06/11/2025
➡️ Berikut kisah yang menggambarkan sisi “ndeso” namun penuh kebijaksanaan dari Soeharto — sang prajurit yang sederhana tapi akhirnya jadi pemimpin besar:
Kisah: Soeharto, Perwira Kolot yang Menjadi Pemimpin Besar
Pada masa awal kemerdekaan hingga tahun-tahun awal Angkatan Darat terbentuk, banyak perwira muda Indonesia yang mendapat kesempatan menimba ilmu militer di luar negeri — ke Amerika, Inggris, atau bahkan Belanda. Mereka p**ang dengan seragam rapi, bahasa asing yang fasih dan gaya modern yang membuat mereka terlihat “mewah” di antara sesama perwira.
Di antara mereka, ada satu nama yang tampak berbeda — Soeharto, seorang perwira yang berasal dari keluarga petani di Kemusuk, Yogyakarta. Tak punya latar pendidikan tinggi di luar negeri, bahkan logat Jawanya masih kental. Dalam rapat-rapat militer, ia sering dianggap “kolot” dan “ndeso”.
Beberapa perwira muda bahkan mengejeknya secara halus:
“Pak Harto itu orangnya lambat bicara, tak paham teori militer Barat.”
Tapi Soeharto hanya tersenyum tenang. Ia jarang berbicara panjang, lebih banyak mengamati. Ketika yang lain sibuk membahas strategi dengan peta dan teori, Soeharto turun ke lapangan — bicara dengan prajurit, melihat tanah, mencium arah angin dan mempelajari situasi nyata.
Ketika Saatnya Tiba
Pada tahun-tahun genting mempertahankan republik, terutama dalam Agresi Militer Belanda II, ketenangan dan kepraktisan Soeharto justru membuatnya menonjol. Ia bukan perwira yang banyak bicara, tapi tindakannya tepat dan terukur.
Ketika memimpin Divisi Diponegoro, ia dikenal dekat dengan rakyat, tahu kapan menyerang, kapan mundur. Para bawahannya merasa nyaman karena Soeharto tak pernah memerintah dengan marah, melainkan dengan contoh.
Perwira lain mungkin lebih berpendidikan, tapi Soeharto punya insting kepemimpinan yang alami — kemampuan membaca manusia dan keadaan. Itulah yang kelak membawanya pada momen besar: memimpin Operasi Mandala untuk merebut Irian Barat dan akhirnya meniti jalan menjadi Presiden Republik Indonesia.
Pelajaran dari Soeharto
Soeharto menunjukkan bahwa kebesaran tidak selalu lahir dari pendidikan tinggi atau gaya modern. Kadang, kebijaksanaan dan ketenangan yang tampak “ndeso” justru menyimpan kekuatan sejati.
Ia adalah contoh bahwa pemimpin besar tidak selalu yang paling keras berbicara — tapi yang paling jernih berpikir dan paling tenang bertindak.
--