
09/09/2025
SAKITNYA BUKAN DI BADAN, TAPI DI HATI
Di pinggiran kota Yogyakarta yang tenang dan bersahaja, tinggallah sepasang suami istri bernama Bagas dan Alya. Mereka bukan pasangan baru, telah menikah hampir 6 tahun. Bagas adalah seorang pengrajin kayu, mengelola bengkel kecil warisan ayahnya. Alya bekerja sebagai guru honorer di SD negeri tak jauh dari rumah.
Hari-hari mereka padat, penuh aktivitas. Alya berangkat pagi, p**ang menjelang petang. Bagas sering kali tenggelam dalam suara mesin dan bau kayu hingga maghrib menjelang. Kebersamaan mereka terbatas, hanya sebatas menyapa di meja makan, itupun jika sempat.
Mereka jarang sekali duduk berdua. Tidak ada waktu untuk sekadar menikmati teh sore atau berbincang santai. Semuanya terasa berjalan otomatis… sampai suatu hari, Bagas jatuh sakit.
Pagi itu, Alya terbangun karena suara batuk Bagas yang dalam dan berat.
“Mas, kamu kenapa? Kok batuknya parah banget?” tanya Alya cemas sambil menyentuh dahi suaminya. Panas.
Bagas memejamkan mata. “Kayaknya masuk angin aja, Al. Gak usah ke dokter, nanti juga sembuh sendiri.”
Namun tiga hari berlalu, tubuh Bagas tak kunjung membaik. Ia mulai kehilangan selera makan, matanya sayu, pekerjaannya terbengkalai. Alya tak bisa tinggal diam. Ia akhirnya membujuk suaminya ke klinik langganan mereka.
Klinik kecil itu dikelola oleh dr. Husna, seorang dokter muslimah yang dikenal ramah dan penuh perhatian.
Setelah pemeriksaan menyeluruh, dr. Husna duduk tenang menatap hasilnya. “Hmm… ini menarik.”
Alya langsung cemas. “Ada apa, Dok?”
“Secara medis, suami Ibu sehat. Tidak ada infeksi, tidak ada kelainan darah. Bahkan tekanan darahnya pun normal.”
Bagas hanya mengangkat alis. “Tapi saya merasa seperti nggak punya tenaga, Dok. Semangat kerja hilang, pengen tidur terus.”
dr. Husna tersenyum lembut. “Bapak mungkin tidak sakit secara fisik. Tapi bisa jadi hati Bapak sedang ‘dingin’. Kurang hangatnya perhatian dari orang yang paling dicintai.”
Alya terdiam. Ia merasa tertampar, seakan disadarkan sesuatu yang selama ini ia abaikan.
Hari-hari berikutnya, kondisi Bagas tak juga membaik. Alya tetap p**ang kerja dengan wajah lelah, langsung merebahkan diri di kasur. Sementara Bagas hanya duduk di beranda, memandangi langit senja sendirian.
Suatu sore, saat langit mendung tipis, Bagas berkata lirih, “Al… kamu masih ingat nggak, dulu kita s**a duduk di teras sambil minum teh?”
Alya berhenti membuka jilbabnya. Ia menoleh, dan dalam sekejap, rasa bersalah menyeruak.
“Iya, Mas… aku ingat.” Suaranya nyaris berbisik.
Malam itu, Alya bangun lebih awal dari biasanya. Ia menyiapkan dua cangkir teh hangat, dan sebungkus roti bakar yang biasa mereka beli saat masih pengantin baru. Ia keluar ke teras dan memanggil Bagas.
“Mas… ayo duduk bareng. Tehnya udah siap.”
Bagas menatap teh itu seolah tak percaya. Ia duduk perlahan, menggenggam cangkir hangat itu dengan tangan bergetar.
“Mas… maaf ya. Aku terlalu sibuk. Aku lupa bahwa kamu bukan cuma butuh istri yang rajin bekerja, tapi istri yang hadir… yang menemanimu.”
Bagas tersenyum kecil, lalu menatap langit. “Tehnya enak banget, Al. Tapi yang lebih hangat… hatiku sekarang.”
Hari-hari setelahnya perlahan berubah. Alya menyisihkan waktu untuk membuatkan teh setiap sore. Kadang hanya duduk berdua tanpa kata, kadang saling bercerita ringan. Bagas mulai bertenaga, semangatnya pulih, bahkan pekerjaan di bengkel kembali hidup.
Beberapa pekan kemudian, mereka kontrol ulang ke dr. Husna.
“Wah, wajah Pak Bagas beda banget sekarang!” ujar dr. Husna senang.
Bagas tertawa. “Alhamdulillah, Dok. Sekarang tiap sore saya dapat ‘resep’ baru: teh hangat dan obrolan ringan dari istri.”
dr. Husna ikut tertawa. “Itulah obat paling mujarab: cinta yang tulus dan perhatian yang hangat.”
🌿 Hikmah Islami:
Dalam Islam, keluarga adalah tempat pertama untuk saling menebar kasih sayang dan ketenangan. Allah berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 21:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang...”
Seringkali kita lupa, bahwa perhatian kecil bisa menjadi bentuk ibadah besar—asal niatnya karena Allah. Menyediakan waktu untuk pasangan, walau hanya secangkir teh, bisa menjadi sumber sakinah dalam rumah tangga.
💬 Sekarang giliran kamu!
Apakah kamu juga pernah merasakan hubungan yang mulai terasa hambar karena kesibukan?
Atau mungkin kamu punya cara sederhana untuk menjaga kehangatan dengan pasanganmu?
✨ Ceritakan di kolom komentar ya!
Mari saling menginspirasi lewat kisah nyata kita masing-masing. 🫶
Share kisah ini agar lebih bermanfaat bagi yang lain dan menjadi amal jariyah baik untukmu ☺️🥰