28/06/2025
MAU SUKSES? KELUARLAH DARI ZONA NYAMAN!
Dalam sejarah sastra Arab, Abu Thayyib Al-Mutanabbi bukan sekadar penyair. Ia adalah pemikir, penggugah semangat, dan pemantik jiwa-jiwa yang letih oleh dunia.
Dalam bait syairnya yang penuh makna, ia menuliskan:
لَوْلَا الْمَشَقَّةُ سَادَ النَّاسُ كُلُّهُمُ
"Kalau bukan karena kesulitan, niscaya semua manusia menjadi pemimpin."
الْجُودُ يُفْقِرُ وَالْإِقْدَامُ قَتَّالُ
"Kedermawanan dapat membuat seseorang jatuh miskin, dan keberanian dapat membunuh."
Di balik keindahan susunannya, ada pesan tajam dan mendalam: jalan menuju kemuliaan tak pernah mulus. Dunia ini menyimpan hukum ilahi yang tak bisa ditawar. Bahwa segala hal yang besar, bernilai, dan mulia—selalu menuntut pengorbanan.
Al-Mutanabbi berbicara tentang realitas dunia:
Segala pencapaian agung menuntut kerja keras.
Seandainya semua orang bisa meraihnya tanpa kesulitan, maka semua akan jadi pemimpin.
Namun faktanya, hanya segelintir manusia yang mencapai derajat itu—karena sedikit yang bersedia menempuh jalannya.
Dua contoh ia kemukakan:
Kedermawanan memang mulia, tetapi ia menuntut pengorbanan harta.
Keberanian itu luhur, namun ia sering mengantar nyawa ke ujung batas.
Orang yang ingin menjadi dermawan, harus rela kehilangan yang ia cintai.
Yang ingin dikenal sebagai pemberani, harus berani menantang bahaya.
Demikianlah seluruh urusan dunia:
Apa pun yang berharga, apa pun yang tinggi nilainya, pasti dikelilingi oleh kesulitan.
هَذِهِ مِنْ سُنَنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّ كُلَّ شَيْءٍ نَفِيسٍ فِي الدُّنْيَا يَعْتَرِيْهِ مَشَقَّةٌ
Inilah sunatullah: segala hal berharga di dunia pasti disertai dengan kesulitan.
Ilmu, yang merupakan sifat paling mulia dalam diri manusia, tidak dapat diperoleh kecuali dengan kerja keras dan lelah yang tak sedikit.
لَا يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجَسَدِ
Ilmu tidak bisa diraih dengan tubuh yang bersantai.
BEGITU PUN REZEKI
Begitu p**a dengan rezeki. Meskipun Allah telah menetapkan takaran rezeki setiap hamba, manusia tetap diperintahkan untuk berikhtiar. Dan ikhtiar itu—sekecil atau sebesar apa pun—mengandung peluh dan perjuangan.
Sebagian orang mendapatkan rezekinya dari ladang, sebagian dari mengajar, sebagian dari kerajinan tangan, sebagian lagi harus menyelam di laut atau terbang ke angkasa.
Semua butuh daya, semua menuntut jerih payah.
أَنَّ مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنَالَ شَيْئًا مِنْ نَفَائِسِ وَمَعَالِي الْأُمُورِ، فَلَا بُدَّ أَنْ يَصْحَبَ ذَلِكَ مَشَقَّةٌ
Siapa pun yang ingin meraih hal-hal berharga dan tinggi, pasti akan menghadapi kesulitan.
Karenanya, jangan tertipu oleh kenyamanan. Jangan terlena oleh kemudahan. Mereka yang ingin tetap berada dalam zona nyaman, sejatinya telah memilih untuk menjauh dari puncak kemuliaan dan nikmatnya pencapaian.
لَا بُدَّ أَنْ يَخْرُجَ مِنْ دَائِرَةِ الرَّاحَةِ
Ia harus keluar dari zona nyaman.
فَإِنَّهُ يَكُونُ بِمَعْزِلٍ عَنِ الْحُصُولِ عَلَى هَذِهِ الْمَعَالِي وَالنَّفَائِسِ
Jika tidak, ia akan jauh dari keberhasilan meraih hal-hal berharga itu.
Inilah pelajaran berharga yang diberikan Al-Mutanabbi untuk kita semua:
Kemuliaan bukan untuk mereka yang bermalas-malasan.
Kejayaan bukan untuk mereka yang menyerah pada rasa lelah.
Jalan kemuliaan itu terjal, tetapi pemandangan di puncaknya akan membayar semua luka di telapak kaki.
Maka teruslah melangkah.
Jangan takut pada kesulitan.
Karena justru di sanalah letak kemuliaan.
*) Faidah dari kajian ringkas Syaikh Sa'ad Al-Khatslan, Nasehat Ulama - Yufid TV