02/11/2025
🌹بِسْــــــــــــــمِے اللّٰهِےارَّحْمٰنِ ارَّحِيْــــــــــــــمِے
KITA BERADA PADA ZAMAN CINTA DUNIA
Dahulu, hati para salaf terikat dengan akhirat walau hidup di dunia.
Sekarang, banyak manusia terikat dengan dunia, walau mereka mengenal Allah.
Maka hendaknya seorang mukmin meneladani jalan orang-orang shalih terdahulu: menjadikan dunia sebagai sarana menuju Allah, bukan tujuan hidup.
Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan amal mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka...”
(QS. Hud: 15–16)
Dan Allah juga berfirman:
“Berlombalah kamu dalam kebaikan menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Ali ‘Imran: 133)
Dua kondisi umat manusia:
1. Generasi terdahulu (salafus shalih) — mereka meninggalkan dunia demi Allah, bukan berarti mereka tidak bekerja atau miskin, tetapi hati mereka zuhud, tidak bergantung pada dunia. Dunia di tangan mereka, bukan di hati mereka.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Zuhud bukanlah meninggalkan harta sepenuhnya, tetapi zuhud adalah ketika dunia tidak menguasai hatimu.”
(Madarijus Salikin, 2/22)
Karena itu, para sahabat seperti Abu Bakr dan Utsman radhiyallahu ‘anhuma adalah orang yang kaya, namun hati mereka sangat takut kepada Allah dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan.
2. Generasi belakangan — sebaliknya, manusia justru lari dari Allah; artinya mereka meninggalkan ketaatan, ibadah, dzikir, dan akhirat karena sibuk mengejar dunia.
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan dalam Syarh Riyadhus Shalihin (1/63):
“Manusia di zaman ini banyak tertipu oleh dunia. Mereka menyangka bahwa kemuliaan terletak pada harta, padahal dunia hanyalah ujian dan kesenangan yang menipu.”