26/08/2025
Banyak orang mengira elegan hanya soal pakaian mewah atau gaya hidup glamor. Padahal, elegan adalah soal karakter, bukan sekadar tampilan. Ada orang yang sederhana dalam penampilan, namun auranya terasa berkelas dan membuat orang lain segan.
Dalam bukunya The Art of Civilized Conversation karya Margaret Shepherd, dijelaskan bahwa elegan lebih dekat pada sikap dan cara seseorang menghadirkan diri, bukan pada harga barang yang dikenakan. Elegan lahir dari kepribadian yang terlatih dalam kesadaran sosial dan etika berbicara.
Elegansi dalam kepribadian sehari-hari terlihat jelas ketika seseorang mampu menjaga diri dalam interaksi sosial. Misalnya di kantor, ada rekan kerja yang tidak perlu berbicara keras untuk didengar, tetapi wibawanya terasa. Atau di lingkungan pertemanan, ada sosok yang tidak banyak bicara namun tetap dihormati. Itu karena elegan adalah perpaduan antara pengendalian diri, kecerdasan emosional, dan kepekaan sosial.
1. Tenang dalam Situasi Sulit
Margaret Shepherd menekankan bahwa percakapan elegan selalu lahir dari ketenangan, bahkan di tengah situasi penuh tekanan. Seseorang yang tetap tenang saat terjadi kesalahpahaman akan lebih mudah mendapatkan respek dibanding yang meledak-ledak.
Dalam kehidupan sehari-hari, hal ini terlihat ketika terjadi perdebatan di grup kerja. Orang yang elegan tidak langsung menyela dengan emosi, melainkan menunggu jeda, lalu menyampaikan pandangannya dengan bahasa yang terukur. Ketika orang lain meninggikan suara, ia tetap berbicara dengan nada datar. Efeknya, justru kata-katanya yang paling didengar.
Ketenangan seperti ini bukan sekadar sifat bawaan, melainkan hasil latihan mengelola diri. Seseorang bisa belajar mengatur napas, memilih kata, dan tidak terjebak dalam provokasi. Itulah mengapa, di ruang eksklusif logikafilsuf, kita sering membedah strategi berpikir yang mampu melatih mental agar lebih elegan dalam menghadapi konflik.
2. Mampu Mendengarkan dengan Tulus
Dalam buku The Listening Life karya Adam S. McHugh, disebutkan bahwa mendengar dengan penuh perhatian adalah tanda kepribadian yang matang. Orang elegan tidak sibuk menunggu giliran bicara, melainkan benar-benar ingin memahami apa yang dikatakan lawan bicaranya.
Contoh paling sederhana terlihat dalam obrolan santai dengan teman. Saat kebanyakan orang sibuk menyisipkan cerita pribadi, sosok elegan justru memberi ruang pada orang lain untuk mengungkapkan isi hati. Ia tidak mengalihkan pandangan ke ponsel, tetapi menjaga kontak mata dan memberi umpan balik seperlunya.
Orang seperti ini membuat lawan bicara merasa dihargai. Mendengar dengan tulus melatih empati, dan di sinilah letak keanggunan sejati. Tidak ada sikap yang lebih elegan daripada membuat orang lain merasa penting tanpa harus merendahkan diri sendiri.
3. Menghargai Waktu Orang Lain
Menurut David Grossman dalam The Art of Communication, sikap menghargai waktu adalah wujud penghormatan pada diri sendiri dan orang lain. Elegansi muncul ketika seseorang hadir tepat waktu dan tidak membuang energi orang lain dengan ketidakteraturan.
Misalnya, datang ke janji pertemuan lima menit lebih awal memberi kesan bahwa kita menghargai keseriusan pertemuan itu. Sebaliknya, kebiasaan datang terlambat, meski hanya sepuluh menit, menciptakan citra tidak profesional. Orang elegan tidak perlu mengumbar kata-kata, cukup lewat konsistensi menghargai waktu, ia sudah dihormati.
Mengatur waktu juga melatih disiplin diri. Ketika seseorang terbiasa menepati janji, orang lain pun percaya padanya. Kepercayaan inilah yang membangun wibawa, dan wibawa adalah inti dari elegansi.
4. Tidak Berlebihan dalam Bicara
Dalam On Speaking Well karya Peggy Noonan, dijelaskan bahwa orang yang elegan memilih kata secukupnya, tidak merasa harus mendominasi percakapan dengan cerita panjang lebar. Elegansi justru hadir dalam kesederhanaan dan kejelasan.
Contohnya bisa dilihat dalam rapat kerja. Ada orang yang berputar-putar hanya untuk menyampaikan satu gagasan, sementara orang lain berbicara singkat, padat, dan langsung dipahami. Sosok kedua inilah yang lebih elegan, karena ia paham nilai efisiensi.
Kesadaran untuk tidak berlebihan dalam bicara adalah latihan berpikir. Ia menuntut kita memilah mana yang perlu diucapkan dan mana yang sebaiknya disimpan. Dengan begitu, setiap kata menjadi lebih bernilai, dan kita terhindar dari kesan murahan atau sekadar mencari perhatian.
5. Menjaga Bahasa Tubuh
Buku The Definitive Book of Body Language karya Allan dan Barbara Pease menegaskan bahwa bahasa tubuh adalah komunikasi pertama yang ditangkap orang sebelum kata-kata. Elegan bukan hanya soal berbicara, melainkan juga cara berdiri, duduk, dan bergerak.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang elegan tidak gelisah memainkan pena saat berbicara, tidak membungkukkan badan berlebihan, dan tidak p**a menunjukkan sikap defensif dengan menyilangkan tangan terus-menerus. Sebaliknya, ia berdiri tegak, memberi senyum seperlunya, dan menghadirkan aura percaya diri tanpa kesombongan.
Bahasa tubuh seperti ini memberikan rasa aman pada lawan bicara. Mereka merasa berhadapan dengan sosok yang stabil, bukan orang yang rapuh. Itulah mengapa elegansi sering tampak jelas bahkan sebelum seseorang mulai berbicara.
6. Rendah Hati di Tengah Pencapaian
Dalam Humility: The Quiet Virtue karya Everett L. Worthington Jr., dijelaskan bahwa kerendahan hati adalah inti dari pribadi yang benar-benar elegan. Orang yang angkuh mungkin terlihat kuat, tapi yang rendah hati selalu terlihat lebih berkelas.
Contoh nyata bisa ditemukan dalam dunia kerja. Ada atasan yang selalu menyebut pencapaiannya sendiri dalam setiap rapat, sementara ada p**a atasan yang mengakui kontribusi tim lebih besar dari dirinya. Sosok kedua lebih dihormati, karena ia paham bahwa kekuatan sejati tidak butuh pengakuan berlebihan.
Kerendahan hati membuat seseorang tidak perlu membuktikan apa pun. Justru sikap inilah yang membuat orang lain rela memberi pengakuan. Elegansi tumbuh ketika seseorang kuat namun memilih untuk tetap sederhana.
7. Konsisten dalam Nilai dan Perilaku
Dalam The Road to Character karya David Brooks, ditegaskan bahwa elegan tidak bisa dipisahkan dari konsistensi moral. Orang yang ucapannya tidak selaras dengan tindakannya akan cepat kehilangan wibawa, betapapun indah penampilannya.
Kita sering melihat sosok publik yang berbicara tentang integritas, tetapi hidupnya penuh skandal. Sebaliknya, ada orang biasa yang konsisten menjaga kejujuran, kesetiaan, dan etika meskipun tanpa sorotan. Justru yang terakhir inilah yang memiliki aura elegan.
Konsistensi membangun kredibilitas, dan kredibilitas melahirkan kepercayaan. Tanpa kepercayaan, elegansi hanyalah topeng. Dengan konsistensi, elegansi menjadi watak.
Elegan tidak lahir dari tas mahal atau jam tangan eksklusif, melainkan dari cara kita memperlakukan diri dan orang lain. Itulah yang membuat kepribadian elegan bertahan lama, bahkan setelah semua simbol materi sirna.
Menurut kamu, dari tujuh tanda di atas, mana yang paling sulit kamu temukan di kehidupan sehari-hari? Yuk bagikan pendapatmu di kolom komentar dan jangan lupa share tulisan ini agar lebih banyak orang memahami makna elegan yang sesungguhnya.