TORA Swarna DIVA

TORA Swarna DIVA Tora Swarna Diva is founded & establish by Tondi Rangkuti aka Tondi. FR, a Record Producer.

Terima Kasih German, telah membeli aransemen Rachmaninov - Transkripsi Piano Concerto No. 2, 2nd Movement. Karya ini ter...
03/08/2025

Terima Kasih German, telah membeli aransemen Rachmaninov - Transkripsi Piano Concerto No. 2, 2nd Movement. Karya ini terbanyak di download di USA & Italy. Dan hingga saat ini merupakan penjualan terbanyak di antara komposisi & aransemen yang dipublish oleh Tora Swarna Diva. Berikutnya, kami telah mempersiapkan 20 - an aransemen dan komposisi orisinil dengan musikalitas tinggi yang layak untuk dikoleksi dan dipelajari. Satu yang menjadi prioritas adalah :

Karya Schubert yang paling romantis, yaitu “Ständchen” (Serenade) — lagu No. 4 dalam Schwanengesang D. 957, yang dikenal sebagai salah satu karya paling lembut dan emosional dari Schubert. Yang dikenali sebagai Serenade.

🎶 "Ständchen" (Leise flehen meine Lieder), D. 957 No. 4

Lagu ini menjadi bagian dari Schwanengesang, sebuah siklus lagu yang disusun Schubert pada Agustus–Oktober 1828 dan diterbitkan pada 1829.

Nantikan penerbitannya ... Salam Musik

22/07/2025

TFR ( Music Director & Conductor ) dari proyek PKKI Tora Swarna Diva, saat memberikan Interpretative Guidance: Panduan interpretatif tentang nuansa, ekspresi, dan gaya. Bersama Strings Section.

SERBA SERBI LATIHAN: PKKI Melayu Tora Swarna Diva: Menyatukan Harmoni, Disiplin, dan InovasiPT. Tora Swarna Diva tengah ...
22/07/2025

SERBA SERBI LATIHAN: PKKI Melayu Tora Swarna Diva: Menyatukan Harmoni, Disiplin, dan Inovasi

PT. Tora Swarna Diva tengah menjalankan proyek Penciptaan Karya Kreatif Inovatif (PKKI) dengan tajuk Modernisasi Musik Melayu Klasik di Era Modern, sebuah inisiatif seni yang didukung penuh oleh hibah dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek. Proyek ini menggandeng 30 Personil teknis & musisi lintas disiplin, dari string section, alat musik modern, hingga instrumen tradisional Melayu.

Proses workshop & rehearsal dilakukan di studio dan ruang kreatif PT. Jekonia di Jln. Sembada No. 260 Medan. Proses latihan ini akan masih berlanjut hingga selesainya produksi rekaman dan fase gladi resik untuk Show Case Konser yang belum ditetapkan tanggalnya.

Latihan yang telah dilakukan sementara ini adalah dimulai dari workshop bersama musisi tradisional, coaching vocal hingga bersama musisi modern dan String Section.

Proses latihan ini menjadi ajang pembuktian serius bagaimana sebuah ensemble besar harus berproses secara utuh, baik secara teknis maupun mental. Koordinasi penjadwalan latihan, penyamaan visi artistik terhadap komposisi, hingga tantangan menjaga kedisiplinan menjadi bagian dari dinamika yang harus dilalui.

“Bukan hanya persoalan skill bermain alat musik, tapi bagaimana setiap musisi mampu menyesuaikan diri dalam kerja kolaboratif yang kompleks, serta memahami arah artistik karya yang akan dibangun bersama,” ungkap TFR, Music Director.

Poin-Poin Penting Bagi Musisi Ensemble Modern Berdasarkan Kriteria Internasional

Dalam konteks kerja ensemble berskala besar seperti PKKI ini, terdapat sejumlah kemampuan dan sikap profesional yang menjadi standar internasional agar musisi dapat berkontribusi maksimal:

1. Kedisiplinan Waktu dan Etos Latihan

Musisi harus hadir tepat waktu, membawa partitur sendiri, dan siap fisik maupun mental dalam sesi latihan yang panjang.

2. Keterampilan Membaca Partitur (Sight Reading)

Keterampilan membaca partitur secara cepat dan tepat menjadi mutlak, terutama dalam genre lintas gaya seperti modernisasi musik Melayu.

3. Adaptabilitas Artistik

Kemampuan menyesuaikan nuansa permainan dengan arahan konduktor, komposer, maupun karakter budaya dari musik yang digarap.

4. Komunikasi dan Kerja Tim

Ensemble besar menuntut komunikasi yang efektif antar bagian — string, rhythm section, hingga instrumen tradisional — dalam mencapai keselarasan musikal.

5. Interpretasi dan Ekspresi Kolektif

Setiap pemain harus mampu membangun pemahaman bersama atas makna dan semangat karya yang dibawakan, bukan hanya memainkan notasi.

6. Kesiapan Mental

Menjaga kestabilan emosi, fokus, serta resiliensi menghadapi perbedaan pendapat artistik adalah bagian penting dari profesionalisme musisi ensemble.

Proyek PKKI ini bukan sekadar latihan musik, melainkan proses pematangan kualitas dan mentalitas musisi dalam sebuah kerja kreatif kolaboratif. Hasil akhirnya diharapkan menjadi pijakan baru dalam pembaruan musik Melayu klasik di era modern — bukan sekadar pelestarian, tapi juga inovasi.

“Kami ingin menghadirkan karya yang berakar, tapi mampu bicara pada zaman sekarang, lewat tangan-tangan musisi yang tidak hanya andal secara teknik, tetapi juga matang secara sikap dan visi,” tutup TFR.

[ Ivan Aero & Tora Swarna Diva Team | Dokumentasi PKKI 2025]

"KAMPUS MUSIK TAPI TAK BISA BIKIN MUSIK" : Ironi SDM Musik di Era Serba CanggihOleh : Tora Swarna DivaDi kota Medan, Sum...
21/07/2025

"KAMPUS MUSIK TAPI TAK BISA BIKIN MUSIK" : Ironi SDM Musik di Era Serba Canggih

Oleh : Tora Swarna Diva

Di kota Medan, Sumatera Utara — bahkan mungkin di seluruh Indonesia — ada fenomena yang menggelitik namun menyedihkan: sulit menemukan lulusan S1 musik yang benar-benar bisa bikin musik.

Bukan perkara bisa nyanyi atau main gitar untuk konten TikTok. Tapi perkara fundamental: bikin aransemen musik, baca notasi dengan lancar, dan menulis partitur dengan software seperti Sibelius, Finale, atau fitur Score di DAW seperti Cubase. Bahkan yang paling mendasar: membaca notasi pun masih terbata-bata.

Lulusan “Kampus Musik” ternyata banyak yang hanya jadi “cover artist” atau pengabdi viewers YouTube, bukan pencipta, penata, atau pemikir musik. Lebih jago swipe dan scroll daripada scoring dan scripting.

Ini bukan sekadar kesalahan individu. Ini adalah cermin retak dari sistem pendidikan, budaya populer, dan kegagalan kolektif kita dalam membina generasi musikal yang sejati.

🎓 Kampus Musik: Banyak Hafalan, Minim Penciptaan

Di balik gelar S1 Musik, tersembunyi realita kurikulum yang ketinggalan zaman. Aransemen musik tidak dijadikan kewajiban, apalagi integrasi teknologi modern. Software scoring sering dianggap "tambahan", bukan "core skill".

Mahasiswa dijejali teori dan sejarah musik, tapi tak pernah diberi proyek nyata untuk menciptakan. Mereka mengenang Beethoven, tapi tidak pernah diberi peluang menjadi Beethoven berikutnya.

Ini seperti sekolah kuliner yang lulusannya tak bisa masak, tapi hafal sejarah mie instan.

📚 Pedagogi Kaku, Kreativitas Mandek

Model pengajaran kita masih gaya zaman kolonial: guru bicara, murid mencatat. Tidak ada project-based learning, tidak ada eksplorasi kreativitas, tidak ada pengembangan ekspresi diri.

Alhasil, banyak lulusan “Kampus Musik” yang takut salah, takut mencoba, dan lebih memilih jalur aman: cover lagu yang sedang tren. Menghindari risiko gagal mencipta, mereka berlindung di balik likes dan views.

📱 Digital Natives yang Buta Teknologi Musik

Ironis, generasi Z dan milenial hidup di era serba digital, tapi tak mengenal digital music production. Mereka jago bikin konten TikTok dengan backsound orang lain, tapi tidak tahu cara membuat backing track sendiri.

Sibuk jadi konsumen konten, bukan produsen karya.

Yang viral adalah lipsync dan remix asal-asalan, bukan karya musik orisinal hasil perenungan dan ketekunan.

🧠 Musik Tanpa Makna: Ketika Seni Jadi Alat Eksistensi Sosial

Dari kacamata filsafat, ini adalah era di mana musik kehilangan makna eksistensialnya. Musik bukan lagi medium pencarian diri, tapi alat eksistensi digital. Seni menjadi pelayan algoritma, bukan suara jiwa.

Martin Heidegger pernah bilang, teknologi bisa menenggelamkan manusia dalam kesibukan yang hampa. Di sini kita lihat, musisi muda tenggelam dalam scrolling dan sharing, bukan scoring dan sharing soul.

❗ Siapa yang Salah?

Pendidikan formal? Ya.

Kurangnya orientasi praktik dan teknologi? Ya.

Budaya populer instan? Sangat.

Ketidakmampuan melihat musik sebagai jalan hidup dan penciptaan makna? Mutlak.

✅ Lalu Apa Solusinya?

1. Reformasi total kurikulum musik: wajibkan skill praktis dan kreatif, bukan sekadar teori.

2. Integrasikan teknologi digital dalam pendidikan musik sejak awal.

3. Bentuk komunitas kreatif di luar kampus yang mendorong produksi karya orisinal.

4. Bina dan dampingi generasi muda agar musik kembali jadi jalan spiritual dan sosial, bukan hanya gaya hidup.

5. Ciptakan pusat inovasi musik di daerah berbasis budaya lokal dan teknologi global.

✍️ Penutup: Boleh Kuliah Musik, Asal Jangan Jadi Korban Kampus Musik

Kampus Musik seharusnya mencetak pencipta, bukan penghafal. Musisi sejati bukan hanya yang bisa tampil, tapi yang mampu mencipta. Yang bukan hanya paham alat, tapi memahami diri dan zaman lewat musik.

Jika kita tidak segera sadar, kita akan terus melahirkan lulusan-lulusan “Kampus Musik” yang justru gagap bermusik. Hebat di presentasi skripsi, tapi bingung menulis notasi. Pandai mainkan gawai, tapi tak bisa mengolah nada.

Karena hari ini, lebih banyak yang bisa bikin konten, daripada yang bisa bikin komposisi.

BAGAIMANA TANPA MEDIA ELEKTRONIK & SOSMED  : KARYA MUSIK BISA MENDUNIA SERTA PUNYA NILAI EKONOMI TINGGI ?.Oleh :  PT. To...
18/07/2025

BAGAIMANA TANPA MEDIA ELEKTRONIK & SOSMED : KARYA MUSIK BISA MENDUNIA SERTA PUNYA NILAI EKONOMI TINGGI ?.

Oleh : PT. Tora Swarna Diva

Penting untuk dipahami, khususnya di tengah era digital saat ini di mana distribusi musik berlangsung instan dan massal, namun tak selalu diiringi kualitas dan nilai artistik.

Komposer instant, musisi coba - coba. Seniman dan produser musik dadakan muncul didorong oleh spekulasi & trial error serta trend media digital & telekomunikasi. Sosmed menjadi pemicu 'delusif' kesuksesan. Akibat like, viewers dan share yang membius. Mimpi sukses dibangun dari Youtube, IG, Tiktok Spotify dan DSP lainnya. Faktanya, hanya 1% penduduk dunia yang bisa kaya dari booming IT. Hanya 3% yang bisa membeli kebutuhan pokok. Sisa 96% hanya menjadi sampah digital tanpa feedback ekonomi signifikan.

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita akan menelusuri sejarah industri musik klasik sebelum era media elektronik — kira-kira dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20 — berdasarkan referensi ilmiah dan studi sejarah musik, termasuk dari sumber-sumber seperti:

Oxford History of Western Music oleh Richard Taruskin,

Music in the Western World: A History in Documents oleh Piero Weiss dan Richard Taruskin,

The Cambridge History of Music series,

dan jurnal musikologi seperti Journal of the American Musicological Society (JAMS).

I. Karya Musik Agung Tanpa Media Elektronik: Bagaimana Bisa Dikenal Dunia?

1. Peran Patronase dan Istana Kerajaan

Di era klasik (Baroque – Romantik), komposer besar seperti Bach, Haydn, Mozart, Beethoven, hingga Brahms umumnya bekerja dalam sistem patronase. Mereka dikontrak oleh raja, bangsawan, atau gereja. Patron ini yang membiayai komposisi musik dan pertunjukan.

Contoh:

J.S. Bach bekerja untuk Pangeran Leopold di Köthen dan juga Gereja Lutheran di Leipzig.

Joseph Haydn menjadi Kapellmeister untuk keluarga Esterházy di Hungaria.

Musik mereka dimainkan di istana, gereja, dan ruang konser kecil — dan sering kali disalin ulang secara manual oleh pemusik lain. Dari sinilah reputasi mereka menyebar.

2. Penyebaran Lewat Manuskrip dan Cetakan Musik

Pada abad ke-18 dan 19, percetakan musik berkembang pesat. Perusahaan seperti Breitkopf & Härtel (Leipzig) atau Artaria (Vienna) mulai menerbitkan karya-karya komposer.

Karya-karya yang diterbitkan ini:

Dikirim ke pusat-pusat musik utama di Eropa (London, Paris, Wina, Berlin).

Dipelajari dan dimainkan oleh musisi profesional dan amatir.

Menjadi bahan pengajaran di konservatori dan akademi musik.

Bahkan tanpa internet, jaringan musisi, murid, guru, dan penyalin musik sangat aktif.

3. Mekanisme Reputasi dari Mulut ke Mulut Profesional

Ketika Beethoven, misalnya, menulis simfoni, musisi dari negara lain akan datang ke Wina untuk melihat pertunjukannya. Mereka kemudian membawa partitur itu kembali ke negara asal dan memainkannya di sana. Begitulah reputasi karya menyebar ke seluruh Eropa bahkan hingga Amerika dan Rusia.

II. Proses Penerbitan, Publikasi, dan Pertunjukan

1. Komisi dan Premier

Karya musik biasanya:

Dipesan secara eksklusif untuk acara tertentu (pernikahan bangsawan, misa gereja, perayaan nasional).

Setelah ditulis, diperdanakan (premiere) oleh orkestra lokal atau di istana.

Kadang, komposer sendiri yang memimpin (conduct) pertunjukannya.

2. Penerbitan Cetak

Jika karya diterima baik:

Komposer akan menawarkan kepada penerbit musik untuk dicetak.

Penerbit mencetak dan menjual salinan partitur ke orkestra, sekolah, dan kolektor.

3. Tur dan Pertunjukan Ulang

Komposer atau murid-muridnya sering melakukan tur dari kota ke kota, membawa serta karyanya untuk dipertunjukkan. Contohnya:

Franz Liszt adalah tokoh penting dalam menyebarkan karya-karya melalui konser piano keliling Eropa.

III. Model Ekonomi: Bagaimana Mereka Mendapatkan Keuntungan?

1. Sumber Penghasilan Utama:

Patronase: Gaji tetap dari bangsawan atau gereja.

Komisi: Dibayar untuk menulis karya musik tertentu.

Penjualan partitur: Mendapat royalti dari penerbit.

Konser dan resital pribadi: Komposer mendapat honorarium langsung atau hasil penjualan tiket.

Pengajaran: Banyak komposer juga menjadi guru musik privat yang dibayar mahal.

2. Lisensi Eksklusif dan Kontrak dengan Penerbit

Beethoven adalah contoh awal musisi yang mengatur kontrak lisensi eksklusif dengan beberapa penerbit sekaligus. Ia sangat menyadari nilai ekonomis dari karya cetak.

IV. Mengapa Karya Mereka Dianggap Bernilai Tinggi dan Abadi?

Kekuatan Artistik dan Musikalitas Tinggi: Karya mereka tidak hanya bersifat hiburan, tetapi memiliki struktur musikal kompleks, harmoni yang kaya, dan pesan mendalam.

Pengaruh Filosofis dan Kultural: Karya mereka merepresentasikan semangat zaman (misal: Revolusi Prancis, Pencerahan, Romantisisme).

Evaluasi Akademik: Dinilai dan diajarkan di lembaga musik ternama — sehingga dilestarikan oleh generasi berikutnya.

Penutup: Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Meskipun tanpa bantuan teknologi modern, karya musik bisa mendunia karena:

Nilai artistik dan pesan universal,

Sistem penyebaran fisik melalui partitur dan jaringan profesional, dan

Ekosistem pendukung seperti patronase, konser, dan penerbit musik.

Ini menunjukkan bahwa kualitas dan substansi jauh lebih menentukan ketimbang sekadar kuantitas eksposur, seperti jumlah views atau likes yang hari ini sering disalahartikan sebagai ukuran kesuksesan.

"VIRAL TAPI KOSONG: Ketika Karir Artis Muda Dijual Murah di Etalase Likes dan Algoritma"Oleh: PT. TORA SWARNA DIVA(Recor...
11/07/2025

"VIRAL TAPI KOSONG: Ketika Karir Artis Muda Dijual Murah di Etalase Likes dan Algoritma"

Oleh: PT. TORA SWARNA DIVA
(Record Label & Music Publisher 1st di Sumatera).

“Hari ini saya viral. Besok saya ditinggal. Lusa, saya bikin akun baru.”
— Seorang influencer tanpa panggung.

Pendahuluan:

Di era ini, kita tak perlu panggung, latihan, apalagi karya yang matang untuk menjadi artis. Cukup modal wajah kinclong, kamera ponsel, dan keberanian melakukan hal absurd di TikTok sambil lipsync lagu orang lain. Jika beruntung, algoritma akan mengangkat kita ke puncak—puncak ilusi. Tapi benarkah semua itu karier? Atau sekadar efek suara ramai di ruang kosong?

Mari kita bedah dengan tawa getir: bagaimana media sosial dan teknologi digital saat ini menciptakan karir semu yang lebih cocok disebut sebagai pengalaman digital yang nyaring tapi nihil. Kita akan membahasnya dalam gaya ringan namun menggigit, berdasarkan fakta, wawasan psikoanalisis, dan pengalaman para tokoh industri musik dunia.

1. Eksistensi Virtual Tanpa Validasi Nyata

Menurut perspektif psikoanalisis, manusia memiliki kebutuhan akan validasi sosial nyata—dari komunitas, panggung, penonton langsung, dan proses kreatif kolektif. Media sosial menggantikan ini dengan ilusi interaksi: like, komentar, dan share.

Seorang musisi muda dengan sejuta followers belum tentu bisa menjual 100 tiket konser.

Likes bukan tiket. Komentar bukan apresiasi. Followers bukan audiens loyal.

Psikolog Sherry Turkle menyebut fenomena ini sebagai “Alone Together” — ramai di layar, sepi di dunia nyata.

2. Sindrom “Demi Viral” dan Hilangnya Otoritas Karya

Spotify dan TikTok telah menjungkirbalikkan dunia musik. Yang penting bukan kualitas lagu, tapi potensi hook untuk joget 15 detik.

Lagu-lagu diciptakan bukan untuk didengarkan, tapi untuk dipakai.

Artis muda lebih sibuk membuat konten ‘reaksi’ daripada merekam lagu yang layak.

Brian Eno pernah menyindir tren ini: “Musik tidak lagi tentang pengalaman mendalam, tapi tentang menjadi bahan bakar video lucu.”

3. Digital Streaming Platforms: Revolusi yang Tak Adil

DSP seperti Spotify memang memudahkan distribusi musik. Tapi juga:

Menghancurkan nilai ekonomi musik: 100.000 stream = setara semangkuk mie instan untuk artis.

Menyamaratakan artis masterpiece dengan musisi spammer yang mengunggah 20 lagu instrumental per hari demi algoritma.

David Byrne (ex-Talking Heads) dengan pedas menyebut: “Spotify mengubah musisi jadi buruh algoritma, bukan seniman.”

4. AI Musik Generator: SUNO dan Senjakala Keaslian

SUNO dan sejenisnya memungkinkan siapa pun membuat lagu dalam 10 detik. Tapi apa artinya itu bagi eksistensi seniman?

Nilai penciptaan jadi hilang.

Anak muda lebih tertarik “mencoba-coba bikin lagu” daripada belajar teori musik dan latihan vokal.

Karya asli jadi kalah oleh noise digital buatan mesin.

Nick Cave saat ditanya tentang lagu buatan AI menjawab: “It’s a grotesque mockery of what it is to be human.”

5. Penghancuran Imajinasi dan Proses Kreatif

Media sosial membuat artis muda berpikir:

“Kalau belum viral, artinya jelek.”

“Kalau tak cantik/ganteng, tak akan laku.”

“Kalau tak main gimmick, tak akan naik.”

Ini menjadikan proses seni bukan lagi pencarian makna, tapi usaha menyesuaikan diri dengan trend yang berubah tiap minggu. Menurut Carl Jung, ini gejala individu yang kehilangan pusat dirinya demi ilusi kolektif.

6. Ketagihan Validasi Instan dan Krisis Identitas

Platform digital bekerja seperti mesin dopamin:

Satu video viral bisa membuat seseorang merasa "berarti".

Tapi begitu engagement menurun, ia merasa "hilang", "gagal", "tidak relevan".

Dr. Jean Twenge (psikolog) menyebut fenomena ini sebagai “The Narcissism Epidemic”. Artis muda tak sedang membangun karir, tapi sedang mengejar ilusi pantulan dirinya yang dikurasi algoritma.

7. Overexposure dan Mati Muda Secara Artistik

Banyak yang terkenal dulu, baru bikin karya. Akibatnya:

Karir jadi seperti kembang api: meriah, tapi sebentar.

Tidak siap menghadapi kegagalan, kritik, atau naik-turun karir.

Artis muda seperti ini sering mengalami burnout eksistensial. Dalam kata lain: mereka belum sempat membangun pondasi, tapi sudah terbakar sorotan.

8. Lembaga Industri Musik yang Tak Lagi Jadi Penjaga Mutu

Label dan media kini tak lagi mencari talenta, tapi “angka”.

Kalau engagement-nya tinggi, direkrut—meski tak bisa nyanyi live.

Akhirnya, industri dipenuhi figuran algoritma, bukan musisi sejati.

Rick Rubin, produser legendaris, menyebut: “Yang dibutuhkan dunia bukan lebih banyak lagu, tapi lebih banyak kejujuran artistik. Sayangnya, kejujuran tak bisa diiklankan.”

Kesimpulan

Menjadi artis sejati adalah perjalanan, bukan kejutan algoritma. Likes bisa dibeli. Komentar bisa dimanipulasi. Followers bisa fiktif. Tapi jiwa, integritas, dan karya otentik tak bisa di-download.

Jadi, untuk para artis muda:
Jika hari ini kamu viral karena video TikTok, pastikan esok kamu masih bisa menjawab:
“Siapa saya sebenarnya di luar layar ponsel?”

“Mereka mencari likes, kami mencari makna.”
— Generasi yang tak ingin jadi viral, tapi abadi.

RESMI TERCATAT ! Dua Lagu/Musik Inovasi Melayu Modern Terdaftar Hak Cipta.Press Release  PT. Tora Swarna Diva, melalui p...
11/07/2025

RESMI TERCATAT ! Dua Lagu/Musik Inovasi Melayu Modern Terdaftar Hak Cipta.

Press Release

PT. Tora Swarna Diva, melalui proyek Penciptaan Karya Kreatif Inovatif, telah resmi mendaftarkan dua karya lagu/musik terbaru ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI), Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Pencatatan hak cipta ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan hukum atas hasil cipta yang memiliki nilai artistik dan budaya tinggi.

Kedua karya tersebut merupakan hasil riset mendalam yang mengelaborasi prinsip musikal tradisi Melayu ke dalam pendekatan musikal modern, agar selaras dengan selera masa kini:

1. Nyanyian Pesisir
Lagu berstruktur medley yang memadukan unsur senandung modern dengan rentak joget dan ghazal. Liriknya sarat dengan gambaran kehidupan masyarakat pesisir, menjadikannya tidak hanya indah secara musikal, tetapi juga kuat secara naratif dan budaya.

2. Bunda
Lagu balada melankolis dengan nuansa harmonisasi klasik Eropa dan teknik chord inversion, namun tetap menonjolkan dominasi Gendang Melayu. Perpaduan ini menghasilkan lagu yang lembut namun tetap menyimpan kekuatan musikal khas nusantara.

Kedua karya musik ini diciptakan oleh T. Rangkuti yang dikenali sebagai TFR. Dua karya musik/lagu baru ini secara resmi diumumkan sebagai karya yang dilindungi hak cipta per tanggal 9 Juli 2025, dengan masa perlindungan hukum hingga 50 tahun ke depan, sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pencatatan Hak Cipta merupakan langkah krusial bagi para pencipta dan pelaku industri kreatif.

Dengan mencatatkan karya, pencipta akan memperoleh:

1. Perlindungan hukum penuh atas karyanya.

2. Hak eksklusif untuk memperbanyak, mendistribusikan, dan mengeksploitasi karya.

3. Dasar legal untuk mencegah dan menindak pelanggaran atau pembajakan.

4. Pengakuan resmi negara atas orisinalitas dan kepemilikan karya.

PT. Tora Swarna Diva mengajak seluruh insan kreatif Indonesia untuk turut mencatatkan karya mereka demi mendukung ekosistem industri kreatif yang sehat, adil, dan berkelanjutan.

TORA SWARNA DIVA SIAPKAN TEROBOSAN BARU: Produksi Dua Lagu Melayu Kontemporer Berskala GlobalPRESS RELEASEUntuk Segera D...
19/06/2025

TORA SWARNA DIVA SIAPKAN TEROBOSAN BARU: Produksi Dua Lagu Melayu Kontemporer Berskala Global

PRESS RELEASE
Untuk Segera Diterbitkan
Medan, Indonesia – 19 Juni 2025
---

Baru-baru ini, PT. Tora Swarna Diva (TSD) telah resmi melakukan penandatanganan kontrak kerja sama rekaman dengan dua penyanyi muda asal Kota Medan: Ihsan dan Preydes. Keduanya akan terlibat dalam proyek musik terbaru TSD yang bertujuan menghasilkan karya musik Melayu kontemporer yang dipersiapkan untuk menembus pasar internasional.

PT. Tora Swarna Diva (TSD), perusahaan rekaman dan penerbit musik yang dikenal dengan komitmennya terhadap eksplorasi artistik dan pengembangan musik berkualitas tinggi, secara resmi menandatangani kontrak kerja sama untuk proyek unggulan bertajuk “Penciptaan Karya Kreatif Inovatif”. Proyek ini akan menghasilkan dua karya lagu Melayu kontemporer yang dirancang untuk menjangkau pasar internasional.

Proyek ini terselenggara atas dukungan dan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Sinergi antara pihak swasta dan lembaga negara ini menjadi bentuk nyata kolaborasi strategis untuk mendorong kemajuan ekosistem seni dan budaya Indonesia secara global.

Dua Talenta Baru, Satu Misi Artistik

Yang menarik, proyek ambisius ini menggandeng dua sosok penyanyi muda berbakat yang masih relatif baru di dunia rekaman: Ihsan (penyanyi pria) dan Preydes (penyanyi wanita). Meski keduanya belum memiliki portofolio profesional yang luas, TSD justru melihat hal ini sebagai kekuatan unik dalam proses kreatif.

> “Saya tertarik pada proses membentuk, bukan hanya memoles. Saya percaya pada potensi yang belum tergali. Dua lagu ini adalah karya baru, dan saya butuh penyanyi yang bisa diarahkan secara total sesuai dengan visi artistik dan estetik proyek ini,” jelas Tondi F. Rangkuti, Record Producer TSD.

Ia menambahkan bahwa tantangan terbesar dalam dunia produksi musik bukan sekadar mencari penyanyi hebat, tetapi membentuk karakter vokal dari suara mentah yang belum tersentuh industri.

Modernisasi Rasa Melayu untuk Dunia

Kedua lagu yang tengah digarap akan mengusung semangat Melayu kontemporer — memadukan kekayaan melodi dan lirik tradisi Melayu dengan sentuhan modern dari sisi aransemen dan produksi. Dengan pendekatan artistik dan kualitas teknis berstandar internasional, proyek ini bertujuan menjadikan musik Melayu tampil percaya diri di panggung global.

Setelah proses produksi dan penerbitan resmi secara digital dan global, proyek ini akan dilanjutkan dengan sebuah Konser Showcase Eksklusif yang dijadwalkan berlangsung tahun ini. Showcase tersebut akan memperkenalkan kedua lagu serta menandai debut resmi Ihsan dan Preydes sebagai wajah baru dalam ranah musik etnik modern Indonesia.

Tentang PT. Tora Swarna Diva (TSD)

PT. Tora Swarna Diva adalah record label dan publisher musik pertama di Kota Medan - Sumatera Utara - Indonesia. TSD aktif dalam riset, pengembangan, produksi, dan distribusi karya seni musik yang mengakar kuat pada tradisi namun dikemas dalam pendekatan industri kreatif modern. Dikenal karena keberanian dalam mengambil risiko artistik dan mengangkat potensi yang terabaikan, TSD hadir sebagai laboratorium kreatif musik Indonesia yang menjembatani lokalitas dan globalitas.

Penutup

Proyek ini bukan sekadar peluncuran dua lagu — melainkan manifestasi dari kolaborasi lintas sektor antara negara dan pelaku industri kreatif, serta bentuk keyakinan bahwa karya orisinal dari Indonesia, dengan proses artistik yang jujur dan terarah, layak mendapat tempat di kancah dunia.

Kontak Media:
Tim Komunikasi Tora Swarna Diva
📧 [email protected]
📞 +62 83160411154
🌐 https://swarnabumimusiccoi.wixsite.com/my-site-2

FENOMENA ILUSI SIULAN SPASIAL : Saat Mendengarkan Preview Musik: Oleh: Tondi Rangkuti aka Tondi. FR**Komposer dan Produs...
07/06/2025

FENOMENA ILUSI SIULAN SPASIAL : Saat Mendengarkan Preview Musik:

Oleh: Tondi Rangkuti aka Tondi. FR
**Komposer dan Produser Musik | Peneliti Musik dan Budaya | CEO & Direktur PT. Tora Swarna Diva | Pendiri & Ketua Pengurus Yayasan Martondi Heritage Indonesia

Pendahuluan

Dalam proses praproduksi musik untuk proyek penciptaan karya “Modernisasi Musik Melayu Klasik di Era Modern,” sebuah fenomena psikoakustik menarik terjadi. Saat mendengarkan pratinjau rekaman melodi flute menggunakan speaker rumah biasa, terdengar suara “siulan” samar yang menyerupai pantulan nada, namun dengan spektrum dan lokasi spasial yang berbeda. Uniknya, suara tersebut muncul dari arah di atas kepala dan agak ke kiri, seolah berasal dari sumber yang terpisah dari rekaman.
Fenomena ini mendorong penulis untuk mengkaji lebih lanjut dari sudut pandang akustika ruangan, persepsi spasial, dan psikoakustika, sebagai bagian dari dokumentasi proses kreatif berbasis ilmiah dalam produksi musik tradisional modern.

Penjelasan Teoritis dan Kajian Akademik

1. Refleksi dan Early Reflections

Suara yang dipancarkan dari speaker akan mengalami refleksi pertama (early reflections) ketika memantul dari permukaan ruangan seperti dinding atau langit-langit. Refleksi-refleksi ini memiliki waktu datang sedikit setelah suara langsung (direct sound), dan dapat menimbulkan persepsi lokasi sumber suara yang berbeda (Everest & Pohlmann, 2015).

“The early reflections in a room arrive within 50 milliseconds of the direct sound and can create a fused image that shifts perceived source location”
— Everest, F. A., & Pohlmann, K. C. (2015). Master Handbook of Acoustics.

2. Auditory Scene Analysis (ASA)

Dalam model yang dikembangkan oleh Bregman (1990), persepsi suara dibentuk oleh pengelompokan suara berdasarkan ciri spasial dan temporal. Bila ada komponen harmonik atau frekuensi tinggi yang terpisah secara waktu atau arah, telinga bisa menafsirkan sebagai entitas baru—dalam hal ini, munculnya suara seperti siulan.

“The auditory system tries to parse complex sound fields into distinct objects by grouping cues of pitch, location, and timbre.”
— Bregman, A. S. (1990). Auditory Scene Analysis: The Perceptual Organization of Sound.

3. Resonansi Speaker dan Distorsi Intermodulasi

Speaker rumahan dengan kualitas menengah ke bawah rentan terhadap resonansi kabinet dan distorsi intermodulasi, khususnya pada frekuensi tinggi seperti suara flute. Distorsi ini bisa menghasilkan nada “baru” atau suara samping yang terdengar asing.

“Cheap loudspeakers often generate intermodulation distortion that is perceived as ghost tones or phantoms, particularly when reproducing pure tones like flutes or violins.”
— Toole, F. E. (2008). Sound Reproduction: The Acoustics and Psychoacoustics of Loudspeakers and Rooms.

4. Head-Related Transfer Function (HRTF)

Meskipun tanpa headphone, otak menggunakan selisih waktu dan intensitas antar telinga untuk menentukan arah suara. Pantulan dari dinding atau langit-langit bisa membentuk pola yang “menipu” otak bahwa suara datang dari atas kiri (Blauert, 1997).

“Vertical localization is more ambiguous than horizontal, and room reflections can introduce phantom elevation cues.”
— Blauert, J. (1997). Spatial Hearing: The Psychophysics of Human Sound Localization.

Penutup: Antara Fenomena Ilmiah dan Inspirasi Artistik

Fenomena persepsi suara seperti ini bukanlah kesalahan teknis, melainkan bagian dari interaksi kompleks antara fisika suara dan persepsi manusia. Dalam konteks seni, pengalaman ini menjadi sumber inspirasi untuk mengeksplorasi spasialisasi suara, baik dalam pementasan live, penciptaan musik 3D, maupun mixing surround.

Dalam penciptaan karya yang menyatukan warisan Melayu klasik dan pendekatan modern, kesadaran terhadap fenomena semacam ini bisa menjadi titik tolak untuk mewujudkan suara tradisi dalam lanskap spasial kontemporer, di mana ruang, teknologi, dan emosi saling berkelindan.

Referensi

• Bregman, A. S. (1990). Auditory Scene Analysis: The Perceptual Organization of Sound. MIT Press.
• Everest, F. A., & Pohlmann, K. C. (2015). Master Handbook of Acoustics (6th ed.). McGraw-Hill.
• Blauert, J. (1997). Spatial Hearing: The Psychophysics of Human Sound Localization (Revised Edition). MIT Press.
• Toole, F. E. (2008). Sound Reproduction: The Acoustics and Psychoacoustics of Loudspeakers and Rooms. Focal Press.

Thank you to those of you in the USA, who have downloaded the sheet music arrangement of Tondi. FR, Sergei Rachmaninov -...
06/06/2025

Thank you to those of you in the USA, who have downloaded the sheet music arrangement of Tondi. FR, Sergei Rachmaninov - Piano Concerto No. 2 Adagio Sustenuto for solo guitar. This arrangement of Rachmaninov's Masterpiece has achieved the highest number of downloads in 2024.

For those of you who don't have it and want to learn it, you can download it from the following most complete sheet music catalog sites in the world. - Tora Swarna Diva (Music Publishing & Record Label).

https://www.sheetmusicplus.com/en/product/rachmaninoff-piano-concerto-no-2-adagio-sustenuto-guitar-complete-22590465.html?srsltid=AfmBOoqHaA8ingUjQXZd7_iY56B-gEv7BEmxkoy9AL4w3el6FU65D_6x

https://www.sheetmusicdirect.com/se/ID_No/1392909/Product.aspx?srsltid=AfmBOopOrwFHTmDfyqgGWGSti3mdgqBpJ3PNr1LTfdU69DAzqBwML3Ie

https://musescore.com/user/53430135/scores/22048222

Address

Medan

Opening Hours

Monday 09:00 - 17:00
Tuesday 09:00 - 17:00
Wednesday 09:00 - 17:00
Thursday 09:00 - 17:00
Friday 09:00 - 17:00

Telephone

+6283160411154

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when TORA Swarna DIVA posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to TORA Swarna DIVA:

Share