Ruang Buku

Ruang Buku "Selamat datang di Ruang Buku!

Sebuah impian....
14/08/2025

Sebuah impian....

Iya kadang boleh seperti itu
14/08/2025

Iya kadang boleh seperti itu

Iyaa aku ngerti
14/08/2025

Iyaa aku ngerti

12/08/2025

Semoga di permudah aminn

03/08/2025

"Hari Itu, Aku Membuatnya Menangis"

Aku tidak pernah lupa wajahnya sore itu—matanya yang membelalak karena terkejut, tubuh kecilnya yang gemetar, dan bibir mungilnya yang tertahan untuk tak menangis... tapi tak mampu.

Dan akhirnya dia menangis juga.

Tangis yang pelan, nyaris tak bersuara, seperti berusaha tidak membuatku makin marah. Tapi justru itulah yang menghantam dadaku paling keras.

Itu pertama kalinya aku membentaknya. Suaraku meledak seperti bukan milikku sendiri. Bentakan yang keluar dari tumpukan lelah, penat, dan kepala yang terasa seperti mau pecah.

Aku pulang dengan dada sesak oleh beban hidup yang tak bisa kuceritakan pada siapa pun. Pekerjaan berantakan, masalah tak kunjung selesai, dan hari itu… rasanya seperti semua menumpuk dalam satu tarikan napas. Aku ingin tenang. Hanya itu. Tapi yang kudapati di rumah: pertengkaran mereka lagi.

Suara ribut kecilnya dengan adiknya seolah menusuk telinga. Benda jatuh. Teriakan. Tangisan. Lalu—aku meledak.

"Ayah bilang JANGAN ribut terus! Bisa diam nggak, sih?!"

Hening. Sejenak semuanya diam.

Dan di situlah dia berdiri, terdiam, mematung seperti batu. Lalu perlahan-lahan tubuhnya mulai gemetar. Matanya berkaca. Dan sebelum aku sempat menyadari apa yang kulakukan… dia sudah menangis.

Itu bukan tangisan karena kesal. Bukan karena kalah berdebat. Tapi tangisan karena hatinya patah—karena orang yang paling dia percaya... menyakitinya.

Dan di situlah aku kalah.

Aku kalah oleh amarahku sendiri. Aku kalah oleh bebanku yang kutumpahkan ke pundak kecil yang bahkan belum kuat menanggung tas sekolahnya sendiri.

Aku hanya bisa menunduk malam itu, duduk di ujung tempat tidurnya, melihat punggung mungilnya yang menghadap tembok. Dia sudah tertidur, atau mungkin berpura-pura. Aku tidak tahu.

Tapi aku tahu satu hal: aku membuatnya menangis, dan aku tidak tahu bagaimana caranya menghapus luka yang kutorehkan hari itu.

Besok pagi aku akan minta maaf. Akan kupeluk dia. Akan kuucap perlahan, "Maaf, Nak. Ayah salah."

Tapi maaf tidak bisa menghapus jejak dari bentakan pertama. Tidak bisa menghapus ingatan bahwa suatu hari, ayah yang dia cintai pernah membuatnya merasa takut.

Dan itu… akan terus hidup dalam hatiku.

01/08/2025

Selamat malam

Address

Jalan Sapuhanda
Pringsewu

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Ruang Buku posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share