18/08/2025
Banyak orang mengira, kalau mau dapat kerja tinggal buka portal lowongan, kirim CV, tunggu panggilan. Tapi faktanya, sebagian besar lowongan kerja tidak pernah dipasang di portal resmi. Data dari The Interview Guys menyebutkan sekitar 70% lowongan kerja tidak dipublikasikan secara terbuka. Sumber lain seperti Management Consulted bahkan memperkirakan angkanya bisa mencapai 80%, tergantung industri dan lokasi. Artinya, dari 10 lowongan yang ada, hanya 2 atau 3 yang benar-benar dipasang di internet. Sisanya? Beredar di lingkaran kecil, lewat obrolan di meja kopi, atau pesan WhatsApp antar kolega.
Ini yang disebut hidden job market. Lowongan seperti ini sering diberikan ke orang yang sudah dikenal, pernah bekerja sama, atau direkomendasikan oleh orang dalam. Alasannya simpel, perusahaan lebih nyaman merekrut orang yang sudah punya rekam jejak, daripada berjud1 dengan pelamar yang belum dikenal sama sekali. Jadi, meski kita punya CV yang keren, kalau tidak ada yang mengenalkan, kita bisa saja kalah oleh orang yang koneksinya lebih kuat. Terasa tidak adil memang.
Nah, di sinilah pentingnya membangun relasi. Dan membangun relasi itu bukan berarti tiap kali ketemu orang langsung kasih kartu nama atau minta kerjaan. Relasi itu dibangun dari interaksi yang tulus. Misalnya, ikut komunitas sesuai minat, menghadiri acara networking, atau sekadar aktif membantu orang lain tanpa pamrih. Dari situlah, nama kita mulai diingat. Masalahnya, banyak yang salah paham. Ada yang mengira networking itu seperti mancing, lempar umpan, tarik ikan. Padahal, hubungan yang baik itu seperti merawat tanaman. Kita harus sabar, konsisten, dan tulus. Bukan cuma hadir saat butuh.
Banyak yang bilang, kalau mau dapat koneksi yang kuat, kita harus rendah hati. Betul. Orang akan lebih mudah merekomendasikan kita kalau kita ramah, sopan, dan tidak sombong. Tapi rendah hati itu beda dengan rendah diri. Rendah hati artinya kita menghargai semua orang, terlepas dari jabatan atau latar belakangnya. Sementara rendah diri membuat kita selalu merasa nggak pantas, akhirnya malah nggak berani menunjukkan kemampuan.
Contohnya, saat dikenalkan ke orang penting, rendah hati membuat kita bisa berbicara santai, mendengar lebih banyak, dan menghargai lawan bicara. Tapi kalau rendah diri, kita hanya mengangguk, tersenyum canggung, dan tidak meninggalkan kesan apa-apa. Ada juga yang terlalu ramah. Setiap orang disapa, setiap pesan dibalas dengan energi 200% kalau bisa, dan setiap permintaan dibantu tanpa batas. Akibatnya? Orang bisa saja memanfaatkan. Kita jadi orang yang diingat hanya ketika mereka butuh sesuatu, bukan ketika ada peluang bagus untuk dibagikan. Sikap terlalu ingin menyenangkan semua orang juga bisa menguras tenaga, waktu, dan bahkan reputasi.
Zaman sekarang jangan mengandalkan pemerintah untuk membuka jutaan lapangan kerja. Daripada hanya menunggu, lebih baik aktif mencari peluang. Caranya bisa mulai dari lingkaran terdekat. Kadang, peluang datang bukan dari orang yang kita kira punya koneksi besar, tapi dari obrolan ringan dengan orang yang tak terduga. Misalnya, teman satu komunitas olahraga yang ternyata bekerja di perusahaan besar. Atau tetangga yang anaknya butuh karyawan di tokonya. Pintu-pintu kecil seperti ini bisa terbuka kalau kita aktif membangun hubungan.
Relasi yang luas itu penting, tapi jangan lupa, kemampuan tetap nomor satu. Kita bisa saja dapat peluang dari orang dalam, tapi kalau kemampuan tidak mendukung, kita akan sulit bertahan. Jadi, sambil membangun jaringan, tetap asah keahlian. Ikut kursus, pelatihan, atau belajar mandiri dari internet. Dengan begitu, saat ada kesempatan, kita siap masuk dan membuktikan diri. Relasi bisa membuka pintu, tapi keahlian yang membuat kita bertahan di dalamnya.
Di era digital, reputasi menyebar lebih cepat daripada iklan lowongan. Satu sikap buruk bisa tersebar ke banyak telinga dalam waktu singkat. Sebaliknya, sikap baik dan profesional juga bisa membuat kita direkomendasikan tanpa diminta. Setiap interaksi adalah kesempatan untuk meninggalkan kesan baik. Entah itu di kantor, di acara komunitas, bahkan di media sosial. Orang mungkin lupa kata-kata kita, tapi mereka jarang lupa bagaimana kita membuat mereka merasa.
Kalau kita lihat tren sekarang, dunia kerja sudah tidak lagi hitam-putih. Kita harus bisa bermain di dua dunia sekaligus. Artinya, bangun relasi di dunia nyata, ikut acara, nongkrong di komunitas, berkenalan saat event, dan perkuat di dunia maya, misalnya lewat LinkedIn atau media sosial profesional lainnya. Dengan begitu, orang yang baru kita temui di acara offline bisa melihat rekam jejak kita secara online. Mereka jadi lebih yakin untuk mengajak kerja sama atau memberikan rekomendasi.
Pasar kerja saat ini tidak hanya tentang siapa yang punya CV terbaik, tapi siapa yang dikenal dan dipercaya. Fakta bahwa 70–80% lowongan kerja tidak diumumkan berarti kita tidak bisa hanya mengandalkan pencarian di portal online. Kita perlu masuk ke lingkaran yang lebih kecil, lingkaran yang sering menjadi jalur utama rekrutmen. Bangun relasi dengan tulus, jaga sikap rendah hati tanpa kehilangan batas diri, terus asah kemampuan, dan jaga reputasi. Jangan terlalu berharap semua datang dari pemerintah atau menunggu pengumuman resmi. Dunia kerja bergerak cepat, dan kadang hanya orang yang siap dan punya jaringan kuat yang bisa mengikutinya.
Kita boleh membangun hubungan, tapi jangan sampai dimanfaatkan. Boleh ramah, tapi jangan sampai habis untuk menyenangkan semua orang. Pekerjaan bukan hanya soal gaji, tapi juga soal keberlangsungan hidup, martabat, dan kesempatan untuk terus berkembang.
---
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan ulasan sederhana terkait fenomena bisnis atau industri untuk digunakan masyarakat umum sebagai bahan pelajaran atau renungan. Walaupun menggunakan berbagai referensi yang dapat dipercaya, tulisan ini bukan naskah akademik maupun karya jurnalistik.