30/10/2025
Hanya karena mengik*ti tren di Toktok, suamiku tega memberi nafkah hanya sepuluh ri bu sehari …
Saripa menghela na pas panjang, menatap panci berisi air untuk membuat mie instan yang belum mendidih karena gas elpijinya sudah habis.
Ali muncul dari ruang depan sambil menenteng dompet tipis. “Dek,” katanya dengan semangat pal su, “ini uwang belanja hari ini.”
Saripa menoleh cepat. Begitu melihat selembar u wang sepuluh ri buan di tangan suaminya, ia langsung memicingkan mata. “Sepuluh ri bu lagi, Bang?”
Ali tersenyum canggung. “Iya, Dek. Lagi sepi banget dagangan Abang. Nggak ada yang beli parfum sama sekali.”
Saripa meletakkan tangannya di pinggang. “Bang, gas udah habis. Harga elpiji aja dua puluh ri bu. Beras juga udah nggak ada dan har ga beras sekilo tujuh belas ri bu. U wang sepuluh ribu itu cuma cukup buat beli gorengan, tahu nggak?”
Ali mengelus tengk*knya. “Ya udah, kamu ngu tang aja dulu di warung Bu Kokom. Nanti Abang ba yar kalau ada yang beli minyak wangi di toko Abang.”
Dengan berat hati, Saripa pun mengu tang di warung Bu Kokom. Karena memang Saripa tidak pernah berhv tang, Bu Kokom pun percaya memberikan apa yang dia butuhkan mulai dari elpiji, beras, minyak goreng, gula, kopi, bawang merah dan bawang putih, lombok, tomat, mie instan dan telur.
"Saya nggak tahu, Bang Ali dapat u wang berapa hari ini, Bu. Tapi pokoknya, begitu ada u wang saya bayar." Saripa berkata dengan menahan rasa malu, karena begitu banyak yang dia bawa sementara dia hanya memba yar 10 ri bu.
Bu Kokom tersenyum. "Nggak apa, Ripa. Emang sekarang ju walan lagi sepi. Kamu boleh ba yar kalau sudah ada u wangnya."
Saripa merasa tak enak, tetapi, mau bagaimana lagi. Dia tidak punya jalan lain. Wanita itu pun pulang setelah Bu Kokom mentotal semua barang belanjaannya.
Sore harinya, Ali tersenyum ketika istrinya menyediakan telur penyet dengan sambal terasi. "Adek emang pintar memutar u wang sepuluh ri bu," pujinya sambil melahap nasi hangat yang masih mengepul itu.
"Ngu tang ini Bang. Totalnya 76 ri bu. Tadi cuma ba yar 10 ri bu. Sisa 66 ri bu, ngu tang! Ingat, besok Abang ba yar ut angnya!" Saripa menunjukkan nota hv tang dari Bu Kokom pada suaminya.
Ali mengusap punggung istrinya. "Doakan Abang besok banyak yang be li. InshaAllah Abang ba yar semuanya."
Saripa pun mengangguk sambil tersenyum. Mereka pun makan dengan lahap, meski hanya dengan telur dan sambal.
Keesokannya, dengan santainya, Ali kembali memberi u wang 10 ri bu. "Dek, Abang cuma punya u wang 10 ri bu. U wang ini kamu buat nyi cil ke Bu Kokom. Untuk masak hari ini, kamu ngutang aja sama Pak Ji penju wal sayur!"
"Apa, Bang? Ngu tang lagi?" Saripa mengatakannya dengan nada sedikit meninggi. Dia sudah geram dengan suaminya yang terus memberinya u wang 10 ri bu.
Ali tetap dengan wajah santainya. “Iya, Dek. Kalau cuma ngu tang tempe sama tahu, palingan nggak sampai 10 ri bu, Dek. Jangan ngu tang ke Bu Kokom, karena yang kemarin belum lunas."
Ingin rasanya Saripa menggetok kepala suaminya ini. “Adek malu, Bang."
“Ngapain malu, Dek. Pak Ji juga pasti ngerti keadaan kita. Lagian, kata orang-orang di TokTok, sepuluh ri bu di tangan istri yang tepat bisa jadi berkah.”
Saripa menatap suaminya dengan ekspresi tak percaya. Dapat konsep darimana suaminya itu. “Berkah apanya, Bang? Elpiji aja nggak bisa beli, beras nggak ada, bumbu abis. Kalau kita nggak ngu tang, kita nggak bisa makan dari kemarin! Pakai gaya-gayaan ngik*tin tren TokTok?!”
Ali tertawa kecil, berusaha melucu. “Lho, justru itu! Kita ini sedang praktik. Abang pengen buktiin, istri Abang tuh istri yang tepat apa bukan? Yang bisa bikin masakan ajaib dari u wang sepuluh ri bu.”
“Yang ajaib itu bukan aku, Bang,” gerutu Saripa sambil melipat tangan di dada. “Yang ajaib itu Abang, bisa-bisanya nyuruh aku masak tapi cuma ngasih u wang sepuluh ri bu!”
Ali mendekat, mencoba membujuk dengan nada lembut. “Dek, sabar, ya. Hari ini Abang yakin banget bakal ada rezeki. Kamu belanja dulu aja, ngu tang juga gapapa. Nanti sore kalau dagangan Abang laku, Abang langsung ba yar semua u tangmu ke Bu Kokom dan juga Pak Ji.”
Saripa hanya bisa menarik na pas panjang. Ia tahu suaminya bukan orang yang malas, hanya terlalu percaya diri pada nasib. “Ya udah, Bang,” katanya akhirnya. “Tapi kalau nanti aku dimarahin dan dikatain orang kalau aku tukang ngu tang, aku bakalan bilang sama semua orang kalau Abang adalah suami yang pelit, karena tiap hari cuma ngasih belanja 10 ri bu!"
Ali tersenyum lega. “Siap, Dek. Abang yang akan ngadepin. Adek tenang aja.”
Saripa hanya menggeleng, lalu mengambil tas kainnya. “Abang tuh ya, percaya banget sama TokTok. Nanti kalau aku bikin konten ‘istri yang hampir gi la gara-gara nafkah 10 ri bu’, jangan kaget ya, Bang.”
Ali tertawa ngakak. “Nah, itu malah bagus, Dek. Siapa tahu vi ral, terus dapet en dor se. Rezeki kita makin lancar!”
Saripa mendecak pelan, tapi ingin rasanya dia marah pada sang suami. Namun, jika memang tak ada satupun yang beli parfumnya di pasar, dia bisa apa?
Di tengah teriknya panas, Saripa berjalan pelan menyusuri gang sempit dengan langkah gontai. Di tangannya, hanya ada tas kain kosong, tas yang biasanya berisi belanjaan untuk makan hari itu. Tapi kali ini, kosong, sama seperti dompetnya.
Saripa pun akhirnya terpaksa mengv tang pada Pak Ji tukang sayur. Dia membeli tahu, tempe, ikan asin, dan juga beberapa sayuran untuk 2 hari ke depan.
"Maaf ya, Pak. Ngv tang dulu. Besok, Ripa ba yar."
Pak Ji pun akhirnya mengangguk setelah Saripa menjelaskan bagaimana perilaku suaminya beberapa hari terakhir ini. Lelaki berusia setengah abad itu pun menyarankan agar Saripa mau usaha agar bisa tetap eksis meski hanya diberi u wang 10 ri bu.
"Ripa jualan apa, Pak Ji?" Tanyanya sambil memegang kangkung yang akan dia beli.
"Terserah, Ripa kan pinter masak. Bikin aja makanan apa gitu yang sekiranya cocok buat orang sarapan atau makan siang. Nanti bisa Ripa titipin ke Bapak atau warung Bu Kokom. Nanti kalau laku banyak, kan lumayan buat nambah u wang belanja Ripa!"
Saripa terdiam. Benar apa yang dikatakan oleh Pak Ji. Namun, dia tetap harus meminta izin dulu pada sang suami karena untuk berju walan, waktu yang dia butuhkan tidak sebentar. Dia pasti akan sangat sibuk nantinya.
"Iya deh, Pak. Ripa akan bilang Bang Ali dulu. Semoga aja Bang Ali ngebolehin." Kata Saripa kemudian berlalu pergi.
Saripa pun berjalan dengan pikiran yang melayang hingga membuat dia tidak fokus pada jalanan yang akan dia lewati. Saat dia hendak menyeberang, sebuah mobil menyermpetnya hingga dia pun terjatuh.
Brak!
Suara itu membuat semua orang menoleh. Tas belanja Saripa terjatuh, tempenya men tal ke tengah jalan. Saripa memegangi lututnya yang perih dan sedikit berda rah, sebelum akhirnya pandangannya tiba-tiba menggelap.
"Saripa!!" Teriak ibu-ibu yang melihat kejadian itu.
Dengan sigap, pengemudi itu pun turun dan melihat keadaan Saripa."Mbak, kamu nggak apa-apa?"
Melihat Saripa yang hanya diam membuatnya panik dan segera membawanya ke rumah sakit terdekat.
"Semoga kamu nggak apa-apa, Mbak!"
Gara-Gara Nafkah 10 Ri bu - ahnafkece-SKMM
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App.