke dalam surga.
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ، وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ، وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ، وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ، وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ، وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ، وَسَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ فِي الْجَنَّةِ، وَسَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ فِي الْجَنَّةِ، وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ
“Sepuluh orang akan masuk surga: Abu Bakar masuk surga, Umar bin Khattab masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Az-Zubair masuk surga, Abdurrahman masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id bin Zaid masuk surga dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah masuk surga.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibn Hibban)
Dalam keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seluruh Shahabat Nabi Muhammad adalah manusia yang mulia. Begitu pun seluruh keluarga Rasulullah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka telah mengikuti Rasulullah dalam berdakwah, mengorbankan jiwa, raga, dan harta yang tidak sedikit jumlahnya.
Rasulullah sangat mengecam orang-orang yang mencaci para shahabatnya apalagi keluarganya. Beliau pernah mengatakan:
مَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ
“Barang siapa yang mencintai mereka (kerabat-kerabat dan shahabat), maka berarti mereka juga mencintaiku. Dan barang siapa yang membenci mereka, maka berarti mereka juga membenciku.” (HR Ahmad)
(Artikel ini merupakan pemenang lomba menulis dalam rangka menyambut Maulid Nabi. Mafaza mendapat juara 1 pada tingkat Shoul-Lin/Kelas 1-2 SMP)
Sumber:
1. Karen Amstrong, Muhammad
2. Panduan MUI, Panduan mengenal dan mewaspadai penyebaran dan penyimpangan syiah di Indonesia
3. Dr. Alwi Alatas, Sirah Nabawiyyah