Oelat Bulu

11/10/2025

𝐁𝐄𝐑𝐒𝐄𝐉𝐀𝐑𝐀𝐇!

Meksiko baru saja mengucapkan SELAMAT TINGGAL pada adu banteng. Ya, Plaza de Toros México—yang terbesar di dunia—mengumumkan bahwa adu banteng tidak akan diadakan lagi.

Selama beberapa dekade, ribuan orang bertepuk tangan untuk apa yang tak lagi bisa dilihat banyak orang: rasa sakit, ketakutan, dan darah. Namun zaman berubah, dan kini, tempat yang dulunya berbau kematian… akan dipenuhi kehidupan.

Arena yang dulu berteriak kini sunyi. Keheningan yang dahsyat. Keheningan yang menandai sebelum dan sesudah dalam sejarah negara ini.

Karena ini bukan lagi tentang tradisi… ini tentang evolusi. Tentang memahami bahwa merawat kehidupan juga merupakan budaya. Dan bahwa kemajuan tidak selalu bersuara: terkadang terdengar dalam keputusan yang berani.

Tuhan tidak menciptakan hewan untuk menghibur kita, tetapi untuk mengajarkan kita kasih sayang.

Bagikan kisah ini dengan seseorang yang percaya bahwa perubahan itu mustahil. Karena hari ini, Meksiko menunjukkan bahwa di mana ada hati… di situ juga ada harapan.

PENTING:
Berdasarkan kisah nyata yang terjadi di Meksiko. Didokumentasikan oleh media seperti El País, El Universal, Milenio, dan BBC Mundo. Versi ini telah diadaptasi dengan gaya narasi emosional untuk tujuan refleksi dan kesadaran.

11/10/2025

Pergeseran prilaku

11/10/2025

Diaby Nafi, 28 tahun, melahirkan di tengah penerbangan pada ketinggian 42.000 kaki dalam penerbangan Turkish Airlines dari Conakry ke Istanbul.

Tanpa dokter di pesawat, awak kabin melahirkan seorang bayi perempuan yang sehat, Kadiju. Ibu dan bayi tersebut mendapatkan perawatan saat mendarat, dan untuk mengenang peristiwa ajaib ini, Turkish Airlines menghadiahkan Kadiju penerbangan gratis seumur hidup.

11/10/2025

Usai pelantikan di istana Kepresidenan, Paulus Waterpauw mengaku siap melaksanakan dan mendukung penuh kebijakan dan arahan presiden Prabowo terkait dengan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab mereka sebagai Komite Percepatan Pembangunan Otonomi khusus Papua.

11/10/2025

𝐌𝐚𝐥𝐚𝐢𝐤𝐚𝐭 𝐏𝐞𝐧𝐣𝐚𝐠𝐚 𝐉𝐞𝐦𝐛𝐚𝐭𝐚𝐧: 𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐂𝐡𝐞𝐧 𝐒𝐢.

Di sebuah jembatan yang membentang di atas Sungai Yangtze, di kota Nanjing, Tiongkok, ada pemandangan yang tak biasa: seorang pria paruh baya bernama Chen Si yang berdiri dan berjalan bolak-balik. Selama dua dekade, Chen Si menghabiskan waktu hingga 8 jam sehari setiap akhir pekan di jembatan itu.

Namun, ia di sana bukan untuk berolahraga, menikmati pemandangan, atau sekadar jalan-jalan. Jembatan Nanjing Yangtze dikenal sebagai salah satu titik bunuh diri paling terkenal di dunia, dan Chen Si berada di sana untuk satu misi mulia: menyelamatkan nyawa.

Chen Si, yang sehari-harinya bekerja, mendedikasikan waktu liburnya untuk menjadi Malaikat Penjaga Jembatan. Ia berjalan perlahan, matanya awas mencari tanda-tanda keputusasaan—seseorang yang berdiri terlalu lama, menatap ke bawah terlalu intens, atau terlihat menangis sendirian.

Ketika ia menemukan seseorang yang berada di ambang batas, Chen Si akan mendekat dengan hati-hati. Ia tidak akan langsung menghakimi atau menyarankan. Ia hanya akan mendampingi mereka, menawarkan bahunya (seperti yang terlihat dalam salah satu foto), dan mendengarkan cerita-cerita pedih yang membuat mereka ingin mengakhiri hidup.
Selama 20 tahun terakhir, Chen Si telah menyelamatkan lebih dari 500 nyawa—baik melalui bujukan lembut, pelukan yang menguatkan, atau terkadang, intervensi fisik yang heroik. Ia telah menghabiskan tabungannya untuk membantu para penyintas mendapatkan pekerjaan atau kembali ke keluarga mereka.

Chen Si adalah bukti nyata bahwa pahlawan sejati tidak selalu mengenakan jubah. Kadang, mereka hanya mengenakan kaus biasa, menghabiskan hari libur mereka di bawah terik matahari, dan membawa satu senjata: kepedulian tanpa batas. Ia mengajarkan kita bahwa tindakan kebaikan yang konsisten, sekecil apa pun, dapat menjadi jembatan harapan bagi orang lain.

Kisah inspiratif ini menunjukkan kekuatan empati dan ketekunan, ya?
Gimana pendapat Anda ?

11/10/2025

10/10/2025

https://s.shopee.co.id/2LPZrOcl5X

Tanda tanda apalagi ini

10/10/2025

https://s.shopee.co.id/2LPZrOcl5X
Desakan agar aparat segera menetapkan tersangka dalam kasus robohnya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo, semakin menguat. Tragedi yang menewaskan lebih dari 50 santri itu menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban.

Fauzi, warga Bangkalan yang kehilangan empat ponakannya dalam insiden tersebut, menilai pihak pesantren terlalu tertutup dan belum menunjukkan tanggung jawab. Ia menegaskan, jika terbukti ada pelanggaran hukum dan kelalaian manusia dalam pembangunan gedung, maka harus diproses tanpa pandang bulu.

“Kalau memang ada pelanggaran hukum, ada kelalaian manusia, harus diproses siapa pun itu. Tidak melihat status sosial siapa. Hukum harus ditegakkan,” tegas Fauzi.

Fauzi juga mengenang salah satu ponakannya, Haikal, yang baru dua hari kembali ke pesantren sebelum meninggal dalam peristiwa itu. Ia menyebut Haikal sebagai sosok cerdas dan kreatif.

Tragedi ini sekaligus memunculkan pertanyaan publik terkait aktivitas pembangunan yang masih berlangsung di lingkungan ponpes saat para santri tengah beribadah. Polisi kini didesak untuk mengusut tuntas dan menindak tegas pihak yang bertanggung jawab.

source: CNNINDONESIA