19/11/2025
Kronologi Tragis Istri Pegawai Pajak di Manokwari yang Tewas di Tangan Mantan Tukang Bangunannya.
Senin, 10 November 2025—hari yang semestinya berjalan biasa di Manokwari—berubah menjadi salah satu kisah paling kelam yang pernah mengguncang kota itu. Langit siang tampak cerah, udara tenang, dan sebuah rumah sederhana di sudut pemukiman berdiri dalam kesunyian yang tampaknya wajar. Di dalamnya, seorang perempuan muda yang baru tiga bulan pindah dari Jakarta sedang menjalani rutinitasnya. Tidak ada firasat buruk; hanya hari biasa yang tak ia tahu akan menjadi hari terakhirnya.
Beberapa ratus meter dari rumah itu, seorang pria memandangi hidupnya yang berantakan. Sabtu, 8 November 2025, ia menerima gaji sekitar tiga juta rupiah. Minggu, seluruh uang itu lenyap, habis untuk hal-hal yang bahkan tidak mampu ia jelaskan dengan waras. Utang masih menjeratnya. Rasa putus asa yang menumpuk berubah menjadi rencana gelap yang tumbuh dalam senyap.
Ia pernah merenovasi dapur korban. Pekerjaan selesai, upah dibayar tuntas, tidak ada urusan apa pun di antara mereka. Namun akses kecil yang pernah diberikan kepadanya—pintu yang pernah dibuka dengan kepercayaan—menjadi celah yang ia manfaatkan secara keji.
Siang itu, ketika rumah-rumah sekitar kosong dan suami korban sedang bekerja, pria itu berjalan mendekati rumah tersebut. Ketukan pintunya terdengar biasa, tetapi tatapan di baliknya tidak lagi sama.
Saat pintu dibuka, ia memasang senyum yang dibuat-buat.
“Bu, keramik yang waktu itu lepas ya?” katanya, sambil melangkah masuk tanpa menunggu izin—seolah ia masih pekerja yang berhak berada di sana.
Korban sempat bingung, namun belum sempat memproses apa yang sebenarnya terjadi. Dalam keterangannya, pria itu mengaku hanya meminta uang sejuta untuk “pulang kampung”. Namun penyidik menemukan fakta berlawanan: ia datang membawa pisau dan karung. Keputusan-keputusan itu tidak dibuat dalam kepanikan, melainkan lebih dulu direncanakan.
Segala sesuatu kemudian berlangsung terlalu cepat, terlalu sunyi, dan terlalu kejam untuk dicerna dengan logika manusia normal. Ketika semuanya berakhir, rumah itu kembali diam seperti semula—tetapi diam yang berbeda… diam yang menyimpan tragedi.
Dengan ketenangan yang tidak masuk akal, ia memasukkan tubuh korban ke dalam box container, wadah besar yang awalnya disiapkan keluarga untuk barang-barang pindahan mereka dari Jakarta. Nasib memang sering bermain dengan ironi yang menyakitkan.
Menggunakan mobil pick-up sewaan, ia membawa box itu ke rumah lain tempat ia bekerja. Sebuah lokasi yang tidak memiliki kaitan apa pun dengan korban—namun justru menjadi titik terakhir jejak perjuangan hidupnya.
Di waktu yang sama, suami korban masih berada di kantor, menjalani hari kerja seperti biasa. Ia tidak tahu bahwa di rumah yang baru beberapa bulan mereka tempati dengan penuh harapan, satu babak kelam baru saja menelan orang yang ia cintai.
Ketika ia pulang, yang menyambutnya bukan suara istrinya, bukan aroma masakan, bukan senyum hangat. Yang ada hanya keheningan… keheningan yang membuat jantungnya turun perlahan. Keheningan yang kemudian berubah menjadi kabar menyayat hati yang takkan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya.
Kini, tragedi ini menjadi peringatan bagi semua orang: bahwa kepercayaan kecil, akses kecil, pintu kecil yang kita buka untuk orang lain… bisa berubah menjadi ancaman besar ketika jatuh ke tangan yang salah. Kita tidak pernah tahu isi hati seseorang, tidak pernah tahu kapan kesunyian berubah jadi bahaya.
Semoga langkah kita selalu dijauhkan dari niat buruk manusia lain. Semoga kehidupan kita tidak pernah bersinggungan dengan gelapnya putus asa yang bisa mengubah seseorang menjadi ancaman.