
08/05/2024
😲AKIBAT NONTON FILM DEWASA😲
😲Remaja yang Ternoda😲 #1
Adegan dewasa mulai berputar. Menimbulkan efek yang luar biasa bagi dua pelajar SMA yang tengah dimabuk asmara.
Semula mereka hanya ingin melepas penat setelah belajar online. Laptop yang tersambung dengan WIFI beralih fungsi dari sarana pembelajaran menjadi sarana hiburan.
Pada menit pertama, lima sekawan kelas X SMA itu begitu serius menyimak instruksi guru di WAG. Namun, hanya bertahan sepuluh menit dalam kefokusan. Setelah mengunduh soal di Classroom, mengerjakan secara gotong royong, lalu mengirimnya tepat waktu, kelompok belajar itu pun langsung bubar dan asyik dengan aktivitas masing-masing.
Tania dan Desti pergi berburu es teler dan rujak. Sedangkan Steven asyik main game online di bawah pohon mangga yang berada di halaman rumah.
Tasya yang statusnya pacar Dino memilih tetap di ruang keluarga dan nonton berdua lewat laptop. Lancangnya, mereka melihat film yang penuh adegan dewasa yang belum layak mereka konsumsi.
“Kalau gue jadi vampir, lo masih s**a enggak?” pancing Dino mengomentari film yang tengah mereka tonton. Film tentang sepasang mahasiswa yang jatuh cinta. Tokoh prianya seorang vampir, sedangkan wanitanya manusia biasa. Sang vampir menyambangi kamar kekasihnya tiap malam, lalu mereka bermesraan hingga lupa daratan.
“Masihlah!” Tasya kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu teman sekelasnya. Pertama kalinya merasa beruntung ada pembelajaraan online, sehingga bisa pamit pada ibunya kalau mau belajar bersama dengan teman-temannya.
Sebenarnya ibu Tasya keberatan. Takut terpapar virus yang sedang menular. Bukankah karena virus itu p**a para pelajar harus belajar secara mandiri di rumah? Tapi sebagai ibu, ia juga tak bisa banyak membantu untuk mengawasi. Selain Tasya, dua anaknya yang lain juga harus belajar online di samping mengasuh satu balita yang sedang aktif-aktifnya. Sungguh kerepotan hakiki.
Kadang Sarah menyumpahi kebijakan belajar daring, lebih s**a jika anak-anak libur tanpa beban pembelajaran yang membutuhkan fasilitas teknologi yang ia sendiri tak menguasai.
“Kalau Ibu bisa bantu menyelesaikan tugas-tugas Tasya, sih ga pa-pa, Tasya belajar di rumah,” keluhnya pura-pura. “Tugasnya banyak gini, kepala Tasya mau pecah. Mumet!” imbuhnya melebih-lebihkan.
“Teman-teman yang lain juga banyak yang belajarnya kelompok. Ibu aja yang cemasnya overload. Mana ga ada kuota lagi. Beliin, Bu! Kalau di rumah Dino enak, ada Wifi-nya.”
Sarah, ibu Tasya mulai sakit kepala mendengar kuota gawai putri sulungnya sudah habis meski baru seminggu lalu dibelikan. “Kamu pakai buat apa sih, Nak, kuotanya? Kan ibu sudah bilang buat belajar aja. Jangan buat lain-lain.”
Kadang ia merasa bersalah karena belum bisa memfasilitasi anaknya secara maksimal. Seperti yang bisa dilakukan oleh orangtua Dino. Sarah mengenal baik ibunya Dino. Mereka sering ngobrol saat ada pertemuan wali murid. Kesan yang ia tangkap, ibu Dino adalah wanita terpelajar yang sangat modern dan melek teknologi.
“Yah, Ibu aja yang enggak tahu. Banyak tugas dari guru. Suruh unduh soal. Suruh uploud tugas. Belum lagi yang streaming saat ada kelas. ‘Kan Tasya juga butuh hiburan, nonton Youtube sekali-kali apa salahnya.” Tanpa mengerti kesulitan ekonomi yang dialami orangtua, Tasya terus merengek manja.
“Makanya, Bu, izinkan Tasya belajar sama teman-teman di rumah Dino. Di sana pakai Wifi. Dino itu juara kelas, jadi bisa ngajarin Tasya ngerjain soal yang sulit-sulit. Lagian orangtua Tania dan Desti mengizinkan, ada Steve juga yang anaknya guru.” Dengan gigih, Tasya mengeluarkan aneka bujuk rayu untuk mendapatkan restu.
“Cuma Ibu yang gini doang. Kelewatan takut sama virus enggak kelihatan. Kan bisa pakai faceshield, antiseptik, multivitmin biar enggak gampang sakit. Rajin berdoa, gitu kata ibu. Lagian Tasya juga rajin berjemur di rumah. Kurang apa coba?” desaknya.
Terlalu lama dikurung di rumah dengan alasan ada virus menular, tetapi pasar, swalayan, jalan, juga tempat ibadah sudah beroperasi normal, membuat otak muda Tasya tak terima dipaksa anteng di rumah saja. (Ditulis saat belum ada PPKM)
Gadis berkulit bersih itu sudah luar biasa bosan tanpa hadirnya teman yang bisa diajak bercanda seperti biasa. Kadang ia video call dengan teman-temannya, tapi tentu saja obrolan mereka tidak bisa sebebas jika berkumpul langsung. Apalagi Tasya tak memiliki kamar pribadi. Ia harus sekamar dengan adiknya yang masih SMP dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Akhirnya, dengan berat hati Sarah mengizinkan. Ia juga khawatir putrinya stres, karena sudah empat bulan lebih di rumah saja. Sarah bahkan sering minta tolong padanya untuk menjaga adik bungsunya ketika dia mengawasi anak kedua dan ketiga belajar daring.
Kali ini, dia merasa tak berdaya untuk menolak keinginan putri sulungnya.
“Baiklah, tapi harus p**ang sebelum azan zuhur! Kalau melanggar, ibu tak ijinkan kamu keluar main lagi!”
H**e, soraknya dalam hati. Setidaknya, ia bisa bersenang-senang tanpa terbebani kerjaan rumah sementara waktu.
Lima sekawan berbahagia akhirnya bisa berkumpul lagi dengan alasan belajar bersama. Rumah Dino dipilih karena sudah dilengkapi fasilitas WIFI dan AC. Selain karena Dino anak tunggal yang rumahnya selalu kosong di jam-jam kerja. Alih-alih serius belajar, mereka memang bermaksud mencari kebebasan. Merasa merdeka bisa lepas dari pengawasan orangtua.
Rumah Dino tak jauh dari rumah Tasya. Ia bisa menjangkau rumah itu dengan bersepeda santai. Tania dan Desti terlebih dahulu menghampirinya dan berpamitan secara sopan pada Sarah.
“Hati-hati, ya, belajarnya yang benar. Jangan bikin orangtua malu,” pesan Sarah mewanti-wanti. “Ingat, jangan ikut-ikutan yang di sinetron, anak sekolah enggak boleh pacaran! Awas kalau ibu tahu, ibu larang kalian main sama Tasya lagi dan ibu adukan ke orangtua kalian!” ancamnya.
Kedua sahabat itu saling berpandangan, melirik Tasya yang memasang telunjuknya di hidung sebagai isyarat untuk bungkam. Sekalipun merasa bahwa wejangan itu salah sasaran, atas nama kesetia-kawanan keduanya mengangguk-angguk saja. Sejatinya diantara mereka bertiga, hanya Tasya sajalah yang sudah pacar. Gadis itu memang populer di sekolahan sebagai siswi cantik yang pandai bernyanyi.
Sarah melepas putrinya untuk belajar bersama teman-temannya. Merasa sudah cukup menanamkan nilai-nilai moral sebagai ‘pagar’ di mana pun anaknya berada. Tak ada firasat buruk terbersit di benaknya. Ia percaya Tasya adalah anak baik-baik dan berteman dengan anak yang baik-baik p**a. Apalagi, putrinya bersekolah di sekolah negeri favorit. Tempat berkumpulnya bibit-bibit unggul pengharum bangsa dan negara.
“Bismillah, semoga tidak kena virus jahat. Jagalah mereka, Ya Rabbi,” doanya sebelum tubuh Tasya dan kedua temannya menghilang di tikungan.
***
Burung yang telah lama di sangkar, tidak pernah lupa caranya terbang. Mengira telah mendidik anaknya dengan baik, Sarah lupa, bahwa kejahatan bisa terjadi bukan karena ada niat, tetapi karena ada kesempatan. Kesempatan itu datang, ketika Tasya disuguhi film dewasa, tanpa ada siapa-siapa selain mereka berdua dan setan.
Steve adalah anak yang acuh. Kecanduan game membuatnya lebih senang menyendiri. Sedangkan kedua temannya yang lain belum kembali dari mencari konsumsi. Tinggalkan kedua anak manusia yang dilanda asmara.
Disenderi oleh pacar cantik dengan aroma rambut yang memikat, membuat otak Dino yang sudah tercemar film dewasa sulit mengendalikan diri. Pelan-pelan remaja berhidung mancung itu merapatkan tubuh, berusaha lebih dekat dengan Tasya. Tak ada penolakan. Sama-sama terbawa perasaan akibat menonton film romantis. Apalagi ada adegan ranjang yang membuat tubuh keduanya bak tersengat listrik. Ingin mempraktekkan.
Mulanya hanya saling bersandar, lalu saling memeluk, lalu naik ke tingkat selanjutnya, dan selanjutnya. Tak tahan, Dino mengajak gadis polos itu ke kamarnya. Khawatir Steven mendadak muncul dan memergoki mereka.
Dua anak korban tontonan tanpa filter orangtua itu akhirnya lepas kendali. Tak ada yang mencegah ketika nafsu telah membuncah.
Perbuatan kotor yang dilakukan dengan tergesa-gesa itu membuat Tasya memekik kesakitan.
Rusak sudah semua. Apa yang tidak seharusnya terjadi telah terjadi. Penyesalan kemudian tak berguna mengembalikan kondisi seperti semula.
Darah merembes keluar secara perlahan. Mengotori sprei Dino yang baru diganti mamanya tadi pagi.
“Tasya, lo berdarah!”
Tangis Tasya tidak terbendung. Setitik demi setitik, membuat Dino panik. Pemuda itu segera berlari ke kamar mandi, membersihkan diri. “Buruan pakai roknya. Nanti anak-anak keburu lihat!” Dino melongok ke jendela, khawatir jika ada yang mendadak datang. “Ayo, Tasya, udah jangan cengeng!” Kepanikan melandanya, tanpa tahu penderitaan yang dialami gadis muda itu.
Tasya menurut. Segera membersihkan diri dan merapikan bajunya kembali. Organ vitalnya masih nyeri, tetapi bukan hanya itu yang membuatnya ingin menangis. Ia takut, bagaimana jika ibunya tahu? Nilai-nilai moral yang selama ini ditanamkan orangtuanya, telah dilanggar. Ibunya pasti marah. Apa lagi ayahnya. Bisakah ia menyembunyikan rahasia kotor itu untuk mereka saja? Dan dirinya, apakah dirinya akan baik-baik saja? Sementara rasa sakit itu nyata.
Bantu like komen dan share nya ya