10/11/2025
KAMBING KURUS MILIK UMMU MA'BAD
Di antara hamparan pasir tandus, berdiri sebuah kemah sederhana milik seorang wanita dari kabilah Khuza‘ah. Namanya Ummu Ma‘bad. Ia duduk di depan kemahnya, memandangi gembalaan kurus yang hampir tak mampu berdiri. Musim paceklik telah lama mengeringkan bumi dan mengosongkan wadah susunya.
Dari kejauhan, tampak tiga orang penunggang unta mendekat perlahan. Mereka adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan ‘Amir bin Fuhairah, bersama penunjuk jalan mereka, Abdullah bin Uraiqith. Rombongan kecil itu sedang menempuh perjalanan hijrah menuju Madinah.
Sesampainya di depan kemah, Abu Bakar memberi salam, lalu bertanya lembut,
“Wahai Ummu Ma‘bad, adakah daging atau kurma yang bisa kami beli?”
Ummu Ma‘bad menjawab lirih, “Demi Allah, seandainya aku punya, tentu aku tidak akan menolak kalian. Tetapi aku sedang tidak memiliki apa pun.”
Rasulullah kemudian melihat seekor kambing betina yang kurus berdiri di pojok kemah. Beliau bertanya,
“Bagaimana dengan kambing ini, wahai Ummu Ma‘bad?”
“Itu kambing tua,” jawabnya, “sudah lama ditinggalkan pejantan. Ia tak lagi memiliki susu.”
Rasulullah tersenyum lembut.
“Apakah aku boleh memerah susunya?”
Ummu Ma‘bad memandang heran, tapi menjawab, “Silakan, jika engkau mengira masih ada susunya.”
Lalu Rasulullah mendekati kambing itu. Beliau mengusap punggung dan susunya sambil menyebut nama Allah. Seketika tubuh kambing itu bergetar, kedua kakinya menapak kuat ke pasir, dan dari susunya mengalir susu yang putih dan kental, memenuhi wadah yang disodorkan.
Ummu Ma‘bad terpana. Rasulullah meminum sedikit, lalu menyuguhkannya kepada Ummu Ma‘bad.
“Minumlah,” ujar beliau.
Wanita itu meminum hingga kenyang, begitu p**a para sahabat. Setelah semua selesai, Rasulullah memerah lagi hingga wadah itu penuh, lalu menyerahkannya kepada Ummu Ma‘bad sebagai tanda keberkahan.
Sebelum berangkat, beliau memohonkan keberkahan bagi keluarga itu. Lalu rombongan hijrah kembali melanjutkan perjalanan menuju Madinah.
Tak lama berselang, Abu Ma‘bad, suami Ummu Ma‘bad, p**ang dari penggembalaan. Ia heran melihat wadah susu yang penuh.
“Dari mana susu ini, wahai Ummu Ma‘bad?” tanyanya.
“Tidak ada kambing yang bunting di sini, dan tak ada susu tersisa di rumah kita!”
Dengan mata berbinar, Ummu Ma‘bad menjawab, “Tadi lewat seseorang yang penuh berkah. Ia begini dan begini…”
Ia pun mulai menggambarkan sosok itu dengan penuh takjub,
“Wajahnya bercahaya, tutur katanya lembut dan teratur. Matanya indah dan tajam, rambutnya hitam legam, dan janggutnya lebat. Bila diam, tampak berwibawa. Bila berbicara, tutur katanya memikat hati. Tidak terlalu tinggi, tidak pendek. Dari jauh tampak paling menawan, dari dekat paling memesona. Teman-temannya memuliakannya, dan jika ia memerintah, mereka segera melaksanakan.”
Mendengar itu, Abu Ma‘bad berkata,
“Demi Allah, orang yang engkau gambarkan itu adalah orang Quraisy yang sedang diperbincangkan di Makkah. Itu pasti Muhammad!”
Sejak saat itu, keluarga Ummu Ma‘bad menyimpan rasa cinta mendalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beberapa tahun kemudian, Ummu Ma‘bad dan anaknya datang ke Madinah. Saat melewati masjid, mereka melihat Rasulullah sedang berkhutbah di atas mimbar. Anak kecil itu menatap kagum dan berkata,
“Wahai Ibu, hari ini aku melihat seorang laki-laki yang penuh berkah!”
Ummu Ma‘bad tersenyum dan menunduk haru.
“Itu dia, anakku… Dialah yang dulu memerah susu kambing di depan kemah kita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”