11/11/2025
Sejak istriku tak lagi punya waktu untukku, malam-malamku terasa hampa–sampai foto wanita tanpa busana yang mirip Rahma, istriku, muncul dari nomor tak dikenal. Kecurigaan menghancurkan kepalaku, tapi yang datang justru godaan paling berbahaya: ibu mertua tiriku sendiri.
“Ray, maafkan kalau Rahma tak bisa memuaskanmu,” bisiknya lembut.
Tangan hangatnya merambat pelan, membuatku kehilangan napas.
“Ma–mamah, jangan…”
Ia tersenyum, menggenggamku dengan berani.
“Tenang saja, Sayang. Malam ini biar Mamah yang gantiin Rahma.”
***
Bab 1
Raymond si pria muda tampan berbodi bagus ini senyum ceria, malam ini adalah malam sakral baginya dan Rahma, istrinya. Ulang Tahun ke 4 mereka sebagai suami istri.
Raymond hanyalah sales sebuah dealer mobil yang dikatakan sulit laku, karena jual mobil-mobil asal negeri Tiongkok.
Sial…masih separuh jalan lagi sampai rumah, Raymond terpaksa berteduh, hujan yang tadi sudah gerimis, kini turun dengan derasnya.
Tiba-tiba ponsel jadulnya bunyi, ada chat masuk. Raymond pikir istrinya yang ngontak karena ini sudah pukul 21.00 lewat, tapi saat di buka, ternyata dari nomor tak dikenal.
“Hmm…siapa pengirimnya, kok ada lampiran fotonya,” batin Raymond, kaget saat membuka kiriman tiga buah foto tersebut.
Matanya melotot, jantungnya berdegup kencang. Foto itu perlihatkan seorang wanita cantik dengan rambut panjangnya dan gaun malamnya yang berwarna merah menyala sangat seksi, sampai perlihatkan pakaian dalamnya yang membayang.
Siapapun laki-laki normal pasti tergoda!
Walaupun gambar ini sedikit buram, karena di ambil secara sembunyi-sembunyi dan tempatnya seperti-nya sebuah pub atau klub malam, tapi wajahnya masih bisa dikenali.
Si wanita ini tak sendirian, ada seorang pria setengah tua yang terlihat merangkul si wanita seksi ini dan mengecup pipinya dengan mesra.
Wanita itu mirip sekali dengan…Rahma istrinya.
Kepala Raymond melayang…serasa tak menjejak bumi, tubuhnya seketika mematung.
Benarkah itu Rahma…kenapa dia begitu dekat dan akrab dengan pria setengah tua necis dan terlihat sangat kaya raya itu?
Jadi…isu-isu miring yang selama ini dia dengar, sejak karir istrinya melejit dan kalahkan dirinya, diperoleh Rahma dengan cara selingkuh…apakah benar adanya?
Saking marahnya, Raymond letakan begitu saja kue berharga 145 ribu di sebuah halte tempatnya berteduh tadi. Dan tak peduli hujan deras, ia tancap gas p**ang ke rumah mereka.
Raymond tak melihat mobil istrinya di garasi, artinya Rahma belum p**ang!
Hatinya yang emosi kini dia redam, dengan berpikir positif, paling wanita di foto itu hanya mirip.
Tapi…kenapa 3 foto itu dikirim ke dia…apa maksudnya? Pikirnya dengan galau.
Pukul 23.45 menitan terdengar mobil datang, Rahma istrinya membuka pintu dan langsung menuju kamar.
Mereka berdua memang bawa kunci rumah masing-masing.
Melihat Raymond sudah ‘tidur’ dengan memunggunginya, Rahma hanya hela nafas, dia lalu ke toilet dan hapus make up cetar-nya.
Padahal Raymond aslinya belum tidur, hatinya masih galau dan panas dengan foto itu.
Tak sampai 15 menitan usai merebahkan diri di sisinya, dengkur halus Rahma terdengar. Raymond berbalik dan melalui siluet lampu tidur dia melihat wajah istrinya seperti orang yang sangat kelelahan…!
“Hmm…dia lupa dengan ulang tahun ke 4 pernikahan? Tapi…kenapa dia begitu terlihat lelah..?” kembali batin Raymond berkata, rasa curiga makin menjadi-jadi.
Paginya di meja makan…
Raymond masih terngiang-ngiang dengan kiriman 3 foto yang belum ia hapus, saat melihat istrinya kini terlihat makin cantik dengan blouse warna krimnya.
Ditambah rambut panjang yang sengaja dibuat keriting dan diberi warna coklat melewati bahunya, plus parfum mahal, cantik sekali Rahma ini di tambah kulit tubuhnya yang putih dan mulus serta semampai.
Rahma memang terlahir blasteran, ayahnya asli Australia, ibunya Sunda.
Mulut Raymond sudah gatal ingin bertanya, kemana saja istrinya hampir pukul 00.00 baru p**ang tadi malam.
Tapi mulutnya kalah start, bibir Rahma yang dilapisi lipstik merah menyala duluan bicara.
“Bang, siang nanti mama tiriku dan kakak perempuanku datang dari Australia, mereka akan menginap di tempat kita selama di Jakarta. Katanya rumah mereka sedang direnovasi, jadi sementara p**ang ke tanah air dulu, sekalian travelling,” cetus Rahma, sambil memotong roti dan memakannya perlahan.
Raymond diam saja, dia menunggu, apakah istrinya ingat hari ini genap 4 tahun mereka jadi suami istri?
Tapi…sampai Rahma pamit duluan ngantor, tidak ada sama sekali ucapan istrinya tentang ulang tahun pernikahan mereka itu. Raymond hanya hela nafas panjang.
Padahal ini hari Minggu, tapi Rahma tetap kerja!
“Oh ya…aku mungkin p**ang malam lagi, soalnya aku menemani bos di kantor meeting dengan klien kakap, yang akan bangun pusat perbelanjaan di Kalimantan,” cetus Rahma lagi sebelum berlalu dari hadapan Raymond.
Si lelaki tak berdaya karena kalah karir dan penghasilan.
Dan kali ini Rahma tidak bawa mobil, tapi di jemput sebuah mobil….mewah!
Raymond hanya bisa mengangguk dan tidak ada ‘kuasa’ melarang. Ia tahu diri, saat ini, 90 persen kebutuhan rumah tangga mereka uangnya dari kantong Rahma.
Sejak karir Rahma melejit, mereka naik pangkat dari keluarga sederhana ke keluarga kelas menengah elit.
Kebutuhan hidup mereka pun otomatis menyesuaikan…mau tak mau, Rahma lah yang dominan keluar biaya!
Raymond bersihkan bekas makanan mereka, hal kecil yang dulunya dilakukan Rahma, kini dialah yang melakukannya, mereka memang tak memiliki pembantu.
Sesaat ia merasa harga dirinya jatuh ke titik rendah…!
**
Bab 2
Kepala Raymond makin pusing, di kantor sang kepala cabang menekan dirinya yang kini jadi sales senior, karena target penjualan makin jatuh dari minggu ke minggu.
“Kalau sampai dua bulan ke depan target kita lepas, maka siap-siap saja, akan ada gelombang PHK,” ancam si kepala cabang.
Makin meranalah Raymond.
Teleponnya berbunyi, ternyata istrinya yang menelpon. “Bang kamu jemput mama mertua dan kakak iparku, kamu kan lagi libur kerja? Bawa saja mobil aku!”
Suara Rahma mirip perintah seorang atasan pada bawahan saja, apesnya Raymond tak berdaya menolak.
“Iya-ya sayang, aku jemput!” sahut Raymond buru-buru, karena tadi otaknya sedang piknik kemana-mana.
Di Bandara Soetta Tangerang. Lagi-lagi Raymond banyak melamunnya, alih-alih menunggu bener-bener mertua sambung dan kakak iparnya.
“Ini Ray kan? Raymond?” sapa seorang wanita paruh baya yang masih cantik.
Memakai blus sifon tipis yang sedikit transparan dipadukan rok pensil ketat, membayangkan isinya yang penuh gairah.
Rambut di sanggul rapi dengan beberapa helai menjuntai, memberikan kesan elegan namun menggoda.
“Iya, aku Ray, tante siapa yaa, kok bisa kenal namaku?” sahut Raymond gagap sambil memandang kagum kecantikan si tante ini.
“Aku Tante Melly, ibu tiri istri kamu si Rahma!” sahut wanita ini sambil senyum merekah.
“Astagaaa…tante, eh mami, dueeh, maafkan Ray mi, sampai pangling aku, mami makin cakep saja,” pujian tulus yang terucap spontan dari bibir Raymond membuat Tante Melly tertawa renyah, senang hatinya dipuji menantu gantengnya.
“Hai Mas Ray, aku Indri mas, kakak tirinya Rahma,” sekonyong-konyong datang lagi seorang wanita jelita berambut panjang tergerai.
Mengenakan dress ketat selutut dengan belahan dada rendah. Riasan tajam dan lipstik merah menyala memancarkan aura sensual, yang jauh lebih wow dari Tante Melly.
“Ini…ka Indri,” sahut Raymond tergagap, tak pernah dia sangka, mertua dan kakak istrinya begini cantiknya. Dia pun buru-buru salami tangan lentik Indri.
Padahal seingatnya kedua ibu beranak ini dulunya…burik!
Raymond buru-buru bantu dorong koper kedua, agar kegugupannya tak terlihat jelas. Raymonda bukanlah pria jalang dan flamboyan, dia terlalu sayang serta cinta dengan Rahma dan tak terpikir macam-macam.
Tapi kini…???
Di jalanan yang mulai merambat sekeluar dari bandara, Tante Melly dan Indri ceplas-ceplos saja bicara.
“Kalian ini sudah 4 tahunan berumah tangga, kok belum memiliki anak?” terdengar suara Tante Melly, yang duduk di sisi Raymond, Indri di jok belakang.
“Ehemm…jangan-jangan karena kalian sama—sama sibuk, terutama istri kamu si Rahma yang kini jadi orang penting di perusahaan real estate, jadinya kalian jarang melakukan ‘itu’ ya?” sela Indri sambil tertawa, pancingan sederhana, tapi bikin joss di hati Raymond.
“Emm…kami memang sepakat menunda dulu ka Indri, jadinya Rahma nggak hamil-hamil sampai kini. Sebab itu aku sengaja pakai pengaman,” ceplos Raymond bersikap santai dan sengaja guyon agar suasana mencair.
Padahal faktanya benar, mereka kini jarang berhubungan badan. Kalaupun mereka melakukan itu, Raymond diminta Rahma selalu pasang pengaman.
Rahma ogah pakai kontrasepsi, alasannya bisa ngerusak bodynya yang aduhai!
“Waduhh…kok Ray sanggup yah, padahal nggak enak pake itu tau. Rahma juga keterlaluan, masa laki disuruh pakai pengaman. Laki setampan kamu paling disukai wanita-wanita mapan tau, kalau jarang di kasih dan tak puas bisa bahaya nih…?” cerocos Tante Melly terkekeh genit, sambil ngelirik paha Raymond, sekaligus memuji ketampanan ‘menantunya’ ini.
Raymond lagi-lagi tercekat dan dia pun melirik saat Tante Melly menatap pahanya.
“A-anu…pas mau klimaks saja, saat melakukan sih nggak pakai, rugi d**g nggak merasakan tubuh Rahma seutuhnya,” sahut Raymond mulai terbawa suasana dan ikutan tertawa.
Sampai di rumah, Raymond tak segan rapikan kamar tamu dan persilakan keduanya untuk sementara pakai kamar dia dan Rahma buat istirahat, setelah menempuh perjalanan panjang dari Melbourne.
Tiba-tiba ponselnya bergetar.
Dadanya bergemuruh, lagi-lagi nomor yang sama dan tak dikenalnya mengirimkan sebuah lampiran, tapi kali ini bukan foto..tapi video pendek berdurasi 8 detik.
Video ini memperlihatkan gaun merah seperti yang di pakai wanita di foto itu, kali ini terlihat gaunnya terlepas, lalu perlihatkan tubuh molek seorang wanita dari bagian punggung.
Yang bikin Raymond hampir semaput, ada tanda lahir di punggung mulus itu yang identik dengan milik Rahma…juga antingnya, termasuk rambutnya tersebut, saat merebahkan diri di sebuah kasur empuk, yang mirip ranjang hotel mewah.
“Lhooo, kok kamu sih yang bersihkan kamar, kenapa nggak panggil aku?” tiba-tiba Indri sudah berdiri di depan pintu, hanya kenakan handuk putih yang melilit sampai di dadanya yang membusung.
“Tak apa ka Indri, istirahat saja dulu, nanti setelah bersih, bisa pindah ke sini dengan mami,” sahut Raymond sambil buru-buru melanjutkan merapikan sprei.
Tapi Indri tiba-tiba jongkok dan ikutan rapikan sprei ini.
“Jangan ka Indri, kakak kan tamu di rumah ini,” Raymond buru-buru menarik sprei ini dan sesaat tarik menarik terjadi.
Sekonyong-konyong tubuh Indri doyong ke depan, lantai dari ubin yang baru Raymond lap ternyata masih licin dan Raymond sigap menangkap tubuh indah ini….!
**
Bab 3
“Ma-aaaf…!” Raymond buru-buru lepaskan pelukan tak di sengaja. Namun, lilitan handuk terlepas saat mereka tak nyadar jatuh ke kasur…dan pemandangan indah terpampang jelas di matanya.
Bagian tubuhnya yang berisi dan yang terletak di antara kedua paha Indri terhampar nyata, Raymond buru-buru alihkan pandangannya, hatinya kontan berdebar-debar.
Indri hanya senyum kecil melihat ‘kesopanan’ Raymond dan santai saja merapikan handuknya. Sikapnya ini makin membuat siksaan 'asyik di hati Raymond.
“Baiklah ganteng, aku keluar dulu yaah,” kata Indri, suaranya malah mirip desahan, seolah sengaja memancing di air yang sudah keruh ini.
“Aroma kamu bikin aku sulit berpaling,” bisik Indri lagi dan makin tak karuanlah degup jantung Raymond.
Apalagi…dia sudah sangat lama belum dapat jatah dari Rahma!
Godaan silih berganti ini membuat hati Raymond mulai bimbang dan otak-nya mulai konslet.
Namun pikiran ‘aneh’ langsung dibuangnya jauh-jauh, Raymond teringat lagi dengan kiriman video singkat yang bikin emosinya naik itu.
Dia pun cepat-cepat selesaikan pekerjaan ini, lalu ke kamarnya dan dengan sopan bilang kamarnya sudah siap ditempati.
Indri yang baru memasang kaosnya senyum manis, pura-pura tak ingat kejadian yang bikin napas Raymond masih naik turun.
Tante Melly yang tak tahu momen menggoda antara Indri dan Raymond tadi ucapkan terima kasihnya dan bilang Rahma beruntung punya suami seperti Raymond ini.
"Untung sekali si Rahma, punya suami sigap dan ringan tangan," puji Tante Melly dengan senyum memikatnya, hingga sesaat Raymond makin pusing dibuatnya.
Setelah Tante Melly dan Indri pindah kamar, Raymond membuka kembali video tersebut, tak sadar pintu kamar masih terbuka.
Darahnya masih mendidih, nekat…dia lalu telpon nomor tak dikenal itu, “Berengsek! Apa maumu hah!? Buat apa kau kirim video itu?” cetus Raymond menahan geraman hatinya, sekaligus agar tak kedengaran mertua dan ipar tirinya.
Sumpah serapah keluar dari mulut Raymond, namun tidak ada satupun balasan dari seberang sana.
Saat ‘ngamuk’ di telpon Raymond tak sadar suaranya itu terdengar Tante Melly yang saat itu ingin ke dapur dan kaget mendengar Raymond yang ada di bagian belakang rumah ini marah-marah di telepon.
Walaupun suaranya sudah di tekan Raymond agar tak terdengar nyaring.
Jiwa kepo Tante Melly muncul dan dia dengarkan apa yang Raymond omongkan dengan lawan bicaranya di luar kamar ini.
Klik…usai Raymond keluarkan uneg-unegnya, telepon terputus dan berkali-kali Raymond telpon balik, ponsel ini sudah dimatikan.
Diapun sampai lama melamun di teras belakang rumah mewah mereka, pikirannya benar-benar mumets, hari jelang senja dia pun balik ke kamarnya.
**
Sudah jadi kebiasaan Raymond, kalau ke kamar mandi dia akan langsung lepas pakaiannya dan dengan bertelanjang ria masuk kamar mandi yang ada di kamar ini.
Begitu masuk…!
“Aihh….!”
“Astagaaa….?”
Raymond terkejut, ada orang lain di kamar mandinya dan sedang asyik menyabuni tubuh padatnya dengan busa sabun.
Pria itu melotot, bentuk dan kepunyaan Indri saja masih berbekas di pikirannya, kini milik mertua tirinya lebih... menggoda.
“Tante…eh mami…m-maaf…Ray pikir tak ada orang di dalam?” sahut Raymond tergagap, tak sadar miliknya ternyata terlihat jelas di depan Tante Melly.
Di satu sisi Raymond pun terpesona melihat Tante Melly yang juga polos tanpa sesuatu di tubuhnya ini.
“Ray… punya kamu tuh?”
“Astagaaaa…m-maaf tante eh mi!” dengan cepat Ray keluar lagi dari toiletnya dan buru-buru pasang kembali celana pendeknya dan baju kaosnya.
Tak sampai 10 menitan, Tante Melly keluar dan senyum manis saja melihat Raymond yang masih berada di kamar ini dan salting menatapnya.
Tante Melly pakai handuk yang juga di lilitkan di dadanya. Penampilannya benar-benar bikin Raymond menelan ludah.
“Mi…maaf sekali lagi, Ray benar-benar nggak sengaja, tadi aku pikir kamar mandi ini kosong,” kata Raymond sambil menundukan wajahnya, tak sanggup menatap wajah ibu mertuanya ini.
“Tak apa Ray, tante juga salah, lupa ngunci kamar mandinya, lagian si Indri lama banget ke toilet. Tante kan gerah dan mau mandi, makanya tante masuk saja ke kamar kamu dan Rahma lalu numpang mandi di sini,” sahut Tante Melly seolah kejadian barusan tidak perlu di permasalahkan.
Tapi mata Tante Melly menatap paha Raymond. “Hmm… susah dikendalikan ya,” bisik Tante Melly lalu menowel gemas dan keluar dari kamar ini sambil tertawa kecil.
Raymond sampai terkaget-kaget. “Busyet dahhh…!” batinnya dan buru-buru mandi.
Sambil mengguyur badannya dengan air dingin lewat shower, untuk meredakan kepalanya yang pusing 7 keliling.
Otak Raymond pun membayangkan bentuk tubuh polos Indri dan Tante Melly. “Kalau di pikir-pikir, body mereka tak beda jauh dengan Rahma,” batinnya.
Pikiran liar Raymond sempat jalan, apalagi teringat bagian tubuh milik Indri dan Tante Melly yang bikin dia sampai kini sulit lupa.
Sesaat Raymond lupa dengan ‘perselingkuhan’ Rahma, kehadiran Tante Melly dan Indri yang membuat dia piknik ke mana-mana, seolah jadi obat baginya untuk meredakan gejolak hatinya.
**
Bab 4
Raymond pun duduk melamun di kamar, dia masih pakai handukan, tubuh kekarnya masih basah usai mandi tadi.
Bayangan foto dan video yang mirip Rahma silih berganti dengan bayangan Tante Melly dan Indri.
Tak sadar Raymond hela nafas, sejak pacaran dan menikah, dia tak pernah sekalipun khianati kepercayaan Rahma.
Tapi kini…godaan bukan dari luar, tapi dari dalam!
Rahma, istrinya dulunya juga sama dengannya, awalnya hanyalah seorang sales perumahan biasa, meniti karir dari nol.
Keduanya memang menikah karena saling cinta dan pacaran sejak semester 3 sampai wisuda dan akhirnya menikah, keduanya disebut pasangan couple saat di kampus, kemana-mana selalu bersama dan mesra.
“Kita melangkah dari nol sayang, aku yakin kita akan bisa kayak orang-orang,” kata Rahma kala itu, mereka juga sepakat menunda memiliki momongan, ingin hidup mapan dulu.
Namun satu setengah tahun terakhir ini, karir Rahma melonjak tajam.
Berkat istrinya juga, mereka yang semula menyewa rumah petakan kecil, kini miliki sebuah rumah bagus bertipe 45 di kompleks perumahan kelas menengah.
Bahkan kini ada mobil SUV kompak yang hiasi garasi mereka dan jadi tunggangan Rahma ke kantor.
Seiring karirnya meningkat, penampilan Rahma juga berubah drastis, istrinya makin rajin ke salon dan Rahma yang memang mantan bintang kampus, makin jelita dan telah berubah jadi sosialita baru dan jadi idola kaum pria di kantornya.
Raymond…4 tahun jadi sales, karirnya segitu-gitu saja, mocin jualannya sulit laku dan kalah bersaing dengan produk yang sudah familiar di negeri ini, yang berasal negeri matahari terbit atau Eropa.
Akibatnya, alih-alih dapat bonus, ganti motor saja dia belum bisa!
Tapi Raymond punya harga diri tinggi, dia malu minta uang ke istrinya buat sekedar ganti motor atau mobil.
Namun semakin keras dia berusaha mengalihkan hatinya, semakin hebat p**a godaan itu terus muncul di otaknya.
Bentuk tubuh Tante Melly dan Kak Indri yang begitu menggoda terus menempel pikirannya, makin membuat Raymond tak sadar, tubuhnya ikut merespons tanpa kendali.
“Sial… ini efek dari lama tak dapat jatah dari Rahma. Argghhh…tolol, kenapa aku malah membayangkan Tante Melly dan kak Indri,” batinnya.
Lalu Raymond mulai berpakaian, setelah pakai deodorant dan parfum kesenangannya yang dulu bikin Rahma tak tahan dan biasanya berakhir dengan desahan panjang.
**
Malam ini rumah Raymond dan Rahma beda dari biasanya, kedatangan ibu tirinya dan kakak iparnya dan saat ini sedang bercanda dengan Rahma di ruang keluarga membuat Raymond sesekali nguping, dia saat ini di ruang tamu sambil nonton TV.
Rahma tak terlalu malam p**angnya, rupanya dia tak enak ada ibu tiri dan kakak tirinya sehingga pukul 20.10 Rahma sudah sampai rumah.
Tak sengaja telinga Raymond mendengar candaan ketiganya yang sebut-sebut namanya.
“Miliknya itu loh… tapi hebat juga si Ray yaah, masih mau pakai pengaman dulu,” ceplos Indri tertawa berderai.
Ray yang dengar obrolan ini hanya bisa geleng-geleng kepala. “Segala diomongin, dasar si Rahma ini,” batinnya.
Namun Rahma sempat terdiam saat tante Melly mengingatkan anak tirinya ini agar jangan terlalu ‘merendahkan’ Raymond, mentang-mentang karirnya kini lagi naik tajam dan jadi kepercayaan si bos di kantornya.
“Kasihan Ray, kalau terlalu lama dibiarkan, laki-laki bisa saja mencari pelarian lain,” ujar Indri sambil terkekeh, membuat suasana semakin canggung.
Saat makan malam berempat, yang di pesan Rahma dari sebuah restoran, karena Rahma sejak ‘naik pangkat’ jarang masak.
Raymond terlihat kadang agak canggung menatap mertua dan iparnya.
Apalagi saat Rahma bilang besok mau ke Kalimantan menemani bosnya, untuk meninjau proyek pembangunan mal terbesar di Banjarmasin.
“Duehhh…kamu harus siapkan penutup kuping Indri, malam ini akan terjadi gempa lokal!” olok Tante Melly, hingga Indri dan Rahma kompak terbahak. Wajah Ray malah bak udang rebus.
Alasan untuk pergi dari meja makan ini tertolong saat ponselnya bunyi dan Rahma sempat melirik ponsel Raymond, yang menelpon suaminya ternyata adalah 'bos' di kantornya.
“Sayang, mami, ka Indri aku ke depan dulu mau angkat telpon dari pimpinan cabang di kantor,” lalu Raymond pun buru-buru permisi setelah Rahma mengangguk.
Raymond ke teras depan dan hanya bilang siap-siap saja, saat si Pincab ini bilang besok mereka meeting penting jam 9 pagi. Terkait klien kakap mereka yang akan batalkan pembelian 100 buah mobil dengan alasan tak masuk akal.
“Kalau sampai gagal, benar-benar hancur kita ini nanti,” cetus si Pincab, lalu tutup telponnya, saat akan masuk ke rumahnya lagi, Raymond kaget ketika melihat seseorang yang seolah menatap rumahnya dari kejauhan, lalu bayangan itu hilang secara misterius.
Tapi Raymond tak begitu gubris itu, pikirannya sedang banyak masalah, bertubi-tubi masalah datang silih berganti.
Dan yang paling berat…godaan Tante Melly dan Indri!
Paginya…
Raymond terbangun di pagi hari, bersiap untuk ke kantor. Rahma sudah sejak pukul 4.00 subuh di jemput…lagi-lagi mobil mewah! Dan langsung ke Bandara Soetta tujuan ke Kalimantan.
Alih-alih tadi malam bercinta dan beri jatah ke Raymond, Rahma malah tidur cepat, dengan alasan besok pagi-pagi dia harus ke bandara, karena penerbangan pukul 6.30 pagi.
Hasrat Raymond pun makin lama puasanya...!!!
**
Bab 5
Rumah terasa sepi, ruang makan kosong, dan pintu kamar ibu mertua serta iparnya tertutup rapat, tanda belum bangun pagi.
Raymond hela nafas, ia bersyukur pikiran warasnya masih jalan, ia masih bisa menjaga attitudenya. Tidak nekad masuk ke kamar kakak ipar dan ibu mertuanya itu untuk tuntaskan godaan maha dahsyat yang terjadi kemarin, di tambah Rahma bikin hasratnya harus nambah daftar hari puasanya.
“Berangkat kerja Ray? Kenapa nggak bawa mobil,” tiba-tiba terdengar suara Tante Melly, kagetkan Raymond, saat dirinya akan starter motornya.
Sial atau malah keberuntungan…!
Raymond melongo melihat penampilan mami mertua tirinya yang masih pakai baju tidur transparan dan sama sekali tak mengenakan pakaian dalam!
Hal itu membuat bagian pribadinya tersingkap samar!
“I-iya Mi, aku ngantor, bawa motor saja, takut kejebak macet Mi,” sahut Raymond bikin alasan dan buru-buru pasang helmnya, karena tak sanggup melihat pemandangan yang menyambutnya di pagi hari yang mendung ini.
Lalu buru-buru ke keluar dari pagar rumah sambil mengangguk hormat ke Tante Melly.
“Kasian sekali si Ray ini, pasti tadi malam tidak bisa menyalurkan hasratnya, kelewatan juga si Rahma, sibuk ngejar karir, suami malah dibiarkan tersiksa,” batin Tante Melly, yang paham arti tatapan sekilas Raymond, sambil bilang hati-hati pada ‘menantunya’ ini.
Raymond beberapa kali hampir kepentok kendaraan lain, otaknya benar-benar sulit konsentrasi di jalan.
Pas di lampu merah, Raymond kaget motornya hampir terserempet sebuah motor yang menerobos tanpa etika.
“Sialan, mau cari mati loh,” umpatnya dalam hati menahan mangkel, tak mungkin dia bersuara keras, karena helmnya tertutup kaca plastik.
Namun setelahnya Raymond kaget bukan main, saat motor ini tiba-tiba memukul sebuah kaca mobil mewah, lalu secepat kilat mereka merampas tas yang ada di dalam mobil mewah tersebut.
Sia-sia teriakan minta tolong dari pemilik mobil ini. Semua pengendara malah takut melihat salah satu penjambret itu bawa senjata tajam.
Namun jiwa kesatria Raymond seketika bangkit, dengan nekat dia tancap gas dan mengejar motor penjambret sekaligus begal ini.
Brakkkk…tabrakan tak bisa dihindari karena jalanan memang lagi padat. Dua penjambret itu terjungkal ke aspal, senjata tajam terlepas dari tangan si jambret itu.
Ray tidak peduli motornya juga jatuh, dia pun ikut jumpalitan di aspal. Tapi tubuh kekarnya aman, karena dia pakai sarung tangan dan jaket.
Raymond buru-buru bangkit dan menerjang salah satu penjambret yang mengambil tas di mobil tadi.
Bukk…arghhh! Si jambret kembali terjungkal di aspal, rekannya buru-buru bangun dan bukannya membantu, tapi menghidupkan lagi motornya.
Tak peduli rekannya yang terjungkal, dia kabur secepat-cepatnya.
Raymond membiarkan saja, sedangkan rekannya yang tadi terjungkal juga bangkit dan dengan langkah sempoyongan, ambil langkah seribu kemudian menghilang di kerumunan orang-orang di jalanan, sehingga dirinya selamat dari amukan warga.
Raymond ambil tas si pemilik mobil yang kacanya dipecahin tadi lalu mendekati si pemiliknya yang buru-buru keluar dari mobilnya, sambil lepas helmnya.
“Ini tasnya nyonya, silahkan periksa lagi,” kata Raymond lalu berbalik lagi meminggirkan motornya, aksinya tadi mengundang pujian pengendara lain, tapi ada juga yang menyayangkan dua penjambretnya bisa lolos.
“Makasih ya, ini sekedar ganti perbaikan motor kamu?” wanita yang ternyata sangat cantik ini tiba-tiba sodorkan 20 lembar pecahan 100 ribuan buat Raymond.
“Makasih nyonyah, tak apa, motor saya hanya lecet dikit, permisi yaa,” Raymond langsung pasang lagi helmnya dan buru-buru pergi ke kantornya, takut telat.
“Namaku Clara…!” wanita cantik ini buru-buru dekati Raymond di motornya sambil kenalkan diri.
Raymond buka kaca helmnya. “Aku Raymond, permisi Clara!” kata Raymond lagi dan tancap gas.
Raymond pun melupakan kejadian ini, karena dia harus buru-buru, agar tak telat meeting pagi ini.
Tiba di kantor dan Raymond langsung disambut tatapan sinis dari atasannya. Raymond telat 15 menitan, gara-gara insiden tak di sangka-sangka tadi.
Raymond duduk sambil beri hormat dan lepas jaketnya. “Maaf saya telat, tadi ada insiden di jalan raya,” cetus Raymond.
“Hmm…segala insiden yang dijadikan alasan, dengarkan semuanya, juga kamu Ray, tender kali ini adalah kesempatan terakhir kalian untuk bertahan di kantor cabang ini. Kalau hari ini sang klien kakap gagal di bujuk, 3 hari lagi kalian ambil pesangon dan kalian dipecat!” cetus Bingo, sang pimpinan cabang dengan bengis.
Siangnya, Raymond bersama dua orang staf pemasaran menuju ke sebuah kantor si klien kakap yang dikatakan pimpinan cabangnya berniat batalkan pemesanan mobilnya.
Cukup lama mereka menunggu, setelahnya seorang staf meminta keduanya masuk ke ruang sang CEO salah satu perusahaan taksi terbesar di Indonesia ini.
Raymond dan dua stafnya sampai keder melihat mewah dan AC-nya terasa dingin di ruangan kantor sang CEO ini, harum p**a. Mereka dipersilahkan si stafnya duduk sofa tamu yang empuk.
Si CEO terlihat membelakangi mereka sambil menelpon seseorang, Raymond dan staf pemasaran ini sabar menunggu.
“Kalian yang dari dealer mobil cabang…ih kamu?” wanita ini kaget saat menatap Raymond, wajah cantiknya kontan ceria.
“I-ibu Clara…ya ibu kami dari dealer mobil cabang Fatmawati,” sahut Raymond yang juga surprise, tak menyangka sang CEO ini adalah Clara, yang tadi pagi di tolongnya dari begal yang menjambret tas mahalnya.
**
Bab 6
Tiba-tiba Clara memanggil sekretarisnya yang tadi membawa Raymond dan dua staf pemasaran ke ruangan ini.
“Agnes, panggil Anton dan Sony, bilang pada keduanya siapkan draf kontrak, kita akan beli 100 buah mobil dari dealer mobil ini dan kelak kita akan pesan 150 mobil lagi di tahap kedua,” ceplos Clara, hingga Raymond dan dua stafnya melongo dan saling pandang.
Padahal Raymond sudah dapat info, Clara adalah klien yang terkenal sulit diajak kompromi dan orangnya saklak serta terkenal angkuh.
"Bu Clara seorang CEO perusahaan travel besar dan punya ego keras, kalian harus bujuk agar dia mau teken kontrak," itulah ucapan si Pincab ke Raymond, yang di ingat betul pria ini.
Kini, betapa terkejutnya ia ketika menyadari klien ini adalah Clara dan wanita yang sama yang ia tolong beberapa jam sebelumnya.
Bahkan belum juga Raymond mulai berbicara, tanpa basa-basi Clara langsung menerima tawaran sekaligus meng ACC dan memesan 100 buah mobil, ini di luar prediksinya.
Sibuklah Raymond kini bersama dua staf Clara, Anton dan Sony mematangkan pemesanan jumbo ini.
Tanpa Raymond sadari, Clara sejak tadi selalu senyum manis menatap dirinya. Tak sampai 1 jam, bereslah semua.
Disepakati pesanan ini akan dikirim secara bertahap dimulai minggu depan saat depe mobil mulai di transfer ke rekening dealer mereka.
“Raymond, aku tahunya sama kamu yaa, tidak perlu berhubungan dengan sang pimpinan cabang.”
Clara secara eksplisit meminta hanya Raymond yang menjadi penghubung komunikasinya mulai saat ini.
“Si-siap bu Clara, ini nomor pribadi saya, kapanpun ada masalah, ibu jangan segan-segan kontak saya, ponsel saya aktif 24 jam!” kata Raymond sambil sodorkan ponselnya dan langsung di scan Clara ke ponsel-nya.
Atasannya di kantor bengong, saat Raymond dan dua staf pemasaran sebut kontrak jumbo dari Bu Clara beres! Sambil serahkan dokumennya.
Si Pincab hanya bisa melongo tak percaya melihat kejadian yang di luar dugaan ini.
Namun setelahnya buru-buru telepon pimpinan kantor besar dan minta segera prioritaskan klien kakap mereka ini.
“Selamat Raymond, siap-siap bonus besar menanti,” kata Bingo ini sumringah sambil salami Raymond. Tapi senyum si Pincab Bingo ini berubah saat Raymond membalikan tubuhnya.
“Hmmm…!” dengusnya, wajahnya menyiratkan rasa iri dan dengki dengan pencapaian Raymond yang fantastis ini. Sebab…bisa-bisa posisi dia yang kini terancam!
Raymond pun p**ang dengan wajah sumringah, hatinya hari ini plong tak terkira, ancaman pemecatan sirna, bonus besar segera menanti dirinya.
Saat masuk ke rumahnya, Raymond kembali kaget, Indri sambil rebahan di sofa hanya kenakan celana pendek ketat, dengan baju kaos agak longgar, sedang asyik nonton siaran infotainment di TV.
“Hei Ray, baru p**ang ya?” sapa Indri, tanpa merubah posisinya yang bikin Ray sedapat mungkin tidak menatap godaan ‘besar’ ini.
Namun apes baginya, saat duduk di sofa sambil melepas sepatunya, kursinya persis menatap kedua kaki Indri, otomatis pemandangan aduhai ini tak bisa dihindarkan.
“I-iya ka Indri, eh Tante Melly di mana, kok nggak kelihatan?” Raymond menjawab sambil berbasa-basi...dan sengaja berlama-lama, tujuannya jelas, diam-diam ingin lebih lama melihat pemandangan aduhai ini.
“Mami sejak sore tadi jalan di jemput teman lamanya, katanya sih malam baru p**ang,” sahut Indri dan kini duduk sambil senyum manis ke Raymond, seakan paham mata Raymond nemplok ke pahanya, Indri sengaja melebarkan pahanya, hingga sesuatu terlihat ngintip di sela-sela pahanya.
Apalagi bagian atas tubuh Indri memiliki ukuran yang membuat Raymond sulit berpaling. Celakanya, bentuk tubuh yang dimiliki Indri maupun Tante Melly merupakan kriteria yang diidam-idamkan Raymond, yang bahkan melebihi milik Rahma, istrinya!
“Ee…maaf ka Indri, aku mau mandi dulu, silahkan santai dulu,” cetus Raymond dan berusaha alihkan pandangan.
Di kamar mandi, sambil mengguyur kepalanya dengan shower yang airnya sengaja disetel dingin, Raymond ingat ucapan Tante Melly.
“Jangan kaget Ray, si Indri ini lahir saat aku masih berusia 17 tahun dengan suami pertama, makanya dia kini sudah berusia 26 tahunan dan aku kini sudah 43 tahun. Sayangnya dia udah janda tanpa anak di usia muda…!” cerita Tante Melly.
Raymond dan Rahma sendiri juga sama-sama berusia 26 tahunan, tapi bulannya duluan Indri yang lahir.
“Duehh…apakah aku harus khianati kepercayaan Rahma, tapi…bagaimana dengan foto dan video itu…benarkah itu dia dan diam-diam berselingkuh?” kembali perang batin melanda Raymond.
Setelah selesaikan mandinya, Raymond kaget saat ponselnya berbunyi dan kembali wajahnya seketika keruh.
Kembali nomor tak dikenal mengirimkannya sebuah chat singkat.
“Istrimu bukan hanya urus kerjaan, tapi bersama sepuasnya dengan si pria tua bos besar pemilik salah satu mal di indonesia”
Saat Raymond ingin menelpon, ponsel pengirim ini tak aktif, hingga Raymond kesal bukan kepalang.
“Sialan…apa maksudnya mengirimkan aku chat begini, apakah dia sengaja ingin rusak rumah tanggaku dengan Rahma?” batin Raymond, yang sampai detik ini masih percaya Rahma tetap setia dengannya.
Tiba-tiba terdengar ada benda jatuh dan teriakan aduh sekaligus minta tolong.
“Loh apa itu yang jatuh, itu kan suara Indri…!” Raymond pun bergegas keluar dan menuju asal suara Indri yang mengarah ke dapur…!
“Indri…!” Raymond yang masih pakai handukan bergegas ke dapur dan dia kaget melihat wanita denok ini terjatuh di dapur sambil memegang kakinya.
“Ray tolong bantu aku, tadi aku keasyikan terima telpon, nggak tahu ada turunan,” keluh Indri sambil memegang tangan kokoh Raymond yang sigap menarik badannya.
Walaupun tubuh Indri sintal dan sedikit berisi, tanpa kesulitan Raymond bisa mengangkatnya dan membawanya ke sofa di ruangan tengah.
Raymond lalu periksa kaki Indri yang meringis menahan sakit.
“Sebentar ya ka Indri, aku mau ambil es, ini agaknya memar,” tanpa menunggu jawaban Indri, Raymond bergegas ke kulkas dan ambil es, lalu dia cari handuk kecil dan membungkusnya.
Raymond pun kini terus memegang es ini sambi jongkok, sial baginya atau ini malah keberuntungan, karena posisinya jongkok, wajahnya persis berada di hadapan kedua paha milik Indri.
Bahkan garis halus di antara pahanya ikut terlihat, karena celana yang dia pakai sangat pendek. Apalagi kedua paha Indri yang warnanya putih kekuningan dan ditumbuhi bulu-bulu halus, ini bikin hasratnya makin sulit dikendalikan.
Tanpa Raymond mampu tahan…handuk yang dia leletkan di pinggang menggembung perlahan dan dia kaget sendiri, namun tak bisa dia cegah.
Indri malah memejamkan mata, karena rasa nyeri dan dingin beradu di kakinya, akibat es dalam handuk yang dipegang Raymond dan masih di tempelkan di kakinya.
Indri makin keenakan, saat Raymond malah mulai memijit-mijit perlahan kakinya, hingga rasa nyeri tadi makin makin berkurang sakitnya, berganti rasa nyaman dan…nikmat.
Namun akibatnya, respon tubuhnya makin nyata saja!
Saat itulah Indri membuka matanya dan dia kaget saat mata Raymond nemplok di antara kedua pahanya dan dia melihat kembungan itu makin membesar saja di antara kedua paha Raymond.
Bukannya menegur, Indri sambil senyum kecil malah membuka lebih lebar kedua pahanya. Raymond kaget, tapi Indri malah kembali pura-pura memejamkan mata.
Dan akibat dibuka…titik paling rahasia itu sedikit tersingkap, akal sehat Raymond pelan-pelan mulai hilang.
Tanpa sadar, wajahnya makin dekat ke titik yang sangat menggairahkan ini. Dan Indri bak kesetrum, saat bibir Raymond bersentuhan dengan titik sensitif miliknya.
**