10/07/2025
Perekonomian domestik semakin rentan. Di tengah tekanan internal yang belum usai, kini Indonesia dihadapkan pada risiko baru: tarif impor 32% dari Amerika Serikat (AS).
Padahal, ekonomi dalam negeri masih acak kadut. Sektor manufaktur belum lepas dari tekanan. Ini tecermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur yang tertahan di fase kontraksi.
Yang terbaru, Bank Indonesia (BI) mengumumkan, kemarin, Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 2% di Juni. Ini cuma naik tipis dari Mei yang naik 1,9%. Sudah begitu, kenaikan di Juni didorong sentimen yang bersifat musiman.
Kacaunya kondisi ekonomi dalam negeri ini membuat Indonesia rentan berhadapan dengan tarif resiprokal AS. Pasalnya, konsumen domestik tidak akan bisa diharapkan menyerap produk yang tidak terkirim ke AS, karena daya beli masih lemah.
Di saat yang sama, belanja pemerintah masih seret. Data Kementerian Keuangan (Kemkeu) menunjukkan, realisasi belanja pemerintah hanya tumbuh 0,9% secara tahunan sepanjang semester I-2025. Sementara, dana mengendap pemerintah di Bank Indonesia mencapai sekitar Rp 648 triliun per Mei 2025.
Padahal, Ekonom Senior Raden Pardede mengatakan, dibutuhkan peran fiskal hingga moneter yang adaptif untuk menjaga momentum perekonomian. "Tanpa dorongan fiskal, pertumbuhan PDB Indonesia sulit bangkit," kata Raden dalam acara Seminar Emiten KSEI, Selasa (8/7).
Dari sisi fiskal, kata Raden, pemerintah perlu mengatur ulang prioritas anggaran, dengan mengarahkan anggaran pada program-program yang memiliki spillover effects alias efek gulir yang besar.
Tak cuma itu, perbaikan iklim investasi juga perlu, seiring peningkatan kepastian hukum dan deregulasi. Lalu, perlu kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat.
Sementara dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) perlu menciptakan bauran kebijakan moneter yang lebih akomodatif. Menurut Raden, tingginya suku bunga dan ketidakpastian ekonomi saat ini mendorong korporasi lebih memilih untuk menabung daripada investasi.
Tak hanya itu, otoritas moneter juga bisa membantu meningkatkan aktivitas barang ekspor RI melalui pengendalian nilai tukar rupiah.
Sepakat, Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual juga menyebut, dalam jangka pendek diperlukan upaya menjaga daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah. "Percepatan belanja bisa menjadi kebijakan countercyclical untuk mengakselerasi ekonomi," kata David, kemarin.
________________
Baca berita secara lengkap dengan berlangganan berita ini di https://insight.kontan.co.id/news/sinyal-darurat-ekonomi-indonesia
Sumber: insight.kontan.co.id