29/08/2025
Cerpen "Senja Terakhir Bang Ojol"
Affan Kurniawan baru saja selesai menunaikan salat Ashar ketika ibunya memanggil dari dapur.
โFan, makan dulu nak. Jangan buru-buru keluar.โ
Suara itu lembut, tapi penuh kasih sayang yang selalu membuat dada Affan terasa hangat. Ia menoleh, tersenyum.
โNanti ya, Bu. Affan cuma sebentar keluar. Ada orderan dekat-dekat sini.โ
Ibunya mengangguk, meski hatinya sedikit gamang. Ia tahu, anak bungsunya itu kerap memaksakan diri. Baru 21 tahun, tapi pundaknya sudah menanggung beban hidup seakan dunia menuntutnya jadi lelaki dewasa lebih cepat. Sejak ayahnya pergi untuk selamanya, Affanlah yang sering menjadi tulang punggung keluarga.
Dengan jaket ojolnya yang sudah pudar warna hijau, ia turun dari rumah kontrakan sederhana di Jatipulo. Senja itu, langit Jakarta berwarna jingga bercampur debu. Jalanan ramai, riuh, seperti menyimpan rahasia besar. Affan tak tahu, sore itu adalah perjumpaan terakhirnya dengan cahaya mentari.
Motor tuanya meraung pelan, menembus jalanan yang mulai padat. Dari kejauhan, ia mendengar suara massa. Teriakan-teriakan keras di sekitar Gedung DPR/MPR. Affan bukan demonstran, ia hanya pengantar rezeki. Tapi Jakarta sedang gelisah. Jalan yang biasanya jadi jalur kerja, kini beralih jadi panggung amarah.
โLewat mana, ya Allah,โ gumamnya pelan, sembari memelankan laju motor.
Ia hendak menyeberang jalan, mencari jalur alternatif. Namun aspal licin, penuh sisa air dan kerikil. Ban motornya oleng. Dalam sekejap, tubuh Affan terpelanting, jatuh di tengah riuh. Ia berusaha bangkit, lututnya luka, napasnya terengah.
Lalu, deru mesin raksasa itu datang, rantis Brimob, seukuran raksasa besi, melaju tanpa kompromi. Orang-orang berteriak.
โAda ojol di bawah! Ada orang jatuh! Berhenti!โ
Suara-suara itu melolong menembus udara, tapi tak ada rem yang ditarik.
Affan melihat bayangan hitam besar itu mendekat. Waktu serasa berhenti. Ia teringat wajah ibunya di dapur, teringat pesan belum sempat dijawab di ponselnya, teringat mimpi sederhana, ingin membelikan kursi roda untuk nenek yang tak bisa berjalan jauh. Air matanya menetes, bercampur debu jalanan.
โYa Allah, jaga Ibuโฆโ bisiknya pelan.
Detik berikutnya, deru roda baja