13/12/2025
Jalan Poros Muara Badak–Samarinda: Ketika Kesabaran Tergerus Bersama Aspal yang Mengelupas
Oleh: Arya Guna – Mahasiswa asal Muara Badak
Setiap kali saya pulang ke Muara Badak, ada satu pemandangan yang terus membuat dada sesak: jalan poros Muara Badak–Samarinda yang kembali rusak, kembali berlubang, dan kembali menjadi momok bagi siapa pun yang melintas. Rasanya seperti menonton film yang sama berulang-ulang hanya saja film ini tidak lucu, dan para penontonnya adalah warga yang setiap hari mempertaruhkan keselamatan di jalan yang seharusnya menjadi sarana utama mobilitas.
Bagi kami, jalan poros bukan sekadar hamparan aspal. Ia adalah akses menuju rumah sakit, sekolah, tempat kerja, pasar, dan segala aktivitas yang menggerakkan nadi kehidupan masyarakat. Namun bertahun-tahun lamanya, jalan ini justru menjadi sumber keresahan. Lubang-lubang besar seperti jebakan yang siap menelan ban motor kapan saja. Kubangan air hujan berubah menjadi genangan yang menyamarkan bahaya. Tidak terhitung berapa banyak kendaraan rusak, berapa kali orang terpeleset, dan berapa banyak waktu yang terbuang hanya karena kondisi jalan yang tak kunjung layak.
Yang paling menyakitkan adalah perasaan diabaikan. Setiap musim hujan, jalan rusak. Setiap rusak, ditambal. Setiap ditambal, rusak lagi. Siklusnya begitu rapi, seolah menjadi kebiasaan yang dianggap lumrah. Sampai kapan warga harus menerima “jalan seadanya” seperti ini? Sampai kapan keselamatan menjadi hal yang dinegosiasikan?
Padahal, jalur ini bukan jalur kecil di pedalaman. Ini adalah poros utama yang dilintasi kendaraan industri, termasuk angkutan bertonase berat yang setiap hari menggerus kualitas jalan. Jika aktivitas industri bisa berjalan lancar, mengapa kebutuhan dasar masyarakat justru dibiarkan tersendat?
Sebagai mahasiswa yang lahir dan besar di Muara Badak, saya membawa keresahan ini ke ruang akademik, berharap ada diskusi dan solusi. Namun ketika kembali ke kampung halaman, saya mendapati hal yang sama: rakyat harus zig-zag menghindari lubang, truk melambat dan menimbulkan kemacetan, sementara perbaikan yang dilakukan bersifat tambal cepat, bukan penyelesaian jangka panjang.
Warga Muara Badak tidak meminta yang muluk-muluk. Kami hanya ingin kepastian bahwa pajak dan kontribusi masyarakat tidak sia-sia. Kami ingin jalan yang aman, kuat, dan tahan lama jalan yang mencerminkan bahwa pemerintah benar-benar hadir, bukan sekadar muncul ketika musim politik tiba.
Inilah saatnya pemerintah daerah, provinsi, hingga pusat bersinergi. Jalan poros Muara Badak–Samarinda tidak bisa lagi ditangani dengan pola lama. Harus ada pembangunan ulang, bukan sekadar tambal sulam. Harus ada pengawasan tegas terhadap kendaraan bertonase besar. Harus ada prioritas terhadap keselamatan publik, bukan hanya kepentingan proyek sesaat.
Kerusakan jalan ini bukan hanya tentang retaknya aspal ini tentang retaknya rasa percaya masyarakat. Dan sebagai bagian dari generasi muda Muara Badak, saya bersuara bukan untuk sekadar mengkritik, tetapi karena saya mencintai daerah saya dan ingin melihatnya maju dengan infrastruktur yang layak.
Sampai hari itu tiba, suara keresahan ini akan terus kami suarakan. Karena masyarakat Muara Badak berhak atas jalan yang lebih baik, lebih aman, dan lebih manusiawi.