30/08/2025
Seutama-utamanya Jihad, Jihad Melawan Penguasa Zalim
Inilah dalil yang digunakan sebagian aktivis Islam untuk mendukung demonstrasi.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ats As Sajistani membawakah hadits ini dalam kitab sunannya pada Bab “Al Amru wan Nahyu”, yaitu mengajak pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Abu ‘Isa At-Tirmidzi membawakan hadits di atas dalam Bab “Mengingkari kemungkaran dengan tangan, lisan, atau hati”. Muhammad bin Yazid Ibnu Majah Al-Qozwini membawakan hadits di atas dalam Bab “Memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran.” Begitu p**a Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin membawakan hadits ini dalam Bab “Memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran”, beliau sebutkan hadits ini pada urutan no. 194 dari kitab tersebut.
Syaikh Muhammad bin ‘Umar Bazmur hafizhahullah katakan bahwa sebagian orang menjadikan hadits “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim” sebagai dalil untuk mendukung perbuatan demonstrasi bahwasanya itu adalah sebaik-baiknya jihad. Maka sanggahannya adalah sebagai berikut:
Seharusnya yang dikatakan adalah kebenaran (kalimatu ‘adlin), berarti yang disuarakan adalah hukum syariat.
Seharusnya mengatakannya adalah di depan pemimpin yang zalim. Dan ini bukan dikatakan di masjid-masjid dan mimbar-mimbar.
Yang dimaksud menasihati adalah bukan terang-terangan, namun diam-diam sebagaimana diterangkan dalam hadits lainnya.
Dari ‘Iyadh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلاَ يُبْدِ لَهُ عَلاَنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ لَهُ
“Barangsiapa yang hendak menasihati penguasa dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan pahala baginya (orang yang menasihati).” (HR. Ahmad, 3:403. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).
SC: rumaysho.com