irwan.1304

irwan.1304 Kreator digital

Malam KenanganMalam itu dingin, seperti biasanya di kota ini. Laki duduk di kursi kayu tua, di teras rumah yang mulai la...
21/06/2025

Malam Kenangan
Malam itu dingin, seperti biasanya di kota ini. Laki duduk di kursi kayu tua, di teras rumah yang mulai lapuk dimakan usia. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma bunga melati dari taman belakang. Matanya menerawang jauh, menembus pekatnya malam. Di tangannya, segelas kopi hitam pekat yang sudah mulai dingin.
Kenangan, malam ini terasa begitu kuat. Teringat wajah seorang perempuan, yang dulu sering duduk bersamanya di kursi ini. Senyumnya, tawanya, bahkan ocehannya yang selalu terdengar cerewet, kini hanya tersisa dalam ingatan. Mereka sering menghabiskan malam di sini, berbagi cerita, berbagi mimpi, berbagi cinta.
Laki memejamkan mata, mencoba merasakan kembali kehadiran perempuan itu. Namun, yang terasa hanya dinginnya angin malam dan aroma melati yang semakin samar. Jantungnya berdegup pelan, merasakan sakit yang begitu dalam.
"Kenapa kau pergi, Yu?" gumamnya lirih.
Yu, nama perempuan itu. Perempuan yang mengisi hari-harinya dengan warna, yang kini telah pergi meninggalkannya sendirian.
Laki membuka matanya, kopi di tangannya sudah habis. Malam semakin larut, bintang-bintang mulai bermunculan. Ia bangkit, melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan kursi tua itu seorang diri. Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, menjadi saksi bisu kesedihan seorang laki.

Malam di Bawah BintangMalam itu, langit dipenuhi bintang-bintang yang berkelap-kelip, seakan berlomba-lomba menunjukkan ...
21/06/2025

Malam di Bawah Bintang
Malam itu, langit dipenuhi bintang-bintang yang berkelap-kelip, seakan berlomba-lomba menunjukkan keindahannya. Di tengah keheningan malam, sebuah api unggun menyala, memberikan kehangatan dan cahaya di tengah dinginnya udara malam.
Duduk mengelilingi api unggun, beberapa orang berkumpul, masing-masing dengan cerita dan pengalaman yang berbeda. Ada yang bercerita tentang petualangan seru di siang hari, ada p**a yang berbagi mimpi dan harapan untuk masa depan. Suara gemerisik daun-daun kering yang terbakar, serta percikan api yang menari-nari, menciptakan suasana yang magis dan penuh keakraban.
Seorang pemuda bernama Arya, dengan sorot mata berbinar, mulai bercerita tentang mimpinya mendaki gunung tertinggi di p**au itu. "Aku ingin melihat dunia dari atas sana," katanya, "melihat keindahan alam yang begitu luas dan menakjubkan."
Seorang gadis bernama Rina, yang duduk di samping Arya, tersenyum. "Aku yakin kamu bisa, Arya. Asalkan kamu tidak pernah menyerah pada impianmu."
Malam semakin larut, namun suasana hangat dan akrab di sekitar api unggun tidak pernah pudar. Mereka terus bercerita, berbagi tawa, dan saling memberikan semangat. Api unggun itu, bukan hanya memberikan kehangatan fisik, tetapi juga kehangatan hati dan jiwa.
Saat bulan mulai condong ke barat, mereka mulai bersiap untuk tidur. Namun, kenangan akan malam itu, akan kehangatan api unggun, dan kebersamaan mereka, akan selalu tersimpan dalam hati.

Judul: Senyum di Balik DukaDi sebuah desa yang terpencil, hiduplah seorang laki-laki bernama Udin. Udin hanyalah seorang...
21/06/2025

Judul: Senyum di Balik Duka
Di sebuah desa yang terpencil, hiduplah seorang laki-laki bernama Udin. Udin hanyalah seorang petani miskin yang hidup sederhana bersama keluarganya. Setiap hari ia bekerja keras di sawah, namun hasil panen yang didapatkannya tak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Meskipun begitu, Udin selalu berusaha tersenyum dan bersyukur atas apa yang dimilikinya.
Suatu hari, desa mereka dilanda musibah kekeringan. Sawah-sawah mengering, tanaman layu, dan penduduk desa mulai kesulitan mencari makan. Udin, yang biasanya hanya khawatir tentang kebutuhan keluarganya, kini harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ia tak punya apa-apa lagi untuk diberikan kepada anak-anaknya.
Melihat penderitaan keluarganya, hati Udin terasa perih. Namun, ia tetap berusaha tegar dan memberikan semangat kepada istri dan anak-anaknya. Ia berkata, "Jangan bersedih, Nak. Ayah akan selalu ada untuk kalian. Kita akan hadapi ini bersama-sama."
Udin kemudian memutuskan untuk pergi ke kota mencari pekerjaan. Ia berharap bisa mendapatkan uang untuk membeli makanan dan membantu keluarganya bertahan hidup. Di kota, Udin mengalami berbagai kesulitan. Ia harus bekerja serabutan, seringkali mendapatkan upah yang kecil, dan tidur di emperan toko.
Meskipun begitu, Udin tidak pernah menyerah. Ia terus berjuang, mengingat senyum anak-anaknya yang selalu membuatnya bangkit. Suatu hari, ia bertemu dengan seorang pengusaha baik hati yang melihat ketulusan dan semangat Udin. Pengusaha itu menawarkan Udin pekerjaan di perusahaannya.
Dengan kerja keras dan kejujuran, Udin berhasil membuktikan kemampuannya. Ia pun dipromosikan menjadi salah satu karyawan terbaik di perusahaan tersebut. Udin kemudian berhasil membiayai keluarganya, membangun rumah yang lebih layak, dan menyekolahkan anak-anaknya.
Meskipun hidupnya kini telah ber ubah, Udin tidak pernah melupakan masa lalunya. Ia selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang pentingnya bersyukur, bekerja keras, dan tidak pernah menyerah dalam menghadapi cobaan hidup. Udin membuktikan bahwa kemiskinan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi justru menjadi awal dari sebuah perjuangan untuk meraih kebahagiaan.

Pagi di DesaMatahari mulai merangkak naik, menyembulkan sinarnya yang kekuningan. Embun pagi masih membasahi dedaunan, m...
21/06/2025

Pagi di Desa
Matahari mulai merangkak naik, menyembulkan sinarnya yang kekuningan. Embun pagi masih membasahi dedaunan, menciptakan kilauan seperti berlian. Udara segar pegunungan mengalir perlahan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan. Di kejauhan, kokok ayam bersahutan, membangunkan seisi kampung.
Di teras rumah, seorang nenek duduk menyulam, matanya menatap hamparan sawah hijau di depan rumah. Seorang anak kecil berlarian riang, mengejar kupu-kupu yang beterbangan di antara bunga-bunga liar. Di tepi sungai, seorang pemuda memandangi air yang mengalir tenang, sambil memikirkan rencananya hari ini.
Suasana kampung begitu tenang dan damai. Tidak ada hiruk pikuk kendaraan, hanya suara alam yang menenangkan. Inilah pagi di desa, sebuah surga kecil yang selalu dirindukan.

Judul: Bayangan di Tanjakan SeribuMatahari mulai tenggelam, menyisakan warna jingga kemerahan di ufuk barat. Empat sekaw...
21/06/2025

Judul: Bayangan di Tanjakan Seribu
Matahari mulai tenggelam, menyisakan warna jingga kemerahan di ufuk barat. Empat sekawan, Rian, Dika, Anya, dan Bima, melanjutkan pendakian mereka di Gunung Cikurai. Tanjakan terakhir sebelum mencapai pos terakhir, yang mereka sebut Tanjakan Seribu, terasa lebih berat dari biasanya. Lelah fisik bercampur dengan hawa dingin mulai terasa.
“Bentar, guys. Napas gue ngos-ngosan,” ujar Dika, tersengal-sengal.
“Sabar, Dit. Pos terakhir udah deket kok,” jawab Rian mencoba menyemangati.
Anya, yang sedari tadi berjalan paling depan, tiba-tiba berhenti. “Eh, kalian barusan liat bayangan item gak sih di balik pohon itu?” tanyanya dengan suara bergetar.
Bima yang berjalan di belakang Anya menoleh, namun tak melihat apa-apa selain pepohonan gelap. “Gak ada apa-apa, Ny. Palingan cuma ilusi karena lo capek.”
Namun, Anya tetap merasa tidak enak. “Gak tau kenapa, firasat gue gak enak. Kayaknya ada yang ngeliatin kita deh.”
Beberapa saat kemudian, mereka melanjutkan perjalanan. Namun, perasaan tidak nyaman Anya semakin menjadi-jadi. Di setiap langkah, ia merasa ada yang mengawasi. Bahkan, ia sempat melihat bayangan hitam sekilas di balik semak-semak.
Malam semakin larut. Mereka akhirnya sampai di pos terakhir, sebuah gubuk reyot yang sudah tidak terawat. Dengan tergesa-gesa mereka mendirikan tenda, berharap bisa segera beristirahat. Namun, suasana mencekam tetap terasa.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari luar tenda. Seseorang atau sesuatu berjalan mengelilingi tenda mereka. Bukan hanya satu, tapi beberapa. Suara langkah kaki itu terdengar semakin mendekat, membuat bulu kuduk mereka merinding.
“Si-siapa di luar?” tanya Bima terbata-bata.
Tidak ada jawaban. Suara langkah kaki semakin jelas terdengar, semakin dekat, seolah-olah mereka dikepung. Anya yang ketakutan mulai membaca ayat-ayat suci. Rian dan Dika hanya bisa diam, menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi.
Tiba-tiba, suara langkah kaki itu menghilang. Hening menyelimuti tenda. Namun, keheningan itu justru terasa lebih menyeramkan.
Beberapa saat kemudian, Rian memberanikan diri untuk membuka tenda. Di luar, hanya ada kegelapan malam dan pepohonan yang bergoyang tertiup angin. Tidak ada apa-apa.
“Kayaknya cuma angin malem deh,” ujar Rian, mencoba menenangkan diri dan teman-temannya.
Namun, Anya tetap tidak yakin. Ia merasa ada sesuatu yang mengawasi mereka dari balik kegelapan. Ia merasa bahwa mereka tidak sendirian di gunung itu.
Pagi harinya, mereka memutuskan untuk segera turun. Selama perjalanan turun, mereka tidak berani berbicara banyak. Peristiwa malam itu telah membuat mereka trauma. Ketika mereka tiba di kaki gunung, mereka merasa lega. Namun, bayangan di Tanjakan Seribu itu akan selalu menghantui mereka.

Dengan Irwan Handika – Saya baru saja diakui sebagai salah satu penggemar berat mereka! 🎉
26/03/2025

Dengan Irwan Handika – Saya baru saja diakui sebagai salah satu penggemar berat mereka! 🎉

26/03/2025
21/03/2025

Address

Koto Padang

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when irwan.1304 posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share