19/11/2024
Ciuman Terakhir di Bawah Kutukan
Apa yang kau lakukan jika seseorang yang paling kau cintai berubah menjadi makhluk yang selama ini kau takuti? Itulah pertanyaan yang terus menghantuiku sejak malam itu, malam di mana aku menemukan kebenaran tentang Tenri—gadis yang kucintai, yang ternyata menyimpan rahasia gelap di balik senyumnya yang manis.
diadaptasi dri film INHUMAN KISS dan kami menceritakan melalui perspektif Noi/pacar tokoh utama yg bermama Sai.
nama dan lokasi sudah kami rubah
(judul asli: Sang Krasue) adalah film horor romantis asal Thailand yang dirilis pada tahun 2019. Film ini mengangkat kisah legenda Krasue, makhluk mitos dari cerita rakyat Asia Tenggara, termasuk Thailand, yang dikenal sebagai roh perempuan dengan kepala dan organ dalam yang melayang tanpa tubuh)
Semua bermula dari satu malam di hutan. Desa kami, sebuah kampung kecil di Sulawesi Selatan, dihebohkan oleh kematian seekor sapi milik warga. Kepalanya hilang, darah mengering, dan tubuhnya seperti disobek oleh sesuatu yang bukan manusia. Warga mengira ini perbuatan binatang buas, tapi aku tahu ada yang lebih dari itu. Aku hanya tak siap menerima kenyataan apa yang sebenarnya terjadi.
Tenri, gadis yang telah bersamaku sejak masa sekolah, mulai berubah. Malam-malamnya sering hilang, dan ia tampak lelah setiap pagi. Ketika kutanya, ia selalu memberi alasan klise—membantu ibunya, mencari udara segar, atau sekadar tidak bisa tidur. Tapi aku mulai curiga, terutama ketika aku menemukan kain miliknya berlumuran darah di dekat kandang sapi yang mati.
Aku memutuskan mengikutinya malam itu. Saat bulan bulat sempurna, aku melihat Tenri berjalan ke hutan, tubuhnya gemetar seperti sedang melawan sesuatu. Aku hampir memanggilnya, tapi langkahku terhenti ketika dia jatuh berlutut, dan… tubuhnya mulai berubah. Kepalanya terlepas dari tubuhnya, melayang dengan organ-organ yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Matanya yang dulu lembut kini memerah seperti api, sementara jeritannya membuat darahku membeku.
Dia adalah kuyang!
Aku hampir lari, tapi kakiku terpaku. Ini Tenri, gadis yang kucintai. Bagaimana mungkin dia menjadi makhluk seperti itu?
Esoknya, aku menemuinya dengan hati yang diliputi amarah dan ketakutan. "Kau harus menjelaskan ini, Tenri!" suaraku bergetar.
Ia terdiam sejenak, dan bertanya, pakah kamu sudah tau siapa saya? lalu air matanya mulai mengalir. "Ini kutukan, Yudi," katanya. "Kutukan yang diwariskan oleh nenekku, sebuah dosa yang tidak pernah aku minta. Saat aku lahir, aku sudah membawa ini. Aku mencoba melawan, tapi aku tidak bisa."
Dia bercerita tentang masa kecilnya, bagaimana keluarganya tahu bahwa ia mewarisi kutukan kiyang. Sejak usia 12 tahun, dia mulai berubah saat malam, kehilangan kendali atas tubuhnya. Namun, keluarganya berhasil menutupinya dari warga desa—sampai kutukan itu semakin kuat dan tak bisa ditahan.
"Aku tidak ingin ini, Yudi," katanya sambil terisak. "Tapi aku tak tahu bagaimana cara menghentikannya."
Aku ingin membencinya. Ingin meninggalkannya. Tapi bagaimana mungkin? Ini Tenri, gadis yang pernah menjahit bajuku ketika sobek, gadis yang selalu mendukungku bahkan saat aku berada di titik terendah.
Malam-malam berikutnya, kami mencoba mencari cara untuk menyembuhkan kutukan itu, tapi Tenri semakin tak terkendali. Warga desa mulai curiga, apalagi setelah seorang anak kecil ditemukan tewas di pinggiran desa. Warga menyebut ini ulah kiyang, dan mereka mulai memburu.
Malam itu, aku menemukannya di hutan. Ia baru saja kembali ke tubuhnya setelah terbang sebagai kuyang. Tenri menangis sambil memegangi tubuhnya yang lemah. Aku menghampirinya, berlutut di sampingnya, meskipun ketakutanku masih ada.
"Kita tidak bisa terus seperti ini," kataku pelan. "Mereka akan memburumu. Dan aku... aku tidak bisa melindungimu dari semua ini."
Tenri menatapku dengan air mata mengalir. Tiba-tiba, ia mendekat, lalu menciumku—tidak dengan ciuman lembut seperti biasanya, tapi dengan penuh duka, seolah itu adalah ciuman terakhir. Tubuhnya gemetar, dan aku bisa merasakan rasa sakit yang dia pendam.
"Aku mencintaimu, Yudi," bisiknya. "Tapi aku adalah sesuatu yang tidak seharusnya ada."
Ketika warga menemukan kami, aku mencoba menghentikan mereka. Tapi Tenri, dalam bentuk kuyang-nya, tidak melawan. Dia menyerahkan dirinya pada kemarahan mereka, mungkin karena dia merasa sudah tidak ada jalan lain.
Kini, aku hanya bisa berdiri di tempat terakhir aku melihatnya, di hutan yang sunyi di bawah sinar bulan. Aku memikirkan ciumannya, tangisannya, dan cinta kami yang terkubur bersama kutukannya. Aku bertanya-tanya, apakah cinta bisa melawan takdir, atau apakah cinta hanya akan binasa di bawah kutukan yang terlalu kuat untuk dihancurkan?
Bagaimana menurutmu? Apakah aku harus membiarkan dia pergi, atau aku seharusnya terus melawan demi cinta kami?
---