
20/03/2025
BELENGGU CINTA SEMALAM SANG MAYOR (3)
by : RASTRA KSATRIA
Yura berjalan terburu-buru masuk ke dalam halaman rumah setelah turun dari taksi, tangannya mengepal erat dengan gemuruh jantung di dada. Begitu tiba di depan pintu ia langsung masuk dan berlari menuju kamar.
“Hei… tunggu dulu, dari mana kamu!”
Seketika langkahnya terhenti begitu suara lantang ibunya terdengar di telinga. Yura berusaha menenangkan perasaannya yang saat ini bagai rollercoaster, jangan sampai ibunya curiga dengan keadaannya saat ini.
Sesaat sebelum turun dari taksi, ia sudah memastikan penampilannya serapi mungkin agar orang rumah tidak curiga. Ia memejamkan mata lalu berbalik dengan senyum seolah semuanya berjalan normal.
“Iya, Ma?” responnya berusaha memasang wajah setenang mungkin.
Sang ibu melangkah menghampirinya dengan tatapan menyelidik, Yura membenci sekali tatapan itu karena sialnya, sorot itu selalu saja jeli. Ia hanya berharap saat ini kejelian mata ibunya tidak berfungsi.
“Kamu dari mana saja, jam segini baru p**ang. Mama ingat semalam kamu tidak p**ang?" Tudingan ibunya itu benar sekali adanya.
“Oh, iya Ma. Maaf, semalam aku nginap di apartemen, lupa kasi tahu Mama. Aku kemari mau ngambil barang yang aku akan bawa ke sana. ya udah Ma, aku masuk dulu, ya…”
Tanpa menunggu respon sang ibu, Yura dengan cepat melangkahkannya kakinya menuju kamar dan masuk ke dalam. Ia bersandar pada daun pintu hingga tak kuasa menahan tvbvhnya dan terduduk di lantai.
Menutup mulutnya dengan kedua tangan, jantungnya tidak berhenti bergemuruh, menyesali perbuatannya semalam.
“Ya Tuhan, apa yang sudah aku lakukan? Aku tidur dengan pria asing dan kami melakukannya tanpa pengaman. Bagaimana kalau…”
Tangannya refleks menyentuh perut ratanya. Perasaannya semakin tak karuan.
“Tidak, ini tidak boleh terjadi. Kalau sampai aku hamil bagaimana? Aku pasti akan mendapatkan masalah besar. Orang tuaku dan mertuaku pasti akan membvnuhkv, bagaimana ini?”
Yura mengusap wajahnya dengan gusar, untuk beberapa saat ia hanya terduduk di tempat itu, pikirannya kacau membayangkan bagaimana nasibnya nanti jika ketahuan. Barulah ia menyadari kenapa ia bisa sampai nekat memenuhi tantangan itu tanpa pikir panjang?
“Sial..sial…!” Ia kembali merutuk dirinya sendiri sebelum perlahan berdiri dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
Yura kembali di buat syok setengah mati saat melihat tubuh polosnya di penuhi bercak merah di sekujur tubuh terutama di bagian d@d@.
“Ya Tuhan… apa ini semua. gila…gila…!” Yura menyentuh bekas memerah itu dengan tangan kecilnya yang gemetar. Seketika air matanya pun mengalir, ia dilanda ketakutan, kalau sampai orang tuanya atau mertuanya tahu jika ia sudah melakukan perbuatan hina dengan pria asing, tamatlah riwayatnya.
Buru-buru ia masuk ke dalam shower dan menyiram tvbvhnya dengan air dingin. Ia terduduk di lantai sambil memeluk lututnya. Yura sungguh merasa ketakutan dan sangat khawatir saat ini. Setelah beberapa lama berselang, ia keluar dari kamar mandi dan langsung mengeringkan tubuhnya dengan handuk.
Buru-buru ia melakukan itu karena khawatir ibunya akan masuk ke dalam kamar dan melihat apa yang terjadi pada tvbvhnya. Yang pasti, ia harus sebisa mungkin menyembunyikan ini terhadap siapa pun. Ia akan mengubur kejadian ini seolah tak pernah ada.
Setelah berpakaian, ia lalu mengambil beberapa keperluannya dari dalam lemari dan memasukkannya ke dalam tas. Ia harus meninggalkan rumah ibunya ini dan kembali ke apartemen yang selama ini ia tinggali sebagai hadiah pernikahan yang di berikan oleh sang mertua.
Sejak ia sah menjadi istri dari seorang pria misterius itu, ia pun pindah ke apartemen dan mulai tinggal di sana. Sudah sebulan sejak ia menempati tempat yang cukup mewah itu. Di tempat itu ia tinggal sendiri, hanya mertuanya saja yang datang sesekali untuk mengecek keadaannya.
Ia memang sudah menikah, tapi tak pernah ada yang namanya suami di tempat itu. Ia bahkan tidak pernah mengetahui wujud pria yang telah menikahinya itu seperti apa. Hal itulah yang menjadi cikal bakal rasa jenuh dan tertekannya ia selama sebulan ini.
Ia ingin hidup bebas seperti burung terbang, tapi nyatanya ia tidak di perkenankan. Kenyataan yang memasaknya untuk menjaga marwah sebagai seorang istri, tapi ia sendiri tak mengetahui siapa pria yang menikahinya.
Sungguh tidak adil rasanya, ketika ia harus hidup sebagai seorang istri dari seseorang sedangkan pria itu, entah apa yang ia lakukan di luar sana, ia tidak pernah tahu. Mungkin ia memiliki puluhan wanita lain tanpa ia ketahui.
Yura berjalan keluar menuju pintu setelah ia meninggalkan kamarnya. untung saja ia tidak melihat ibunya di mana-mana, mungkin wanita itu pergi lagi dan tidak pernah peduli seperti biasa.
Tapi perkiraannya salah, sang ibu ternyata berada di teras sedang bermain dengan ikan hias yang ada di kolam.
“Kamu sudah mau pergi lagi, Yura?” ucap sang ibu.
Yura menghampiri ibunya dan sambil tersenyum lembut.
“Iya Ma, aku pergi dulu, kapan-kapan aku datang lagi,” ucapnya sambil menc!um tangan ibunya dengan lembut.
“Kamu enggak bawa mobil? Mama rencana mau pinjam,” tanya ibunya lagi.
“Enggak, Ma. Aku naik taksi. Aku pergi dulu ya, Mah.”
Ibunya selalu seperti itu, uang bulanan yang selalu ia transfer untuknya seakan tidak pernah cukup untuknya, padahal dia sendiri tidak berani meminta jatah lebih dari ibu mertuanya.
Selama ini ia memang selalu diberikan uang bulanan oleh ibu mertuanya sebagai bentuk tanggung jawab atas pernikahannya dengan putranya.
Tapi ibunya ini selalu meminta uang itu. Sehingga dirinya sendiri hampir tidak pernah merasakan uang itu. Ia harus mencari kerja sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.
Setelah mengatakan itu, Yura pun melangkah meninggalkan rumah berjalan ke pelantaran rumah menuju taksi yang sudah menunggunya di depan pagar.
“Iya, Pak dengan saya sendiri…”
Yura menerima panggilan telepon saat ia sedang di dalam taksi perjalanan p**ang ke apartemen.
“Selamat kamu di terima di instansi pemerintah bagian kemiliteran. Jadi kamu di terima sebagai ASN di sebuah kantor militer Kodim XX."
Senyum Yura terbit, hatinya merekah bahagia, akhirnya ia berhasil masuk ke dalam satuan yang sudah sejak dulu ia impikan. Ya, impiannya untuk menjadi abdi negara memang sudah musnah, tetapi ia menemukan impian yang lain yaitu lulus menjadi Aparatur Sipil Negara dan berhasil di tempatkan di kantor satuan militer seperti yang ia harapkan selama ini. Dengan demikian, setidaknya ia masih bisa bekerja sama dengan para abdi negara yang ada di satuan itu.
“Ah, terima kasih banyak Pak. Saya sangat bersyukur sekali,” ucapnya tak mampu menahan rasa senangnya. Sopir taksi itu hanya melirik ke arahnya dari kaca spion saking hebohnya ia di kursi belakang.
Untuk sesaat ia melupakan lara hatinya atas kejadian semalam, dan tenggelam oleh luapan rasa senang yang menyelimuti perasaannya.
“Baiklah, segera datang besok ke kantor dan bawa berkas-berkasmu.”
“Baik, Pak. Terima kasih!”
Yura mematikan sambungan telepon dan bersorak gembira. “Yeay.. akhirnya aku di terima…yes..yuhu.. yes..yes…” Yura kembali heboh, membuat sopir itu kembali meliriknya dan kali ini ia juga ikut tersenyum.
“Sepertinya Nona senang sekali, ya,” ucap sang sopir.
Yura pun menatap sopir itu dan tersenyum. “Iya Pak, saya di terima bekerja di sebuah kantor impian saya. Saya senang sekali…”
***
Yura menghela nafasnya dalam-dalam, saat ini ia sedang berdiri di depan gerbang besar sebuah Kantor Komando Distrik Militer, dan hendak masuk ke dalam.