23/10/2025
---
"Migrasi Orang Toba ke Tanah Alas"
Dalam tiga tahun terakhir, makin banyak orang Toba yang pindah ke Tanah Alas. Arus perpindahan ini terus bertambah dan menarik untuk diperhatikan, karena membawa pengaruh besar — terutama bagi perkembangan ekonomi dan kestabilan politik di daerah itu.
Sekarang sudah ada delapan desa di Tanah Alas yang seluruh penduduknya orang Toba. Selain itu, di kota Koeta Tjané dan sekitarnya juga tinggal banyak orang Batak Toba, kebanyakan di antaranya sudah menjadi Kristen berkat penginjil dari Zending Rhein.
Tanah Alas sebenarnya masih jarang penduduknya. Karena itu, kedatangan orang Toba diharapkan bisa membantu membuka dan mengembangkan wilayah tersebut di masa depan.
●Zaman van Daalen
Kisah tentang daerah ini cukup terkenal. Pada 8 Februari 1904, Letnan Kolonel van Daalen memulai ekspedisi panjangnya selama 163 hari ke daerah Gayo, Alas, dan Batak. Setelah perlawanan di daerah Gayo berhasil dipatahkan dengan cara yang sangat keras, pada 4 Juni pas**an van Daalen bergerak ke Tanah Alas. Di sana, penduduknya lebih cepat menyerah karena perlawanan mereka tidak sekuat orang Gayo yang dikenal lebih fanatik.
Dari Oktober 1904 sampai Maret 1905, Kapten H. Colijn menjabat sebagai asisten residen Gayo dan Alas. Saat itu sudah jelas bahwa serangan keras van Daalen benar-benar membuat rakyat Alas tidak mampu lagi melawan.
Di daerah Karo, tepatnya di desa Koeala, dimulailah apa yang disebut Jalan Alas. Di Ladé Bakan (kilometer 187) sudah masuk wilayah administratif Tanah Alas. Lembah Alas terbentang panjang dari barat laut ke tenggara, kira-kira 26 kilometer panjangnya dan 8 kilometer lebarnya. Lembah ini dikelilingi pegunungan yang tinggi dan terbentuk karena tanahnya turun.
Di bagian selatan ada lembah besar bernama Bamdél dan Batoe Mboeloen. Sekitar lima kilometer di utara Koeta Tjané, lembah ini mulai berubah jadi daerah perbukitan. Tanahnya datar, banyak hutan lebat, dan di beberapa bagian tumbuh alang-alang. Di tengah lembah ada cekungan besar, sedangkan di sisi timur dan barat menjulang pegunungan curam. Sungai Lawé Alas mengalir melewati lembah ini, dan daerahnya cocok untuk persawahan.
Beberapa nama marga di Tanah Alas sama dengan marga di Tanah Karo. Karena itu, orang Alas merasa punya hubungan kekerabatan dengan orang Karo-Batak. Pada masa lalu, memang banyak orang Karo yang pindah ke daerah Alas. Bisa dibilang, orang Alas adalah bangsa peralihan antara Karo dan Batak.
●Dari Daerah yang Terlalu Padat Penduduk
Orang Toba terkenal sebagai petani sawah yang handal. Begitu mereka tahu ada tanah yang cocok untuk menanam padi, mereka akan pergi ke sana. Daerah asal mereka, terutama Samosir, sudah sangat padat penduduk dan tanahnya tidak subur. Lahan pertanian di sana tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya.
Sekarang diperkirakan sudah ada sekitar tiga ribu orang Toba di Tanah Alas, atau sekitar seribu keluarga. Kebanyakan dari mereka adalah anak muda yang merantau mencari kehidupan baru. Di sepanjang Lembah Alas kini berdiri permukiman-permukiman baru orang Toba.
Namun para kepala adat di Tanah Toba sebenarnya tidak s**a kalau warganya pindah. Mereka yang ingin pergi harus memenuhi banyak syarat adat, jadi tidak mudah untuk meninggalkan kampung halaman. Kadang juga ada yang pergi karena ingin menghindari pajak atau masalah di kampung. Tapi secara umum, keinginan untuk merantau ini muncul secara alami dan didorong oleh kebutuhan hidup.
Ada juga kekhawatiran bahwa orang Toba yang beragama Kristen tidak akan betah tinggal di daerah yang dipimpin oleh kepala-kepala Muslim dari suku lain. Tapi ternyata tidak begitu. Orang Toba dikenal cukup toleran, meski sering dianggap sebagai bangsa yang keras kepala.
●Para Pendatang Semuanya Kristen
Sekarang orang-orang Toba di Tanah Alas tersebar di delapan kampung, semuanya dihuni oleh orang Toba. Nama-nama kampung itu adalah Si Gala Gala, Lawé Petawoeh, Lao Koeloh, Poenga Meloer, R. Pior, Salang Toba, dan Moeara Kemnindjoe.
Di ibu kota Tanah Alas, Koeta Tjané, juga sudah banyak orang Toba tinggal. Di sana pernah ditempatkan seorang guru Batak yang bertugas sementara untuk memimpin kebaktian dan mengurus urusan gereja bagi para pendatang. Semua imigran Toba itu adalah orang Kristen yang dibimbing oleh Zending Rhein.
Semangat orang Toba untuk merantau memang luar biasa. Tanah Alas yang sebelumnya sepi kini mulai hidup berkat kehadiran mereka. Hal yang sama dulu juga terjadi di Simalungun, di mana kedatangan orang Toba membuat lahan-lahan baru dibuka dan pertanian semakin maju.
Karena itu, perpindahan ini jelas membawa banyak manfaat. Tanah menjadi terbuka, pertanian berkembang, dan kehidupan ekonomi masyarakat ikut bangkit. Selain itu, perkembangan yang damai dan teratur ini juga membuat keadaan politik di daerah itu menjadi lebih baik, karena dengan cara seperti ini, keamanan dan perdamaian bisa semakin terjaga.
---
Sumber Artikel :
Deli Courant edisi 16 Maret 1935