21/06/2025
Judul: Bayangan di Tanjakan Seribu
Matahari mulai tenggelam, menyisakan warna jingga kemerahan di ufuk barat. Empat sekawan, Rian, Dika, Anya, dan Bima, melanjutkan pendakian mereka di Gunung Cikurai. Tanjakan terakhir sebelum mencapai pos terakhir, yang mereka sebut Tanjakan Seribu, terasa lebih berat dari biasanya. Lelah fisik bercampur dengan hawa dingin mulai terasa.
“Bentar, guys. Napas gue ngos-ngosan,” ujar Dika, tersengal-sengal.
“Sabar, Dit. Pos terakhir udah deket kok,” jawab Rian mencoba menyemangati.
Anya, yang sedari tadi berjalan paling depan, tiba-tiba berhenti. “Eh, kalian barusan liat bayangan item gak sih di balik pohon itu?” tanyanya dengan suara bergetar.
Bima yang berjalan di belakang Anya menoleh, namun tak melihat apa-apa selain pepohonan gelap. “Gak ada apa-apa, Ny. Palingan cuma ilusi karena lo capek.”
Namun, Anya tetap merasa tidak enak. “Gak tau kenapa, firasat gue gak enak. Kayaknya ada yang ngeliatin kita deh.”
Beberapa saat kemudian, mereka melanjutkan perjalanan. Namun, perasaan tidak nyaman Anya semakin menjadi-jadi. Di setiap langkah, ia merasa ada yang mengawasi. Bahkan, ia sempat melihat bayangan hitam sekilas di balik semak-semak.
Malam semakin larut. Mereka akhirnya sampai di pos terakhir, sebuah gubuk reyot yang sudah tidak terawat. Dengan tergesa-gesa mereka mendirikan tenda, berharap bisa segera beristirahat. Namun, suasana mencekam tetap terasa.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari luar tenda. Seseorang atau sesuatu berjalan mengelilingi tenda mereka. Bukan hanya satu, tapi beberapa. Suara langkah kaki itu terdengar semakin mendekat, membuat bulu kuduk mereka merinding.
“Si-siapa di luar?” tanya Bima terbata-bata.
Tidak ada jawaban. Suara langkah kaki semakin jelas terdengar, semakin dekat, seolah-olah mereka dikepung. Anya yang ketakutan mulai membaca ayat-ayat suci. Rian dan Dika hanya bisa diam, menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi.
Tiba-tiba, suara langkah kaki itu menghilang. Hening menyelimuti tenda. Namun, keheningan itu justru terasa lebih menyeramkan.
Beberapa saat kemudian, Rian memberanikan diri untuk membuka tenda. Di luar, hanya ada kegelapan malam dan pepohonan yang bergoyang tertiup angin. Tidak ada apa-apa.
“Kayaknya cuma angin malem deh,” ujar Rian, mencoba menenangkan diri dan teman-temannya.
Namun, Anya tetap tidak yakin. Ia merasa ada sesuatu yang mengawasi mereka dari balik kegelapan. Ia merasa bahwa mereka tidak sendirian di gunung itu.
Pagi harinya, mereka memutuskan untuk segera turun. Selama perjalanan turun, mereka tidak berani berbicara banyak. Peristiwa malam itu telah membuat mereka trauma. Ketika mereka tiba di kaki gunung, mereka merasa lega. Namun, bayangan di Tanjakan Seribu itu akan selalu menghantui mereka.