16/06/2025
Syekh Abdul Qadir al-Jailani mebutkan 10 sifat penting bagi orang yang ingin mencapai tujuan spiritual (kerohanian) dan tetap berada dalam kondisi itu.
Harus ada sepuluh sifat bagi orang-orang yang berada dalam perjuangan spiritual (kerohanian), dalam memeriksa diri sendiri, serta dalam usaha mencapai tujuan spiritual dan ingin tetap berada dalam kondisi itu. Jika mereka telah diizinkan oleh Allah untuk tetap berada di dalamnya dan berdiri teguh di sana, maka mereka akan memperoleh kedudukan yang tinggi.
1. Tidak bersumpah dengan nama Allah
Hamba tersebut tidak boleh bersumpah atas nama Allah, baik dalam hal yang benar maupun yang salah, baik disengaja maupun tidak. Jika ia telah terbiasa menjauhi hal itu, maka tidak akan lagi ia bersumpah dengan sengaja atau tidak sengaja. Allah akan membukakan cahaya (nur) kepada hatinya.
Ia akan menyadari manfaatnya dalam hati. Kedudukannya di sisi Allah akan ditinggikan. Kekuatan dan kesabarannya akan bertambah. Keluarga dan tetangganya akan memujinya. Orang yang mengenalnya akan menghormatinya, dan yang melihatnya akan merasa segan.
2. Tidak berbohong, bahkan dalam bercanda
Hamba tersebut tidak boleh berdusta, baik sungguhan maupun dalam candaan. Jika ia berhasil menghapus kebiasaan buruk itu dan menjadikannya bagian dari kepribadiannya, Allah akan membuka hatinya dan menyucikan ilmunya, seakan ia tidak mampu berdusta. Bila mendengar orang lain berdusta, hatinya merasa benci dan malu. Jika ia berdoa kepada Allah untuk dijauhkan dari sifat itu, doanya akan dikabulkan.
3. Tidak ingkar janji
Hamba tersebut tidak boleh mengingkari janji, atau lebih baik lagi tidak membuat janji sama sekali. Dengan itu, ia memperoleh kekuatan batin dan keseimbangan tindakan. Ingkar janji termasuk dalam kebohongan. Jika ia tidak ingkar, pintu kemuliaan akan terbuka dan akhlaknya akan ditinggikan. Orang-orang jujur akan mencintainya. Kedudukannya di sisi Allah pun meningkat.
4. Tidak melaknat makhluk atau menyakiti mereka
Hamba tersebut tidak boleh melaknat, menyumpah, atau menyakiti makhluk, walau sedikit. Menghindari hal ini adalah bagian dari akhlak mulia. Jika ia bertindak demikian, ia akan hidup dalam naungan Ilahi, diberi kedudukan spiritual tinggi, dan dilindungi dari kehancuran serta kejahatan manusia. Allah akan melimpahkan rahmat dan kedekatan kepada-Nya.
5. Tidak mendoakan keburukan bagi orang lain
Walau diperlakukan buruk, jangan mendoakan keburukan bagi orang lain. Jangan membalas dengan lisan maupun tindakan. Bersabarlah dan serahkan kepada Allah. Hamba yang mampu melakukannya akan diberi derajat tinggi, dicintai orang-orang jujur, dan doanya akan diterima. Ia akan mulia di hati orang-orang beriman.
6. Tidak mudah mengkafirkan sesama Muslim
Jangan menyebut orang lain yang seagama (yang menghadap kiblat yang sama) sebagai musyrik, munafik, atau kafir. Jika kamu menghindarinya, berarti kamu mengikuti sunnah Nabi Muhammad ﷺ dan menjauhi hal yang hanya diketahui oleh Allah. Ini mendekatkanmu kepada rahmat dan ridha-Nya. Ini adalah pintu mulia menuju Allah yang diberikan sebagai anugerah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman.
7. Menjauh dari dosa lahir dan batin
Hamba tersebut harus menghindari dosa, baik lahiriah maupun batiniah, dan menjaga anggota tubuhnya dari perbuatan dosa. Dengan itu, ia akan menerima karunia Allah, baik dalam dunia maupun akhirat. Semoga Allah memberi kita sifat ini dan membersihkan hati kita dari hawa nafsu duniawi.
8. Tidak membebani orang lain
Hamba tersebut tidak boleh membebani orang lain, baik berat maupun ringan. Sebaliknya, ia justru mengurangi beban orang lain, baik diminta maupun tidak. Ini adalah kemuliaan dari Allah, yang membuatnya mampu menasihati orang lain untuk berbuat baik dan menjauhi keburukan. Pada tahap ini, semua makhluk dipandang sama. Hatinya hanya bergantung kepada Allah. Allah tidak akan meninggikan derajat seseorang yang masih terikat pada nafsu dunia. Dalam pandangannya, semua makhluk memiliki hak yang sama. Inilah pintu kemuliaan bagi orang mukmin dan orang-orang sholeh serta mendekatkan pada keikhlasan.
9. Tidak berharap kepada manusia
Hamba tersebut tidak mengharapkan apa pun dari manusia dan tidak menginginkan apa yang mereka miliki. Ini adalah sifat mulia dan bentuk ketergantungan penuh pada Allah. Ini adalah salah satu pintu tawakal, tanda kesempurnaan iman dan kedekatan dengan Allah.
10. Tawadhu (rendah hati)
Hamba tersebut tidak menyombongkan diri. Dengan kerendahan hati, kedudukannya di sisi Allah dan manusia akan ditinggikan. Ia diberi kekuasaan atas urusan dunia dan akhirat. Ini adalah akar dan cabang ketaatan kepada Allah, yang mengangkatnya ke maqam orang-orang sholeh yang ridha dalam s**a dan duka itulah kesempurnaan sifat wara’.
Dalam sifat tawadhu ini, ia selalu menganggap orang lain lebih baik darinya.
Jika melihat orang biasa: “Barangkali dia lebih baik di sisi Allah karena dia tidak berdosa, sedangkan aku penuh dosa.”
Jika melihat orang besar: “Dia lebih dahulu taat kepada Allah.”
Jika melihat orang alim: “Dia mendapat ilmu yang belum aku capai.”
Jika melihat orang jahil: “Dia durhaka dalam ketidaktahuan, tapi aku durhaka dalam keadaan tahu. Entah bagaimana akhir hidupku dan dia.”
Jika melihat orang kafir: “Mungkin dia akan masuk Islam dan husnul khatimah, sedangkan aku bisa saja menjadi kafir dan su’ul khatimah.”
Inilah pintu kasih sayang dan rasa takut kepada Allah, dan inilah yang harus tetap ada dalam diri hamba-hamba Allah.
•••••
Ketika seorang hamba Allah telah memiliki sifat-sifat di atas, maka Allah akan menjaganya dari bahaya dan mengangkat derajatnya menjadi orang yang dekat kepada-Nya, menjadi kekasih-Nya dan musuh bagi iblis. Di sinilah pintu rahmat terbuka, kesombongan dan kebanggaan diri hancur. Kesombongan dalam agama, dunia, dan kerohanian akan musnah. Inilah inti dari penghambaan kepada Allah tidak ada yang lebih mulia dari ini.
Dengan tercapainya maqam ini, lidahnya tidak lagi membicarakan hal-hal duniawi atau sia-sia. Sifat sombong, iri, dan berlebihan akan hilang dari hatinya. Ucapannya sesuai dengan isi hatinya. Tujuannya pun sesuai dengan apa yang tersembunyi dalam jiwanya. Singkatnya, lahir dan batinnya selaras. Ia memandang semua manusia sama dalam hal nasihat. Ia tidak menyebutkan kejelekan orang lain atau menyombongkan kebaikan dirinya, bahkan tidak senang mendengar celaan terhadap orang lain, karena itu bisa merusak zuhud dan menyakiti hamba Allah. Kecuali jika Allah melindungi lidah dan hatinya dengan rahmat-Nya.
Sumber Referensi :
Syekh Abdul Qodir Al-Jailan dalam Kitab Futuhul Ghaib bab 78.
Wallahu a'lam bishawab.
•═══◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═══•