29/03/2025
Cinta yang Tak Berlalu Meski Ramadan Pergi
โTuhan yang kamu sembah di bulan Ramadan itu sama dengan Tuhan yang kamu sembah di luar bulan Ramadan. Lantas, mengapa caramu beribadah berbeda?โ โ Rumi
Pertanyaan ini menghantam pelan tapi dalam. Mengapa saat Ramadan datang, hati kita terasa hidup, sajadah tak pernah kosong, dan malam-malam menjadi taman rindu? Tapi ketika Ramadan berlalu, gairah itu ikut surut. Padahal Tuhan tak pernah pergi. Tak berubah. Tak berpaling.
Pertemuan dengan Ramadan membuat hidup lebih jernih. Waktu terasa suci, dan dada dipenuhi harap ampunan. Tapi perpisahan dengannya seolah mengembalikan kita pada dunia lamaโtempat di mana doa-doa sering tertinggal dan hati kembali beku. Padahal Tuhan yang kita sembah sebelum dan sesudah Ramadan tetap sama. Lantas, kenapa cinta kita berbeda?
Mungkin inilah ujian cinta sejati. Pecinta tak menunggu momen, tapi menciptakan momen. Ia mencinta dalam hadir dan dalam jarak. Tak peduli musim. Tak peduli waktu. Karena yang dicinta tetap satu, tak berubah dan tak bergeser. Cinta itu menetap, bukan sekadar singgah.
Malam iniโmalam terakhir. Malam perpisahan. Tapi jika ini perpisahan, biarlah ia jadi luka yang indahโluka karena takut tak mampu menjaga cahaya yang telah dinyalakan Ramadan.
Pada malam terakhir ini, biarlah ia menjadi malam janji. Bahwa selepas Ramadan pun, kita tetap mencintai Tuhan yang sama, dengan rindu yang sama. Karena cinta sejati tak mengenal akhir. Ia bukan singgah sesaat saat kita butuh atau nyaman. Ia bukan ritual musiman yang on - off. Tapi ikatan jiwa yang tak lepas, relasi yang hidup sepanjang usia. Dan semoga, sepanjang usia itu, kita tetap bersama-Nyaโdalam perjumpaan, juga dalam perpisahan dengan Ramadan.
Malam ini malam terakhir kita.
Mungkin ini Ramadan terakhir dalam hidup kita.
Tabik,
Nadirsyah Hosen