24/09/2025
KH. Imaduddin: Kitab Al-Syajarah Al-Mubarakah Adalah Kitab Mukhtasar (Ringkasan) [?]
Hanif dkk. mengatakan:
━"Sebagai contoh, dalam kasus ini, penulis kitab Syajarah Mubarakah tidak mensyaratkan ihathah (menyebut secara keseluruhan). Bahkan, di awal kitabnya beliau menegaskan bahwa kitab tersebut hanya mukhtashar (ringkasan). Setelah basmalah, beliau menuliskan: (هذا مختصر في علم الأنساب)."Ini adalah ringkasan, dalam ilmu nasab" (al-Syajarah al-Mubarakah, hlm.3)."━
Kitab Al Syajarah al Mubarakah diawali oleh kalimat "Hadza Mukhtasarun fi 'ilmil ansab" ini adalah ringkasan dalam ilmu nasab. Karena kitab tersebut adalah kitab mukhtashar maka wajar nama Ubaid tidak disebutkan sebagai anak Ahmad. Mungkin demikian maksud Hanif dkk. hal itu mengindikasikan Hanif dkk. tidak memahami makna "mukhtasar" secara umum dan makna "mukhtasar" dalam ilmu nasab secara khusus.
Suatu "mukhtasar" (ringkasan) tidak boleh mengurangi dari "murad al kalam" (maksud pembicaraan), ia hanya mengurangi dari "tatwilulkalam" (memperpanjang pembicaraan). Seperti pada halaman pertama kitab Al Syajarah al Mubarakah tersebut, Imam AlFakhrurazi menyebutkan "Anak yang berketurunan dari Sayidina Ali ada lima. . ." padahal, keseluruhan anak Sayidina Ali banyak, para sejarawan mencatat mencapai 18 anak. Tetapi yang disebutkan oleh Imam Fakhrurazi hanya lima yang berketurunan saja, kenapa? Karena kitab Al Syajarah al Mubarakah adalah kitab ringkasan.
Kalau ia kitab itnab (bukan mukhtasar), maka akan disebutkan dulu bahwa anak Sayidina Ali berjumlah 18 yaitu: Hasan, Husen dan seterusnya, baru kemudian mengatakan: sedangkan anak yang berketurunan dari 18 itu hanya lima, mereka adalah dst.
Jika Imam Fakhrurazi mengetahui bahwa anak yang berketurunan dari Sayidina Ali berjumlah lima anak, lalu ia mengatakan tiga, maka itu bukan mukhtasar, tetapi sengaja berdusta. Contoh lainnya Imam Fakhrurazi mengetahui sesuai dengan pengetahuannya bahwa anak yang berketurunan dari Ahmad bin Isa hanya tiga: Muhammad, Ali dan Husain, lalu ia katakan demikian, maka itu bukan mukhtasar, tetapi memang anaknya hanya tiga.
Tidak masuk logika awam, orang yang diketahui anaknya empat lalu dikatakan tiga dengan niat meringkas kalimat. Jika kita melihat ada tiga ekor bebek berjalan lenggak-lenggok di depan kita, lalu teman di samping kita bertanya "ada berapa ekor bebek itu?" lalu kita berkata "bebek itu ada dua ekor". Kok dua, kan ada tiga? Saya niat mukhtasar (meringkas kalimat)! Ndak bisa. Kemungkinan orang yang mengatakan bebek itu ada dua ekor: ia buta, tidak bisa menghitung, atau ia sengaja berdusta untuk suatu tujuan.
Ketika Imam Fakhrurazi menyebut anak yang berketurunan ada tiga Muhammad, Ali dan Husain. Maka ada beberapa kesimpulan yang dapat kita fahami dari narasi itu.
◆Pertama, anak Ahmad bin Isa yang mempunyai keturunan sampai masa Imam Fakhrurazi hanya tiga;
◆kedua, ada anak lain selain tiga itu, tetapi tidak berketurunan;
◆ketiga, ada anak lain yang berketurunan, misalnya Ubaidillah, namun Imam fakhrurazi sengaja berbohong karena suatu motif tertentu.
Jika seandainya point ketiga itu yang terjadi, lalu apa motif Imam fakhrurazi tidak menyebutkan Ubaidillah?
Kaum Ba'alwi harus dapat menginvestigasi apa motif Imam fakhrurazi tidak menyebutkan Ubaidillah. Apakah karena sentiment? Ada permusuhan? Atau apa?
Jelas tidak akan ditemukan motif-motif itu. Imam Fakhrurazi tinggal di Roy pada abad keenam dan ketujuh. Ia sama sekali tidak mengenal Ubaidillah; ia pun tidak pernah tahu nanti di suatu masa akan ada orang yang nyantol dalam nasab Ahmad bin Isa itu. Ia hanya mencatat sesuai ilmunya bahwa anak Ahmad bin Isa yang berketurunan ada tiga: Muhammad, Ali dan Husain.
Hanif mengatakan:
━"Kesimpulannya, kerangka berpikir Imaduddin yang menyimpulkan Ubaidillah bukan anak Ahmad bin Isa lantaran tujuh kitab tidak menyebutkan Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa-merupakan bentuk kecacatan logika. Kerangka berpikir yang benar, tidak disebutkan Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa bukan berarti Ubaidillah bukan anak Ahmad bin Isa. Faktanya, ada kitab-kitab lain yang menegaskan bahwa Ubaidillah adalah anak Ahmad bin Isa sehingga kitab-kitab tersebut saling melengkapi informasi."━
Kata hanif: walau tidak disebut dalam kitab Al-syajarah, ada kitab-kitab lain yang menyebutkan Ubaid sebagai anak Ahmad. Mana kitab nasabnya? Tidak ada. Kecuali setelah abad ke-9 H. Walau dalam kitab Al-syajarah tidak disebutkan jika dalam kitab lain disebutkan itu dapat diterima. Nyatanya tidak ada kitab nasab sebelum abad ke-9 H. yang menyebut Ubaid adalah anak Ahmad. Pertama kali nama ubaid muncul sebagai anak Ahmad ada di kitab milik Ba'alwi; dan kitab nasab yang menyebut pertama kali adalah Tuhfat al-Thalib (996 H.). Itupun dengan pengakuan bahwa ia menyebutkannya tanpa referensi kitab nasab, hanya mendapatkan dari sebuah ta'liq (catatan kecil).