22/03/2025
SKANDAL TERLARANG ANTARA MAMA DAN ABANGKU 4
**
Dengan langkah cepat aku memasuki kamar ku, saat aku berjalan kaki ku tak sengaja menginjak beling Vas yang kujatuhkan. Aku benar-benar memaki diriku karena kecerobohan yang kubuat.
Piyama tidurku, kupakai buat mengelap darah yang menetes di beberapa titik. Kutekan kakiku dan aku dengan cepat berjalan semoga aku tak ketahuan mendengarkan percakapan Mama dan Bang Ryan.
Napasku memburu dan jantung rasanya mau melompat keluar saat aku sudah berada di dalam kamarku. Aku mengunci pintu kamar ku. Aku merapal doa sebanyak-banyak nya semoga mereka benar-benar gak tahu aku mendengarkan.
Karena pernah memergoki Mama dan Bang Ryan di hotel. Entah mengapa aku menjadi takut dengan mereka berdua. Bisa saja mereka melenyapkanku karena aku ketahuan mendengarkan percakapan mereka. Pikiran buruk ini bersarang dikepalaku.
Aku menuju kamar mandi dan ku cuci kaki ku yang berdarah tadi sebelum kutaruh obat dan kubalut dengan plester.
Tok ... Tok ... Tok ...
Aku terkaget sekali ketika pintu kamarku diketuk.
"Vina ... Kamu udah tidur, sayang?" suara Mama diluar kamar. Aku segera memakai kaus kaki agar tak ketahuan kaki ku yang sakit.
"Vina ...." mamaku memanggil lagi.
"Ada apa, Ma?" tanyaku dengan debaran jantung yang menggila.
"Buka dulu pintunya, Nak?" pintanya. Aku berusaha mengurai kegugupan. Dengan berpura-pura baru bangun tidur, aku membuka sedikit pintu kamarku.
"Ada apa sih, Ma? Ini udah malam dan besok Vina ada ulangan mata pelajaran matematika," dustaku pada Mama.
"Vin, kamu dengar gak ada sesuatu yang pecah di luar? Ada orang yang masuk ke rumah kita karena Vas bunga pecah,"
"Vina, dari tadi tidur, Ma. Dan gak ada apa-apa serta siapa-siapa!" ucapku,
"Mama mau masuk kamar kamu, boleh?"
"Buat apa sih, Ma. Vina ngantuk mau tidur!"
"Sebentar aja, Mama mau mastikan kamu selamat dan gak ada maling yang bersembunyi di kamar kamu. Zaman sekarang ini g*la Vin. Kita harus hati-hati," ucap Mama memaksa masuk, aku mencibir mendengar ucapannya. Katanya zaman sekarang gila, artinya dia sedang membicarakan dirinya dan Bang Ryan. Mereka sebagai Ibu dan anak namun menjalin hubungan terlarang.
"Ya sudah terserah Mama." lanjutku membuka pintu kamar ku lebar. Percuma melarang Mama, nanti dia akan semakin curiga padaku. Aku berdiri mematung di depan pintu karena kalau aku jalan pasti kaki ku terasa masih sakit.
"Gak ada apa-apa kan, Ma?" kataku, Mama berjalan memeriksa kamarku, saat dia tak mengalihkan pandangan padaku. Aku terseok berjalan menuju ranjangku.
"Ya sudah kamu hati-hati. Kalau ada apa-apa langsung teriak saja, ya!" perintah Mama. Aku mengangguk. Dia kemudian melihat kaki ku yang terbungkus kaus kaki.
"Buat apa pakai kaus kaki, Vin?" tanya Mama, aku refleks melihat ke bawah kakiku.
"Oh, malam kadang dingin Ma. Karena keseringan nonton drama korea. Vina rentan sekali masuk angin karena kurang tidur. Sementara kalau AC dimatikan Vina kepanasan jadi serba salah makanya ambil jalan tengah dengan memakai kaus kaki jika tidur!" ucapku beralasan, alasan yang ku buat-buat semoga Mama tak curiga dan bertanya lebih lanjut.
"Begitu, makanya kalau nonton drama korea ingat waktu, Vin." kata Mama, aku hanya meringis.
"Iya, Ma. Vina mau tidur dulu ya. Besok Vina ada ulangan." Mama mengangguk dan berjalan keluar dari kamar ku, dia menutup pintunya. Aku berjalan tertatih buat mengunci pintu kamar ku.
Semoga untuk saat ini mereka gak curiga sama aku. Aku gak tahu bagaimana rencana selanjutnya agar membongkar perselingkuhan Mama dan Bang Ryan. Siapa sebenarnya Bang Ryan? Apakah anak angkat atau anak tiri dari Mama.
**
Aku sarapan pagi seperti biasanya bersama Mama namun karena Bang Ryan di sini, dia ikut juga bersama kami.
Bang Ryan memperhatikan aku, aku berpura-pura tidak melihatnya namun aku tahu dia memperhatikan aku. Aku melihatnya dari ekor mataku. Apakah dia curiga padaku? Ku percepat memakan makanan ku. Agar aku bisa segera pergi ke sekolah.
"Vina berangkat dulu, Ma. Hari ini ada ulangan matematika jadi Vina gak boleh terlambat,"
"Ya sudah, semangat semoga nilai anak Mama bagus," ucap Mama mengulas senyum.
"Biar Ryan antar Vina ya?" kata Bang Ryan dengan menyeringai padaku seperti biasa. Aku menelan salivaku, aku menggeleng cepat.
"Gak perlu, Bang. Vina ..." Aku berusaha mencari alasan. Bila kukatakan akan naik Bus, Bang Ryan pasti memaksa tetap mengantarku. "Vina pergi kesekolah dengan Pandu." ujarku padanya.
"Sudah ada kemajuan, Vin?" timpal Mama sambil tersenyum.
"Maksud Mama?"
"Maksud Mama hubungan kamu dengan Pandu, apakah sudah ada kemajuan? Kamu sekarang pacaran sama dia?"
"Oh, kami cuma teman, Ma. Pandu sahabat aku," kataku dengan tersenyum ringan.
"Mama doakan kamu sama dia bisa lebih dari teman dan sahabat," ujar Mama sambil membereskan piring-piring makanan kami. Aku hanya mencibir ke Mama.
"Ya udah, Vina berangkat dulu, Ma." Aku mencium tangan Mama. Kualihkan pandangan ke Bang Ryan. Dengan malas dan alasan hormat aku juga mencium punggung tangannya. Dia menatapku kembali sambil tersenyum misterius.
Aku berjalan keluar rumah dan akan kuhubungi dulu Pandu agar mau menjemputku. Dengan menahan rasa sakit aku berjalan.
"Kaki kamu kenapa, Vin. Kok kayak sakit gitu jalannya?" tanya Mama, aku membalik badan, kulihat Bang Ryan menatap aku dengan tajam.
"Oh, agak terkilir sedikit, Ma. Tadi saat mandi Vina jatuh karena gak hati-hati," ucapku dengan alasan. Mama melihat seksama dan dahinya berkerut.
"Lain kali hati-hati, ya Vin," ucap Mama padaku. Aku mengangguk dan berjalan lagi dengan perlahan.
"Pan, kita berangkat bareng, ya?" aku menghubungi Pandu.
"Loh, kok tumben, sih. Biasanya kamu naik bus."
Wajar bila Pandu menolak karena rumah kami tidak satu arah. menjemputku artinya dia akan melewati sekolah dan memakan waktu lebih lama. Makanya selama ini aku dan Pandu gak pernah pergi sekolah bareng. Lagian aku dan Pandu tak ada hubungan spesial hanya sahabat biasa saja.
"Please, Pan. Kamu jemput aku dan kita berangkat bareng. Please, Pan!" ucapku padanya.
"Oh, ya udah kalau gitu. Kamu tunggu aku, ya!"
"Iya,"
Klik. Panggilan diakhiri.
"Hmm ... Pacar kamu gak mau jemput kamu, dek?" suara Bang Ryan mengagetkanku. Aku mengalihkan pandanganku padanya.
"Dia mau kesini sebentar lagi!" ujarku kemudian membuang muka.
"Apasih yang kamu s**a dari bocah seperti itu?" tanya Bang Ryan seperti biasa tersenyum smirk.
"Udah aku bilang sama Abang kalau aku dan Pandu hanya sahabat dan kalau pun aku s**a dia, apa salahnya? Sepertinya abang gak setuju. Mama aja gak pernah protes!" sinisku padanya. Aku kesal dia mau ikut campur urusanku sekaligus jijik melihatnya.
"Baik, tetapi seperti kata Abang. Abang akan hajar dia bila nyakitin kamu," ucapnya dengan sorot mata tajam, dia membalik badanku agar aku menatap netranya. Dengan kasar kulepaskan tangannya yang mencengkram lenganku. Namun, dia mencengkram dengan kuat sehingga aku meringis.
Tin... Tin.... Suara motor Pandu terdengar. Dia melepaskan begitu saja cengkramannya padaku. Aku berjalan dengan tertatih ke arah Pandu. Dan dengan cepat aku memakai helm kemudian Pandu melajukan sepeda motor menuju sekolah.
Sampai kami di sekolah. Aku dan Pandu turun dari motor. Dia melihatku tertatih berjalan.
"Kenapa kaki kamu, Vin?"
"Kena beling, aku menjatuhkan Vas kaca ketika gak sengaja mendengar percakapan mesra Mama dan Bang Ryan. Mereka memang punya affair, Pan!" ucapku padanya.
"Terus barusan apa yang dilakukan Bang Ryan sebelum aku datang,"
"Dia sepertinya gak s**a aku berteman sama kamu, dia udah mulai ngatur-ngatur aku,"
"Kamu harus hati-hati sama dia, Vin. Jaga diri kamu dari dia. Aku rasa dia orang yang berbahaya. Segera ceritakan masalah ini dengan Papa mu," ujar Pandu dengan cemas, bukan cuma dia yang cemas, aku juga cemas melihat sikap menakutkan Bang Ryan.
"Ambil ini," Pandu memberikan sesuatu padaku.
"Apa ini?"
Bersambung.