Karsig Chanel

Karsig Chanel Channel Hiburan & Edukasi Sejarah

➡️ Berikut kisah yang menggambarkan sisi “ndeso” namun penuh kebijaksanaan dari Soeharto — sang prajurit yang sederhana ...
06/11/2025

➡️ Berikut kisah yang menggambarkan sisi “ndeso” namun penuh kebijaksanaan dari Soeharto — sang prajurit yang sederhana tapi akhirnya jadi pemimpin besar:

Kisah: Soeharto, Perwira Kolot yang Menjadi Pemimpin Besar
Pada masa awal kemerdekaan hingga tahun-tahun awal Angkatan Darat terbentuk, banyak perwira muda Indonesia yang mendapat kesempatan menimba ilmu militer di luar negeri — ke Amerika, Inggris, atau bahkan Belanda. Mereka p**ang dengan seragam rapi, bahasa asing yang fasih dan gaya modern yang membuat mereka terlihat “mewah” di antara sesama perwira.
Di antara mereka, ada satu nama yang tampak berbeda — Soeharto, seorang perwira yang berasal dari keluarga petani di Kemusuk, Yogyakarta. Tak punya latar pendidikan tinggi di luar negeri, bahkan logat Jawanya masih kental. Dalam rapat-rapat militer, ia sering dianggap “kolot” dan “ndeso”.
Beberapa perwira muda bahkan mengejeknya secara halus:
“Pak Harto itu orangnya lambat bicara, tak paham teori militer Barat.”
Tapi Soeharto hanya tersenyum tenang. Ia jarang berbicara panjang, lebih banyak mengamati. Ketika yang lain sibuk membahas strategi dengan peta dan teori, Soeharto turun ke lapangan — bicara dengan prajurit, melihat tanah, mencium arah angin dan mempelajari situasi nyata.

Ketika Saatnya Tiba
Pada tahun-tahun genting mempertahankan republik, terutama dalam Agresi Militer Belanda II, ketenangan dan kepraktisan Soeharto justru membuatnya menonjol. Ia bukan perwira yang banyak bicara, tapi tindakannya tepat dan terukur.
Ketika memimpin Divisi Diponegoro, ia dikenal dekat dengan rakyat, tahu kapan menyerang, kapan mundur. Para bawahannya merasa nyaman karena Soeharto tak pernah memerintah dengan marah, melainkan dengan contoh.
Perwira lain mungkin lebih berpendidikan, tapi Soeharto punya insting kepemimpinan yang alami — kemampuan membaca manusia dan keadaan. Itulah yang kelak membawanya pada momen besar: memimpin Operasi Mandala untuk merebut Irian Barat dan akhirnya meniti jalan menjadi Presiden Republik Indonesia.

Pelajaran dari Soeharto
Soeharto menunjukkan bahwa kebesaran tidak selalu lahir dari pendidikan tinggi atau gaya modern. Kadang, kebijaksanaan dan ketenangan yang tampak “ndeso” justru menyimpan kekuatan sejati.
Ia adalah contoh bahwa pemimpin besar tidak selalu yang paling keras berbicara — tapi yang paling jernih berpikir dan paling tenang bertindak.
--

Terima kasih kepada pengikut terbaru saya! Senang Anda bergabung! Abu Shamil, Gunawan Irianto, Khafidz Arifin, Indrajaya...
06/11/2025

Terima kasih kepada pengikut terbaru saya! Senang Anda bergabung! Abu Shamil, Gunawan Irianto, Khafidz Arifin, Indrajaya Hartawan, Raden Tridjoko, Pantja, Damar Satirio, Seller Bato, Edy Satria, Abi Syauqi, Pitty Madi Mae Mry, Surdayak Meratus, Uwa Oby, Rahmat Tri Putra Defa, Muhammad Fakhrul Mak Farul, Bon Joy, Khaeruni Khaeruni, Om Putra, Imanuel Wowor

➡️ Kisah “Blus**an Soeharto: Sang Prajurit yang Dekat dengan Rakyat” ✍️Blus**an Soeharto: Dari Rakyat, untuk RakyatPada ...
06/11/2025

➡️ Kisah “Blus**an Soeharto: Sang Prajurit yang Dekat dengan Rakyat” ✍️

Blus**an Soeharto: Dari Rakyat, untuk Rakyat
Pada masa awal kemerdekaan hingga setelah menjadi Presiden, Soeharto dikenal bukan hanya sebagai pemimpin yang tegas dan strategis, tapi juga sebagai sosok yang senang turun langsung ke lapangan—atau dalam istilah sekarang, “blus**an.”

Awal kebiasaan blus**an
Kebiasaan ini bermula sejak Soeharto masih menjadi komandan pas**an TNI di Yogyakarta. Ia sering mengunjungi desa-desa di sekitar markasnya untuk berbincang dengan rakyat, mendengarkan keluhan mereka, dan membantu mencari solusi, terutama dalam soal pangan dan keamanan setelah perang. Ia tahu, perjuangan bukan hanya di medan tempur, tapi juga di sawah dan pasar rakyat.
“Kalau mau tahu keadaan bangsa, jangan hanya dengar laporan. Lihat sendiri ke lapangan,” ujar Soeharto suatu ketika kepada para perwiranya.

Blus**an di masa pembangunan
Ketika menjadi Presiden pada era Orde Baru, kebiasaan itu tetap melekat. Soeharto sering melakukan kunjungan ke desa-desa terpencil tanpa protokol berlebihan. Dalam beberapa kisah, ia pernah berkunjung ke sawah-sawah di Jawa Tengah dengan pakaian sederhana, berbicara langsung dengan para petani tentang irigasi dan hasil panen.
Di daerah lain, seperti Nusa Tenggara dan Kalimantan, Soeharto turun langsung meninjau proyek transmigrasi. Ia menanyakan kebutuhan rakyat satu per satu, memeriksa lahan, bahkan memegang tanah dengan tangannya sendiri — ingin memastikan bahwa proyek yang dijalankan pemerintah benar-benar bermanfaat bagi rakyat kecil.

Soeharto dan petani
Soeharto sangat dekat dengan dunia pertanian. Ia sering menyebut dirinya “anak petani” dan menaruh perhatian besar pada swasembada pangan. Dalam setiap blus**an, ia tak segan duduk di tikar bambu, makan nasi jagung bersama rakyat, sambil berdiskusi tentang pupuk, bibit dan panen.
> Dari blus**an-blus**an itulah lahir berbagai kebijakan pro-petani seperti program Bimas, Inmas dan revolusi hijau yang membawa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984.

Makna di balik blus**an
Bagi Soeharto, blus**an bukan sekadar pencitraan. Itu adalah cara menjaga koneksi dengan akar rakyat, memastikan program berjalan nyata, dan mendengar langsung suara mereka tanpa perantara birokrasi.

Penutup
Blus**an Soeharto menjadi simbol gaya kepemimpinan yang membumi — gaya seorang pemimpin yang lebih s**a melihat dengan mata kepala sendiri daripada hanya membaca laporan pejabat. Ia mungkin dikenal keras dan disiplin, tetapi di balik itu ada jiwa seorang prajurit rakyat yang tak pernah jauh dari tanah tempat ia lahir.
--
**an

05/11/2025

Kecanggihan teknologi lawas di masanya
--

Terima kasih banyak untuk penggemar berat baru saya! 💎 Muh Nawir Juventini, Kismara Sabran, Adding Marulu, Panggih Susan...
05/11/2025

Terima kasih banyak untuk penggemar berat baru saya! 💎 Muh Nawir Juventini, Kismara Sabran, Adding Marulu, Panggih Susanto, Asbar Daeng Makkulle, Algantaran Taran Taran, Arief Hariyono, Ikbal Dramawan, Jhoni Joni, Sam Sam, Al Buthuuni Sharoku, Syahruddin Fattah, Heru Wahyu Kismoyo, Munifun Aliyul Wafi, Wajah Alam, Nha Saputra Gavency, I la Galigo, Gun Tur, Riski Fauzan, Imam Permana

Beri komentar untuk menyambut mereka di komunitas kita, berat

➡️ Berikut kisah heroik Haidir Ali (Hyder Ali), pejuang dan pemimpin Muslim dari India Selatan yang terkenal karena kebe...
04/11/2025

➡️ Berikut kisah heroik Haidir Ali (Hyder Ali), pejuang dan pemimpin Muslim dari India Selatan yang terkenal karena keberanian dan ketegarannya melawan kekuatan kolonial Inggris.

Kisah Heroik Pejuang Muslim Haidir Ali di India
Di tanah Mysore, India Selatan, abad ke-18 melahirkan seorang tokoh yang namanya dijadikan simbol keberanian dan kehormatan: Haidir Ali, seorang jenderal dan penguasa yang menolak tunduk pada kekuasaan kolonial Inggris.
Dilahirkan dari keluarga militer sederhana, Haidir Ali tidak lahir sebagai bangsawan — namun keberanian dan kecerdasannya membuat ia naik hingga menjadi penguasa Kesultanan Mysore. Dari kecil ia telah menyaksikan bagaimana penjajah asing berusaha menguasai negeri dan menghancurkan martabat rakyatnya. Sejak itu ia bersumpah untuk tidak membiarkan negeri Islam dan rakyatnya diperbudak.

Naiknya Sang Pejuang
Pada usia muda, Haidir Ali menunjukkan bakat luar biasa dalam strategi perang. Ia unggul dalam taktik gerilya, perang terbuka, hingga diplomasi. Ketika Mysore dilanda ancaman dari berbagai kekuatan — Maratha, Kerajaan Hyderabad, dan terutama Inggris — ia tampil sebagai pelindung.
Tak lama, ia diangkat menjadi komandan tertinggi pas**an Mysore, lalu menjadi penguasa de facto kerajaan tersebut. Ia menata kekuatan baru:
Membentuk pas**an berkuda dan artileri modern
Melatih prajurit Muslim, Hindu, dan suku-suku lokal bersama-sama
Mengembangkan teknologi militer yang kemudian diwariskan pada putranya, Tipu Sultan

Melawan Inggris yang Rakus
Haidir Ali melihat bahwa Inggris datang bukan sebagai tamu — tetapi sebagai penakluk. Maka ia memilih jalan perlawanan.
Dalam Perang Mysore Pertama (1767-1769), ia mengguncang penuh pas**an Inggris. Mereka yang terbiasa meremehkannya, terkejut oleh keberanian dan kecerdasannya. Bahkan Inggris dipaksa menandatangani perjanjian damai yang menguntungkan Mysore — suatu penghinaan besar bagi kolonial.
Dalam Perang Mysore Kedua (1780-1784), Haidir Ali kembali memimpin barisan. Ia maju di garis depan, menunggang kuda putihnya, tak gentar meski usianya telah menua. Pas**annya meneriakkan takbir saat menyerbu pertahanan Inggris, membakar semangat seluruh India untuk bangkit.

Akhir Sang Singa Mysore
Namun ajal tiba lebih dulu. Dalam desing peluru dan dentuman meriam tahun 1782, Haidir Ali jatuh sakit di tengah medan perang. Ia wafat di perkemahan perangnya, tetap memegang kompas perjuangan, meminta agar perang melawan Inggris dilanjutkan.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, ia berpesan kepada putranya:"Jangan biarkan negeri ini diperintah orang asing. Pertahankan kehormatan, meski dengan darah terakhirmu."
Putranya, Tipu Sultan meneruskan perjuangan itu hingga syahid di medan perang.

Warisan Haidir Ali
Warisan perjuangannya menggemuruh dalam sejarah India:
✅ Mengangkat martabat rakyat dan pas**an Mysore
✅ Menjadi inspirasi jihad melawan kolonialisme
✅ Peletak dasar teknologi roket militer India (kelak dikembangkan Tipu Sultan)
✅ Simbol persatuan Muslim-Hindu melawan penjajah
Bagi rakyat Mysore, ia bukan sekadar raja atau jenderal — ia adalah singa yang menjaga tanah airnya sampai akhir hayat.

Penutup
Haidir Ali adalah bukti bahwa kepahlawanan bukan diwarisi oleh gelar, tetapi ditempa oleh keberanian. Ia berdiri tegar melawan penjajahan, memimpin bukan dari belakang, tetapi dari garis depan.
> Sejarah bukan hanya milik mereka yang menang — tetapi bagi mereka yang berjuang tanpa menyerah.
--

Kisah "blus**an" Soekarno ke rakyat kecil meliputi kunjungan tanpa direncanakan ke kampung dan sawah, seperti saat ia me...
04/11/2025

Kisah "blus**an" Soekarno ke rakyat kecil meliputi kunjungan tanpa direncanakan ke kampung dan sawah, seperti saat ia menyamar di Pasar Senen yang gagal karena dikenali oleh seorang tukang bangunan. Ia juga pernah berjalan kaki dan makan sate di pinggir jalan saat malam takbiran, di tengah kondisi kesehatannya yang kurang baik. Blus**an ini bertujuan untuk berinteraksi langsung dengan rakyat dan merasakan langsung kehidupan mereka.

Blus**an di Pasar Senen
Soekarno pernah melakukan penyamaran di Pasar Senen untuk berbaur dengan rakyat, namun upaya itu gagal karena seorang tukang bangunan mengenalinya dari suaranya.
Kisah ini menunjukkan keinginannya untuk dekat dengan rakyat, meskipun rencananya tidak selalu berhasil.

Makan sate di malam takbiran
Saat masih menjadi presiden, Soekarno berjalan kaki dari kediamannya menuju rumahnya yang berjarak sekitar empat kilometer.
Di tengah perjalanan, ia berpapasan dengan tukang sate pikulan dan memesan 50 tusuk sate ayam.
Ia kemudian makan sate dengan bersahaja di tepi jalan, dekat selokan, yang ia sebut sebagai "jamuan kenegaran pertama" bagi Republik Indonesia.

Blus**an ke sawah
Soekarno juga pernah melakukan blus**an ke sawah dan kampung di Yogyakarta untuk mengamati kehidupan rakyat secara langsung.
Kunjungan ini dilakukannya secara spontan untuk melihat kondisi rakyatnya, termasuk mereka yang sedang mencari nafkah.

Semangat untuk "blus**an"
Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa blus**an adalah bagian penting dari Soekarno untuk merasa tetap terhubung dengan rakyatnya, yang ia sebut sebagai "napasnya akan berhenti jika ia tidak bisa berjumpa dengan rakyatnya".
--
**an **arno

04/11/2025

Penjual makanan dan minuman tempo dulu
--

➡️ Kisah tentang Alexander Andries Maramis dan kelahiran mata uang Republik Indonesia:Kisah A.A. Maramis: Melahirkan Rup...
04/11/2025

➡️ Kisah tentang Alexander Andries Maramis dan kelahiran mata uang Republik Indonesia:

Kisah A.A. Maramis: Melahirkan Rupiah untuk Republik
Di tengah gemuruh pasca-proklamasi 1945, Republik Indonesia yang masih belia dihadapkan pada tantangan besar: negara telah merdeka, tetapi hidup masih bergantung pada mata uang kolonial. Gulden Hindia Belanda dan uang pendudukan Jepang masih beredar—dua simbol kekuasaan masa lampau yang belum benar-benar hilang.
Di Kementerian Keuangan Republik yang sederhana di Jakarta, Alexander Andries Maramis duduk menatap berkas-berkas di mejanya. Ia adalah Menteri Keuangan yang tenang, intelektual, dan visioner. Satu hal menyala kuat dalam benaknya: Negara merdeka membutuhkan mata uang merdeka.
“Kemerdekaan sejati bukan hanya diumumkan,” gumamnya pelan,
“tetapi harus beredar di tangan rakyat.”
Namun, tugas itu tak mudah. Republik belum memiliki alat cetak memadai, tinta terbatas, bahkan keamanan tak terjamin. Belanda telah kembali lewat NICA, sementara sekutu mengawasi ketat ekonomi.

Tetapi tekanan hanya membakar tekad.
Maramis merancang konsep mata uang nasional, berdiskusi dengan ekonom dan pejuang pergerakan, memikirkan lambang negara, tanda tangan dan nilai moral yang akan menjiwai setiap lembarannya.
Ia menyebutnya: Oeang Republik Indonesia (ORI)—cikal bakal rupiah.
Rencana itu dipindahkan dari meja rapat ke ruang perjuangan bawah tanah ketika Pemerintah Republik terpaksa hijrah ke Yogyakarta. Meski Maramis kemudian bertugas ke luar negeri sebagai diplomat, warisan gagasannya berjalan. Pada tanggal 30 Oktober 1946, ORI resmi beredar.

Malam sebelumnya, rakyat mendengarkan pengumuman lewat radio:
“Diumumkan bahwa mulai besok, Oeang Republik Indonesia berlaku sebagai satu-satunya uang resmi Republik.”
Esoknya, barisan pemuda, guru, petani, buruh, hingga pedagang kecil menggenggam lembaran ORI dengan wajah bermandi bangga. Mereka tak hanya menerima uang—mereka menerima simbol kedaulatan.
Di kampung-kampung Jawa, Sumatera, dan daerah republik lainnya, orang berkata:
“Ini uang kita… uang merdeka.”
ORI menjadi peluru ekonomi di medan diplomasi dan peperangan. Meski kemudian Sjafruddin Prawiranegara, tokoh lainnya, turut melanjutkan perjuangan moneter Republik, nama Maramis tercatat sebagai arsitek awal keuangan negara merdeka.

Warisan Maramis
Alexander Andries Maramis mungkin tidak sering disebut dalam cerita pahlawan bersenjata. Ia tak menenteng senapan, tetapi membekali Republik dengan sistem keuangan, fondasi negara modern.
Dialah pejuang yang membuktikan:
> Kemerdekaan juga ditegakkan melalui lembaran kertas,
tinta perjuangan, dan keberanian menolak simbol penjajahan.

Pesan Kisah
Melalui keheningan meja kerja dan badai politik, Maramis menunjukkan bahwa:
Bangsa besar memerlukan kedaulatan finansial
Pahlawan hadir dalam berbagai medan
Perjuangan tak selalu bersuara keras—kadang ia tercetak hening di atas selembar uang
Dan sejak hari itu, perjalanan rupiah—mata uang republik—mulai ditulis.
--

➡️ Kisah tentang Sukarno yang dikenal memiliki beberapa istri:Kisah B**g Karno dan Istri-istrinyaIr. Soekarno, Proklamat...
03/11/2025

➡️ Kisah tentang Sukarno yang dikenal memiliki beberapa istri:

Kisah B**g Karno dan Istri-istrinya
Ir. Soekarno, Proklamator dan Presiden pertama RI, bukan hanya tokoh politik besar. Ia juga dikenal sebagai pria yang penuh pesona, romantik, dan sangat menghargai perempuan. Dalam sejarah hidupnya, ia menikah beberapa kali — bukan sekadar urusan asmara, tetapi sering berkaitan dengan budaya, politik, dan kondisi zamannya.
Sukarno lahir dan hidup di era ketika poligami masih umum dalam tradisi Jawa dan elit politik, ditambah posisinya sebagai pemimpin bangsa yang membuat banyak relasi bersifat strategis.

Berikut perjalanan rumah tangga B**g Karno dalam urutan:

1. Oetari (1921–1923)
Istri pertama Sukarno. Putri dari H.O.S. Tjokroaminoto, tempat B**g Karno menumpang tinggal saat muda di Surabaya.
📝 Pernikahan ini adalah jalan politik dan perlindungan — bukan hubungan cinta mendalam. Mereka berpisah baik-baik.

2. Inggit Garnasih (1923–1943)
Wanita kuat dari Bandung. Viral dalam sejarah karena:
Menemani Sukarno di masa paling gelap: penjara, pengasingan ke Ende dan Bengkulu
Mendukung perjuangannya, bahkan menjual barang untuk biaya hidup dan perjuangan
Tidak punya anak, menyebabkan konflik rumah tangga
Inggit menolak dimadu saat Sukarno ingin menikah lagi. Maka mereka berpisah.
📝 Kalimat terkenalnya:
“Inggit bisa mendampingi Sukarno susah, tapi bukan untuk dimadu.”

3. Fatmawati (1943–1970)
Perempuan Bengkulu yang melahirkan lima anak Sukarno, salah satunya Megawati Soekarnoputri mantan Presiden RI ke-5.
Fakta penting:
Penjahit Bendera Pusaka Merah Putih
Sosok halus namun tegas, beliau adalah istri Sukarno yang mengantarkannya menjadi Presiden RI pertama, sekaligus istri yang menjadi ibu negara RI yang pertama.

4. Hartini (1954–1970)
Bertemu saat Sukarno mengunjungi Candi Prambanan.
Sering dianggap cinta yang tulus dan dewasa
Hartini menjadi pendamping emosional Sukarno saat tekanan politik tinggi
Banyak kisah sentimental B**g Karno tentang Hartini

5. Kartini Manoppo (1959-1968)
Mantan Pramugari dan model terkenal di zamannya.

6. Naoko Nemoto / Ratna Sari Dewi (1962–1970)
Gadis Jepang muda, cantik, cerdas. Salah satu istri paling dikenal publik.
Dinikahi saat Sukarno sudah Presiden
Melahirkan Kartika Sari Dewi Soekarno
Menjadi bagian diplomasi budaya Indonesia–Jepang
Ia tetap menghormati nama Sukarno sampai tua.

7. Haryati (1963–1966)
Penari Jawa klasik. Pernikahan singkat di akhir kekuasaan Sukarno.

8. Yurike Sanger (1964–1968)
Gadis remaja dari Manado yang dinikahi dalam kondisi politik memanas.

9. Heldy Djafar (1966–1969)
Pernikahan terakhir ketika kekuasaan Sukarno sudah meredup.

Selain dari 9 istri Sukarno yang dikenal publilk, konon menurut cerita di hampir setiap daerah yang dikunjungi Sukarno di Indonesia ketika menjadi Presiden, tidak pernah membawa istrinya namun menikah lagi dengan gadis pilihan di daerah yang dikunjunginya itu.

Mengapa Sukarno memiliki banyak istri?
Beberapa alasan historis:
*Budaya Jawa & konteks zaman Poligami dianggap wajar bagi elit
*Karakter pribadi Romantis, karismatik, mencintai kecantikan & seni
*Politik & diplomasi Beberapa hubungan memperkuat jaringan politik dan budaya
*Status pemimpin Disorot, dipuja, dan didekati banyak kalangan
Sukarno sendiri pernah berkata:
“Aku ini manusia biasa. Aku punya nafsu seperti laki-laki lain.”
Namun ia juga terkenal memuliakan perempuan.

Sisi Pilu & Manusiawi
Banyak istrinya harus berjuang dalam bayang-bayang negara
Beberapa memilih meninggalkan istana demi martabat
Sukarno melewatkan hari-hari terakhir hidupnya dalam isolasi, jauh dari kemewahan masa kejayaannya
Seorang tokoh besar — dengan kisah cinta yang besar p**a.

Penutup
Sukarno bukan hanya bapak bangsa, tetapi juga manusia dengan segala cinta, ambisi, dan kontradiksi. Kisah istri-istrinya bukan hanya tentang romansa, tapi juga kesetiaan, pengorbanan, politik, dan sejarah.
“Cinta adalah kekuatan revolusi.” – Soekarno ❤️
--
**arno

03/11/2025

Tukang cukur di era Hindia Belanda
--

Terima kasih kepada pengikut terbaru saya! Senang Anda bergabung! Sutadi Tadi, Antho Faisal, Reiz Jordan, Murtala Buddin...
02/11/2025

Terima kasih kepada pengikut terbaru saya! Senang Anda bergabung! Sutadi Tadi, Antho Faisal, Reiz Jordan, Murtala Buddin, Muhammad Wildan, Munir Khan Barcelonista Sedjati, Luk Lukito, Meldy BLenk BLenk, Muchroni Roni, Budi Harry, Ahmad Syaripudin, Ubay Keboet, Edy Suparjan, Danur Dariski, Ardian, Genjor, Kris Sugiantoro, Piank Aina Tabbo, Rurouni Himura, Ontong, Agus Martha, Sidik Mulyana, Nopriansyah, Slamet Adi Raharja, Asep Zeki, Yudi Arief, Rusgihanto, Mohammad Jaelani, Surdi, Mamat Cila, Ali Ali Zulfikar, Laskarbirrulwalidayin Walidayin, Wijaya Suksession Manganti, Surya Mega Putra, Zoo, Ruwe Ruwe, Frans Kaitemu, Desrianthony, Chrollo Budiman, Erwin Desiyanto, Anton Anton, Bos Omega, Daniel Fredrik, Sulistyo Budi Santoso, Ahmad Fauzi, Siratal Mustaqim, Amimardi Rela, Dar Ion, Andi Adzkia, Trisno Trisno

Address

Jeneponto
92362

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Karsig Chanel posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share