
22/01/2025
**Judul: Beratnya Menjadi Tulang Punggung Keluarga**
Sejak suaminya, Ardi, kecelakaan dan tidak bisa bekerja, Rina merasa dunia seakan berhenti berputar. Dulu, Ardi adalah pilar keluarga, orang yang selalu bisa diandalkan untuk menyelesaikan segala masalah. Kini, setelah kecelakaan itu, Rina harus menggantikan semua itu, meskipun hatinya penuh beban dan lelah.
Rina bekerja sebagai kasir di sebuah toko swalayan. Gajinya pas-pasan, cukup untuk makan sehari-hari dan membayar tagihan bulanan, tetapi tidak pernah lebih dari itu. Meskipun begitu, Rina berusaha untuk tetap ceria di depan anak-anaknya, Aidan dan Bella, yang masih bersekolah. Setiap pagi, dia menyemangati mereka untuk berangkat sekolah dengan senyuman, meskipun dia sendiri tahu betapa berat hidup yang harus mereka jalani.
Setelah pulang kerja, Rina harus segera mengurus rumah—memasak, mencuci pakaian, dan membersihkan rumah. Dia tidak pernah memiliki waktu untuk diri sendiri. Tidur pun seringkali hanya beberapa jam, karena harus bangun pagi untuk kembali bekerja. Ardi, yang kini duduk di kursi roda, tidak bisa membantu banyak. Dia merasa frustasi dengan kondisinya, tetapi Rina tidak pernah mengeluh. Ia tahu, jika dia tidak kuat, siapa lagi yang akan mengurus semuanya?
Suatu malam, setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Rina duduk di meja makan, menyuapkan makanan ke mulut Ardi. “Makanlah, sayang. Kamu harus banyak makan supaya cepat sembuh,” katanya dengan lembut, meskipun matanya terasa berat.
Ardi menatapnya dengan tatapan penuh rasa bersalah. “Aku merasa sangat tidak berguna, Rin. Aku ingin bisa melakukan sesuatu untuk membantu kamu, tapi aku tidak bisa…”
Rina menahan napas, mencoba untuk tetap tegar. “Jangan pikirkan itu. Kamu sudah cukup membantu dengan tetap ada di sini bersama kami. Itu sudah lebih dari cukup.”
Namun, dalam hati, Rina merasakan sesak. Ia merasa seperti memikul beban yang terlalu berat untuk seorang diri. Setiap hari adalah perjuangan, dan meskipun ia berusaha tetap tegar, ada kalanya ia merasa hampir jatuh. Anak-anak juga semakin besar dan membutuhkan lebih banyak perhatian—biaya sekolah, kebutuhan sehari-hari, dan berbagai hal lainnya. Tidak ada yang bisa ia lepaskan.
Suatu sore, setelah pulang kerja, Rina mendapatkan telepon dari Aidan. “Ibu, aku butuh uang untuk daftar ujian semester. Teman-temanku sudah bayar, tapi aku belum,” suara Aidan terdengar cemas di ujung telepon.
Rina menggigit bibirnya, mencoba mengendalikan emosinya. "Kita akan cari solusinya, Nak. Aku akan coba pinjam uang dulu," jawabnya dengan suara serak.
Setelah menutup telepon, Rina duduk di tepi tempat tidur. Matanya memandang ruang kosong di sekitar rumah kecil mereka, yang semakin terasa sesak. Tak ada yang bisa ia lakukan selain terus berjuang. Tapi ada kalanya, hatinya merasa begitu hancur.
Di tengah kelelahan yang hampir memuncak, Rina melihat senyum Aidan dan Bella saat mereka pulang sekolah ke rumah. Melihat mereka tersenyum, meskipun tahu mereka tidak tahu betapa sulitnya hidup yang mereka jalani, memberi sedikit kelegaan di hatinya. Rina tahu bahwa meskipun semuanya terasa berat, ia harus terus berjalan. Ia adalah tulang punggung keluarga, dan itu adalah tanggung jawab yang tidak bisa ia tinggalkan.
Keberanian dan cinta Rina adalah bahan bakar yang membuatnya terus bertahan, meskipun dunia terasa menekan. Setiap hari, ia memikul tanggung jawabnya dengan hati yang penuh pengorbanan, meskipun kadang ia merasa hampir kehilangan diri sendiri. Tetapi, bagi Rina, yang terpenting adalah tetap bersama keluarganya, karena dalam kesulitan itu, mereka adalah alasan mengapa dia tetap berdiri tegak.