Broken Home

Broken Home Fanspage Motivasi Untuk Anak Broken Home. Akan Menjadi Sebuah Buku Bernama "Broken Home"

05/04/2025

Sejatinya, setiap manusia pasti pernah bertemu pada titik satu pertanyaan: "Mau sejauh apa kaki ini melangkah?" Rasanya, hidup adalah perjalanan panjang yang selalu menuntut banyak perncapaian. Ada saat dimana aku tidak membutuhkan apa-apa selain menumpahkan air mata.

Dalam benak yang terus berputar, suara-suara kecil berebut tempat. Di antara spektrum emosi yang saling berkelindan, ada kelelahan yang tak pernah benar-benar reda.

Di dalam labirin pikiran, kesedihan terkadang terasa seperti lorong hitam tanpa ujung. Dari luar mungkin aku terlihat baik-baik saja, tetapi di dalam, ada kerentanan yang begitu mengerikan. Kadang aku kalah. Kadang aku merasa tenggelam.

Riuh kepala seolah tak memberikan aku rehat sejenak. Tapi kemudian aku berpikir, apakah setiap pertnyaan harus di jawab sekarang. Tidak kepalaku rasanya mu pecah. Dan pun jika aku tahu jawabannya, apakah hidup akan serta-merta menjadi lebih ringan, atau bahagia? Apakah hidup benar-benar tentang menemukan jawaban, atau sebenarnya melainkan tentang keberanian untuk terus bertanya, terus mencari, dan terus melangkah meski tidak tahu arah.

Dalam perjalanan ini, aku belajar bahwa hidup akan terus berjalan meskipun luka itu masih menganga. Setiap kepedihan menyimpan suatu pelajaran, setiap keraguan ada hal untuk melihat diri lebih dalam. Dan meskipun langkah-langkahku sering goyah, aku ingin percaya bahwa semua ini sakitnya, jatuhnya, bangkitnya adalah bagian dari hidup.

Mungkin, hidup bukan hanya tentang seberapa cepat kita melangkah, tetapi bagaimana kita terus berjalan dengan hati yang tetap terbuka, meskipun kadang kita juga melakukan kesalahan. Karena di setiap jejak yang kita tinggalkan, ada kekuatan kecil yang tumbuh, ada harapan yang menyala, meski kadang terlihat tidak besar. Itu cukup. Sebab itulah aku menulis buku ini, bahwa aku ingin percaya, bagi siapa pun yang sedang bertahan ayo berjuanglah.

02/04/2025

Sejauh nge-swipe story akhir-akhir ini, terpantau foto keluarga pake baju kembaran. Kuat-kuat hatimu, kawan πŸ™‚

02/12/2024

Sebentar lagi tahun baru, apakah kita tidak akan bertemu, ibu, ayah ?

16/11/2024

Guys! Kalo kita bikin seminar online membahas sembuh dari keluarga toxic kalian pada mau ikut ga?

29/10/2024

Haii guys! Maaf ya sudah lama tidak aktif. Jika kalian butuh teman cerita tanpa penghakiman boleh chat aja βœ¨πŸƒ

Atau ke link ini juga boleh https://l1nk.dev/temandengar akan langsung ke wa kok.

🍁🍁

08/09/2024

Di balik dinding rumah yang hancur,
terdengar suara amarah dan tangis yang tertahan,
cinta terpecah, seperti kaca yang pecah,
menggores luka di hati yang tak pernah sembuh.

Di setiap malam, terbayang pertengkaran,
bayang-bayang kelam menari dalam gelap,
rindu dan harapan tenggelam dalam keributan,
menciptakan luka yang sulit untuk dihapus.

Hati ini terbelah, diwarnai trauma,
kebahagiaan yang hilang di antara reruntuhan,
mungkin suatu hari, jiwa ini akan sembuh,
tapi untuk kini, kesedihan terus menghantui.

07/09/2024

Jakarta hari ini

Akhirnya setelah sekian lama aku bisa bebas aku sudah tidak memikirkan orang -orang jahat yang hanya memanfaatkan kebaikanku saja.

Apartemen santamonica Moi

Aku berjalan dengan luka lama, seorang teman terus menemaniku hingga titik terendah hidupku, disini aku mengenal sosok lain dari diriku. Aku yang dulu penuh ketakutan kini aku sudah tak merasakannya lagi, kini aku sudah tak merasakan sedih marah atau kecewa semuanya berjalan dengan lurus. Flat

Malam itu aku sedang kebingungan mencari teman karena bosan aku berjalan tanpa tahu arah tujuan hingga aku menepi di apartemen Hawai. Seorang lelaki dengan tubuh tegap dan tampan menghampiriku. Aku mengobrol lama dengannya . Dia lihat sisi lain dari hidupku ini.

"Nih gua kasih uang beli makan kek atau apa"

Ujarnya

Aku hanya terdiam dengan muka judes karena aku masih kesal oleh temanku itu meninggalkanku hingga aku tidak bisa tertidur.

Mungkin karena merasa obrolannya tak aku tanggapi dia pergi dan memberikan air mineral.

Ohya dia mirip dengan seseorang di masalalu
Tapi singkat perkenalanku aku merasakan aku di lindungi olehnya. Ecal namanya.

Banyak hal yang membuatku kebingungan sampai akhirnya malam itu aku pergi dari apartemen itu dan ecal memblokirku. Aku butuh penjelasan kenapa dia blokir aku.

Disana aku merasa di hargai setiap pagi aku berjalan jalan ke rooftop.

Ohya aku s**a coklat dan aku gas**a kopi apalagi di tinggalkan oleh seseorang. Tapi kata kakak sesekali kita memang harus minum kopi agar tidak ngantuk dan melaksanakan kewajiban.

Ohya karena aku penasaran aku datang ke tempat kerja nya ecal. Lelaki itu ada dan hanya tersenyum. Persetan dengan penjelasan. Dia bilang sih dia lagi ada masalah tapi memang harus di blokir juga?

Aku masih punya mimpi, dan aku ingin mewujudkan mimpi itu aku ingin membebaskan jiwa jiwa yang terkurung dalam ruang lingkup yang toxic. Jika aku sudah mampu aku ingin mengajak Naya untuk tinggal denganku.

Setelah beberapa waktu Naya menghilang akhirnya Naya kembali. Aku bilang ke Naya jangan pernah tinggalin aku lagi. Naya itu sahabatku sejak lama.

Aku s**a dengan hal-hal baru, aku masih s**a dengan hujan, ohya kalo kata lagu bernadya akan ada hal-hal baik yang datangnya belakangan dan aku menikmati setiap prosesnya.

Di jakarta aku hanya punya kak tirza, ko jer, Naya, Yama dan Silvi, fakhra selain itu aku gapeduli, dan tentunya Devan sahabatku

Tentang fakhral dia adalah teman lama yang ternyata diapun menganggap keberadaanku tiba-tiba dia menyatakan cintanya tapi aku tolak rasanya aneh jika harus memulai hubungan dengan teman sendiri dan katanya dia akan menungguku haha. Fakhral dia juga mungkin sama sepertiku ada beribu cerita yang dia sembunyikan, tapi tenang aja aku gaakan ninggalin kamu seperti orang-orang meninggalkanmu dalam gelap itu ada aku yang selalu menjadi tempatmu.

Karena dukungan kak Tirza dan ko jer aku bisa mengekspresikan apa yang sedang aku rasakan . Sampai saat ini aku masih menegang prinsip kejujuran itu dan semoga sampai kapanpun aku mempertahankannya

07/09/2024

Sore itu, senja berwarna jingga menghiasi langit. Aira duduk sendirian di bangku taman, memandang jauh ke arah matahari yang perlahan tenggelam. Di tangannya, sebuah buku terbuka, namun pikirannya melayang jauh, terseret ke masa lalu yang terus menghantuinya.

Aira tumbuh di rumah yang penuh pertengkaran. Setiap teriakan, pintu yang dibanting, dan tangis yang teredam menjadi bagian dari kenangan masa kecilnya. Ayahnya yang pemarah dan ibunya yang semakin hancur dari hari ke hari membuat Aira percaya bahwa cinta hanyalah luka yang tertunda. Sejak saat itu, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah jatuh cinta. Bagi Aira, cinta adalah pintu menuju penderitaan.

Namun, semua berubah ketika dia bertemu dengan Radit. Pria itu datang begitu tiba-tiba, seperti angin sejuk yang menyapu hati Aira yang penuh luka. Radit berbeda. Dia lembut, sabar, dan selalu mendengarkan tanpa menghakimi. Setiap kali mereka berbicara, Aira merasakan kenyamanan yang sudah lama hilang dari hidupnya. Namun, justru itulah yang membuat Aira takut.

Di setiap senyuman Radit, Aira melihat bayang-bayang trauma masa lalunya. Dia takut jika suatu hari, Radit akan berubah menjadi seperti ayahnya β€” kasar, egois, dan menghancurkan. Aira tak ingin merasakan patah hati yang sama seperti yang dialami ibunya. Meski Radit tak pernah memberikan alasan untuk diragukan, ketakutan itu terlalu besar, mencengkram hati Aira dengan kuat.

Suatu malam, ketika mereka sedang duduk di kafe yang biasa mereka kunjungi, Radit akhirnya mengungkapkan perasaannya. "Aira, aku mencintaimu," katanya dengan tulus, menatap dalam mata Aira.

Hati Aira bergetar mendengar kata-kata itu, tapi bukan karena bahagia. Ketakutan lama kembali menghantamnya. Dia menundukkan kepala, menggenggam erat cangkir kopinya seolah mencari pegangan dalam kekacauan emosinya.

"Radit, aku... aku tidak bisa," jawab Aira pelan.

Radit terdiam, menunggu penjelasan. Namun Aira tak mampu mengucapkan apa yang sesungguhnya ia rasakan. Bagaimana mungkin dia menjelaskan bahwa cintanya adalah luka? Bahwa di balik setiap kebahagiaan, dia hanya melihat bayang-bayang kekecewaan yang akan datang?

"Aku terlalu takut," lanjut Aira akhirnya, suaranya bergetar. "Aku tidak bisa jatuh cinta. Aku tidak bisa mengambil risiko itu."

Radit menghela napas, mencoba memahami. "Aku bukan mereka, Aira. Aku bukan orang tuamu. Aku tak akan pernah menyakitimu."

Aira tersenyum pahit. Dia tahu Radit tulus, namun luka masa lalunya terlalu dalam. "Aku tahu kamu bukan mereka, Radit. Tapi aku ini... rusak. Aku tak bisa mencintai tanpa takut kehilangan. Aku lebih baik sendiri."

Radit mengangguk pelan, meski kesedihan jelas terpancar dari matanya. Dia menggenggam tangan Aira sejenak, sebelum akhirnya melepaskannya. "Jika itu yang kamu inginkan, aku mengerti. Tapi ketahuilah, aku akan selalu ada jika suatu hari kamu berubah pikiran."

Setelah Radit pergi, Aira duduk sendirian di kafe itu, memandangi jendela yang berembun. Dia tahu dia baru saja melepaskan seseorang yang mungkin bisa membawanya keluar dari ketakutannya. Namun, bagi Aira, cinta terlalu menakutkan untuk dihadapi. Dia memilih kesendirian, bukan karena dia ingin, tapi karena dia tak bisa mempercayai cinta lagi. Trauma masa lalunya telah mencuri keberaniannya untuk mencoba, dan untuk saat ini, itu adalah pilihan terbaik yang bisa ia ambil.

06/09/2024

Ada baiknya, hidup ini hanya untuk dirasakan tanpa perlu dijelaskan.

06/09/2024

Di balik pintu, terdengar denting perih,
Ayah pergi, membawa sunyi yang tak terucap,
Ibu menangis, dalam diam yang kian rapuh,
Rumah yang dulu hangat, kini retak tak terobati.

Langit malam menangis bersama,
rindu yang tak tahu arah pulang,
Dira duduk di sudut gelap,
bertanya pada waktu, mengapa semua ini terjadi.

Tak ada pelukan, tak ada kata,
hanya luka yang merangkak dalam sepi,
tangan yang tak terjangkau,
dan harapan yang perlahan memudar di langit kelam.

Tapi meski retak, dia tetap bertahan,
menghimpun puing-puing yang berserak,
berharap suatu hari nanti,
akan ada fajar yang menyapu luka dengan lembut.

🍁

05/09/2024

Malam itu hujan turun deras, seolah langit menangis bersama hati Dira. Gadis berusia tujuh belas tahun itu duduk di sudut kamarnya, memeluk lutut sambil menatap kosong ke jendela. Sudah beberapa minggu suasana di rumahnya berubah dingin, tak ada lagi tawa atau percakapan hangat di meja makan.

Ayah dan ibunya sering bertengkar. Pada awalnya, Dira hanya mendengar suara-suara keras dari balik pintu kamar. Namun, semakin hari, pertengkaran itu terjadi di depan matanya, seperti angin kencang yang menghempas kedamaian keluarganya. Dira tak pernah tahu kapan semua ini dimulai. Tiba-tiba saja, rumah yang dulu menjadi tempat berlindung terasa seperti penjara yang penuh sesak dengan kebencian dan amarah.

Suatu malam, pertengkaran itu mencapai puncaknya. Dira bersembunyi di kamarnya, menggigit bibir agar tidak menangis keras. β€œIni salahmu!” teriak ayahnya. "Aku sudah lelah!"

Ibunya menangis, memohon agar semua ini dihentikan. Tapi tidak ada yang mendengarkan.

Keesokan harinya, ayahnya pergi. Tidak ada pesan perpisahan, tidak ada pelukan terakhir. Hanya koper yang hilang dan pintu yang tertutup dengan dentuman keras. Dira berdiri di ambang pintu, berharap ayahnya akan kembali, berharap ini hanya mimpi buruk yang segera berakhir.

Namun, waktu berlalu, dan kenyataan semakin pahit. Ibunya semakin sering menangis diam-diam di dapur, sementara Dira mulai merasakan kesepian yang tak tertahankan. Sekolah tidak lagi menjadi pelarian, hanya tempat di mana dia harus berpura-pura semuanya baik-baik saja.

Suatu hari, Dira menemukan surat di kamar ibunya. Surat itu tertulis dengan tangan yang gemetar, kata-kata yang penuh luka. β€œMaafkan Ibu, Dira. Ibu tidak bisa lagi menanggung semua ini.”

Dira merasa dunianya runtuh. Air matanya tumpah, namun tidak ada suara. Ia ingin berteriak, memanggil ibunya, tapi suaranya seolah tersangkut di tenggorokan. Segala rasa sakit yang ia tahan selama ini akhirnya meledak. Dira merasa seperti anak kecil yang tersesat di hutan gelap, mencari tangan yang akan membimbingnya pulang, namun tak ada yang datang.

Di malam-malam setelahnya, Dira sering menatap langit dari jendela kamarnya, berharap bisa mengulang kembali waktu, sebelum segalanya hancur. Ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah ada yang bisa dia lakukan untuk menyelamatkan keluarganya? Atau apakah ini memang takdir yang harus dia terima, hidup di antara reruntuhan cinta yang dulu membangun rumah mereka?

Meski semuanya terasa tak lagi sama, Dira belajar bahwa tangisannya tak akan membawa ayahnya kembali atau menghapus rasa sakit ibunya. Dalam keheningan malam, dia hanya berharap, suatu hari nanti, dia bisa menemukan kebahagiaan yang hilang, meski tanpa bayang-bayang keluarga yang dulu sempurna di matanya.

Address

Kota Bandung
40285

Telephone

+6282281601876

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Broken Home posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share

Category