08/11/2025
Sri Sultan Hamengkubuwono VIII (1921-1939)
Sri Sultan Hamengkubuwono VIII lahir pada tanggal 3 Maret 1880 dengan nama Gusti Raden Mas Sujadi. Ia naik takhta pada tanggal 8 Februari 1921 menggantikan ayahnya, Hamengkubuwono VII, setelah menempuh pendidikan di Belanda. Pemerintahannya menjadi masa penting modernisasi Yogyakarta di bidang pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan.
GRM Sujadi dikenal dengan pemikiran maju. Ia memanfaatkan kekayaan keraton untuk memperluas akses pendidikan. Mendorong putra-putrinya menempuh studi tinggi, bahkan ke Eropa.
Dukungan terhadap pendidikan rakyat juga tampak dari berdirinya Taman Siswa (1922), organisasi Katolik Jawi (1923), hingga Kongres Perempuan Indonesia (1929). Di bidang kesehatan, ia membantu penyediaan ambulans untuk Rumah Sakit Onder de Bogen yang kini berganti nama menjadi RS Panti Rapih.
Hamengkubuwono VIII juga melakukan banyak rekonstruksi bangunan penting seperti Bangsal Pagelaran, Tratag Siti Hinggil, dan Masjid Gedhe. Dalam keluarganya, ia menerapkan disiplin pendidikan dan egaliter. Ia bahkan menitipkan putra, BRM Dorodjatun (Sri Sultan Hamengkubuwono IX), pada keluarga Belanda sejak usia empat tahun untuk belajar hidup mandiri.
Sultan memprakarsai tari klasik gaya Yogyakarta, menciptakan berbagai karya tari seperti Srimpi Layu-layu, Bedhaya Gandrung Manis, dan Beksan Gathutkaca-Suteja, serta membawakan wayang wong ke masa keemasannya.
Sebelum wafat pada tanggal 22 Oktober 1939 di RS Panti Rapih, Sultan sempat menyerahkan pusaka keraton Kyai Joko Piturun kepada BRM Dorodjatun, menandai penunjukan penerus takhta. Ia dimakamkan di Astana Saptarengga, Imogiri.