09/01/2025
Pemesanan : 087860116935
Enggan Dikritik, Lalu Apa ?
Tujuan dakwah "menghidupkan agama" sudah bisa diganti dengan "mematikannya", jika saat dikritik atas kesalahan, buru-buru menciptakan kebohongan baru atas nama agama untuk mempertahankan kebohongan terlanjur. Tipikal ustad semacam ini, mungkin ia merasa boleh bodoh. Ketahuan, jangan. Sadar atau tidak, begitu sekarang fenomenanya.
Kalau ini yang dirawat, lebih baik banting setir sebagai pendakwah. Kalau mau viral carilah jalan lain. Karena Populitas tak akan membatu Anda untuk mempertanggung jawabkan kebohohan itu dikemudian hari.
Di media sosial, muncul ustad setengah matang dengan keberanian tak setara kapasitas terbukti kalau banting setir sebagai pendakwah lebih selamat. Untuk menyampaikan ilmu, tidak masalah sebenarnya, baik bahkan. Tapi yang disayangkan, saat ada masukan atau kritikan dengan bukti-bukti ilmiah yang terbantahkan, komentarnya dihapus, mungkin sekalian akunnya juga diblokir. Konten salah dan kebohongannya tetap dibiarkan menjadi konsumsi umum.
________
Dulu, tanpa dikritrik apalagi diminta, sekaliber Imam Syafi'i banyak meralat fatwanya. Lihatlah berapa banyak pendapat lamanya (qadim) yang diralat dengan pendapat barunya (jadid). Fatwa jadid sebagai bentuk revisian terhadap pendapat lamanya dipublikasi seluas-luasnya saat itu, sebagaimana luasnya pandapat qadim itu diviralkan.
Hal ini dilakukan agar umat tahu dan tidak mengamalkan fatwa yang menurutnya "salah". Sekaliber imam Syafi'i begitu takut dengan fatwanya. Hal yang sama juga dilakukan oleh ulama-ulama besar setelahnya. Sampai hari ini agama masih terselamatkan karena para ulama tidak pernah diam atas kesalahan diantara mereka. Kritikan tak luput atas fatwa yang salah. Tak peduli siapa yang menjadi sasaran, Ayahnya bahkan.
Imam al-Juwaini, seorang ulama yang pengikutnya mengatakan "kalau pada masanya diutus Nabi, beliaulah yang akan jadi Nabinya", tapi anaknya, Imam Haramain, banyak mengkritik banyak fatwanya dengan narasi tajam. Karena inilah hukum yang disepakati (ijma') menjadi dalil yang paling kuat setelah ayat dan hadis.
Kita yang masih diragukan kapasitas ilmu di ujung kuku mereka, masih enggan diktritik dan ralat kesalahan? Anda merasa agama itu miliki pribadi yang kebenarannya hanya bersumber dari omongan Anda? Memangnya layak kita hari ini merasa diatas level imam Syafi'i, yang hanya karena sudah banyak penonton dan pengikut enggan dikritik dan malu meralat kesalahan?
العوائد الدينية في تلخيص الفوائد المدنية في بيان من يفتى بقوله من متأخري السادة الشافعية