29/04/2025
Sandiwara Agung di Pelaminan: Sebuah Komedi Ritual Pernikahan Kita
Selamat datang di negeri antah berantah, eh, maksudnya Indonesia tercinta, di mana pernikahan bukan lagi sekadar menyatukan dua insan, tapi sebuah produksi teater kolosal yang wajib ditonton.
Jangan kaget kalau durasinya lebih panjang dari Avengers: Endgame, dan plotnya penuh dengan kejutan... yang sebenarnya sudah di-spoiler sejak peminangan tiga bulan lalu.
Mari kita mulai dengan adegan pembuka yang selalu sukses membuat mata berkaca-kaca: ritual "minta izin" sang mempelai wanita.
Bayangkan, setelah bertahun-tahun pacaran diam-diam di belakang Bapak, setelah chatting maraton sampai kuota jebol, dan setelah mantap memilih dia sebagai nahkoda kapal rumah tangga, tiba-tiba di hari H, kita pura-pura bertanya,
"Bolehkah saya menikah, Ayah?"
Tentu saja boleh, Nak! Kalau tidak boleh, tenda resepsi seharga mobil baru itu mau diapakan?
Catering dengan menu prasmanan seratus macam itu mau dikemanakan?
Undangan digital yang sudah tersebar ke seluruh kontak WhatsApp itu mau ditarik lagi?
Ini bukan lagi soal izin, tapi soal event organizer sudah booking tanggal cantik.
Ini adalah performance yang harus kita mainkan demi menjaga image keluarga dan memenuhi ekspektasi para tetangga kepo.
* * *
Lanjut ke adegan berikutnya, yang tak kalah dramatis: pihak keluarga pria datang dengan wajah memelas, mengulang permintaan yang sebenarnya sudah disetujui saat acara lamaran yang penuh seserahan (yang isinya kadang lebih banyak dari isi kulkas kosan).
"Dengan segala kerendahan hati, kami memohon..."
Begitulah dialognya, seolah-olah calon pengantin pria ini adalah buronan yang sedang meminta suaka.
Padahal, jauh sebelum hari ini, peta lokasi KUA sudah di-share di grup keluarga.
Ini adalah seremoni basa-basi, sebuah formalitas yang harus dilalui agar alurnya "sesuai pakem".
* * *
Di belahan bumi lain, pernikahan mungkin hanya dihadiri oleh segelintir teman dekat, tanpa drama air mata buatan dan pidato-pidato protokoler yang panjangnya bisa mengalahkan khotbah Jumat.
Mereka mungkin heran melihat kita bersusah payah menciptakan "sandiwara" ini.
Mereka mungkin bertanya, "Bukankah yang terpenting adalah cinta dan komitmen antara dua orang?"
Oh, polosnya mereka!
Di sini, pernikahan adalah proyek keluarga besar. Ada gengsi yang dipertaruhkan, ada status sosial yang harus dipertahankan, dan tentu saja, ada bahan perbincangan seru di arisan minggu depan.
Semakin mewah pestanya, semakin tinggi "nilai tawar" keluarga di mata masyarakat.
Pernikahan bukan lagi tentang "kita", tapi tentang "kata orang".
Maka, mari kita nikmati "sandiwara agung" ini. Anggap saja ini adalah pentas seni budaya yang unik dan penuh ironi.
Kita semua adalah aktor dan aktris yang memainkan peran masing-masing dengan apik.
Calon pengantin wanita dengan air mata buatan yang memesona, orang tua yang berusaha tegar padahal sudah menghitung amplop dari jauh hari.
Dan para tamu undangan yang datang bukan hanya untuk memberi selamat, tapi juga untuk menilai dan membandingkan dengan pernikahan anak mereka nanti.
Selamat datang di pesta walimah, sebuah komedi situasi yang dibalut tradisi, di mana skenarionya sudah ditulis jauh sebelum janji suci diucapkan.
Tepuk tangan meriah untuk kita semua yang berhasil memainkan peran dengan sempurna!
Semoga "sandiwara" ini berujung pada kebahagiaan yang nyata, bukan hanya sekadar di atas panggung pelaminan.