25/07/2025
Dit4ndai sebagai calon tvmb4l. Lihat apa yang aku lakukan sampai kes14lan justru berbalik padanya yang men4rgetkan diriku menjadi tvmb4lnya
WARUNG SATE DAGING MISTERIUS #10
"Bu... Temani kami tidur, Aliya takut," rengek Aliya, an ak bungsu Bu Linggar yang usianya baru 8 tahun.
"Tapi, Nak. Ibu Ndak bisa temani kalian tidur, kan kamu sudah tidur berdua sama Hana kakakmu, masa masih takut," tolak Bu Linggar dengan lembut.
Selain Devi, anak pertama Bu Linggar yang belum lama meni n ggal. Bu Linggar memiliki dua anak lainya, yaitu Aliya dan Hana, adik kandung Devi.
Aliya 8 tahun masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 2, sedangkan kakaknya Hana 11 tahun, dia juga masih murid sekolah dasar kelas 5.
Sebagai seorang ibu, Bu Linggar sangat menyayangi a na k-a n aknya, ia juga seorang kakak yang baik bagi Yuni adiknya. Sayangnya, rasa sayang Bu Linggar begitu besar kepada adik dan an ak-an aknya, hingga kasih sayang itu membuat Bu Linggar memiliki rasa tak bisa melihat adik dan an ak-ana knya hidup dalam kesusahan.
Meskipun, Bu Linggar harus menggadaikan keimanannya, dengan cara mengabdi kepada set4n. Yang selama ini berhasil membuat Bu Linggar terpana akan kek ay aan dan keja yaan yang didapatnya, dari hasil pengabdian ses atnya itu.
"Aliya takut, Bu. Mbak Devi terus menerus menangis meminta tol ong,"
Mendengar ucapan sang anak bungsu, hati Bu Linggar merasa ters4yat, matanya memanas, bukannya menyesali atas apa yang pernah ia perbuat, ia justru melemparkan kema rahannya kepada Nina.
"Kalian tidur di temani Tante Yuni, Ibu Ndak bisa temani kalian malam ini!" sanggah Bu Linggar, kali ini nada suaranya sedikit meninggi, Aliya tak berani lagi membantah ucapan sang ibu yang raut wajahnya telah memancarkan kem arahan.
"Yun, temani ponakanmu, Mbak mau ke
kamar sebelah!" ucap Bu Linggar datar, Yuni yang sedari tadi berdiri disisi kedua keponakannya, mulai merasa gvsar.
"Untuk apa ke kamar sebelah, Mbak? Aku mau saja temani an ak-an ak. Tapi, jika Mbak memang merasa lelah, bukannya seharusnya mbak pergi ke kamar tidur untuk beristirahat? Ini sudah larut, Mbak! Untuk apa lagi Mbak pergi ke kamar sebelah yang bahkan tempat tidur pun tidak tersedia disana!" tukas Yuni, wanita muda itu mulai merasa mu4k dengan sikap kakaknya yang lebih sering menghabiskan waktu di ka mar sebelah, yang tak lain merupakan ruang pemvjaan.
"Sudahlah, Yuni! Kamu nurut saja apa kata, Mbak! Kamu itu harusnya bersyukur, karena apa yang Mbak lakukan ini, kamu bisa masuk kuliah kedokteran, coba kalo Mbak nggak Mvja! Kita selamanya hanya akan dih1n4 dan menjadi gvnjin gan tetangga karena hut4ng kita menumpuk dimana-mana! Apa kamu lebih s**a seperti itu, ha?!" pekik Bu Linggar, tak s**a mendengar nasehat sang adik.
Yuni hanya menggeleng lemah.
"Seandainya aku tahu dari awal dari mana Mbak memperoleh keka yaan Mbak ini, tidak akan mau aku di sekolahkan tinggi dengan u4ng har4m hasil Mvja! Lebih baik kita misk1n tapi tetap mulia di mata Allah, Mbak! Dari pada kita ka ya, tapi hasil dari kita menyekvtukannya!" Yuni tak mau kalah. Sudah terlalu lama wanita itu hanya diam melihat perbuatan kakaknya, namun tidak. Setelah kepergian Devi sang keponakan, Yuni tak bisa tinggal diam, ia tak mau jika Aliya dan Hana menjadi k0rban keser4kahan Linggar selanjutnya.
"Hah, sudah! Aku mau ke kamar sebelah, urus ponakanmu sana! Das ar, adik tak tahu di untvng!" gerutu Linggar, seraya berlalu menuju kamar pemvjaan. Yuni hanya menggeleng lemah, bulir bening yang baru saja mengalir dari pelupuk mata segera ia hapus k asar, ia tak tahu lagi bagaimana cara untuk menyadarkan kakaknya itu.
************************
Setibanya didalam ruang pemvjaan, Bu Linggar segera duduk bersila menghadap aneka sesa ji dan dvpa yang telah disiapkan sebelumnya.
Diambilnya boneka akar yang membentuk manusia berukuran kurang lebih 30 cm.
Kedua tangan Bu Linggar menggenggam sepasang kaki boneka akar tersebut, lalu menggerakkan boneka itu memutar diatas asap pembakaran dvpa.
Sepasang mata Bu Linggar memejam, mulutnya kom4t-k4mit, hati dan fikiranya berkonsentrasi dalam satu tujuan.
"Nina, datanglah, saatnya kamu untuk bekerja..." ucap Bu Linggar, masih dengan mata memejam, dan kedua tangan memutar boneka akar diatas asap d**a.
************
Nina telah berdiri didepan warung sate, g4dis itu membuang nafas kasar.
Dengan berat, kakinya melangkah mendekati pintu kaca yang merupakan pintu utama warung milik Bu linggar itu.
Nina mendorong pintu tersebut hingga pintu kaca terbuka dan memberi jalan gadis itu untuk masuk kedalam warung tersebut.
Seperti biasa, warung itu telah ramai oleh pengunjung, dan seperti biasa pengunjung warung di malam hari bukanlah pengunjung biasa, mereka semua bukan manusia.
Terlihat Widia tengah sibuk menggiling bumbu kacang, gadis bertubuh melepvh itu menggiling kacang diatas cobek dengan wajah pucat dan tatapan yang kosong.
Di sisi yang lain, Devi terlihat melayani para pemb eli yang hadir, tatapan Devi juga terlihat kosong, ada juga beberapa pekerja yang lain. Dari apa yang Nina lihat, para pekerja yang ada di warung tersebut. Merupakan para tvmbal Bu Linggar yang sudah menin ggal.
Nina meneguk ludah, tugasnya telah menanti. Sebuah suara terdengar memekakkan telinga.
"Nina! Ambil da ging di ruang penyimpanan!" selalu tugas itu yang didapat Nina tiap kali alam bawah sadarnya membawa gadis itu ke warung sate untuk bekerja.
Nina menggeleng kuat, namun sosok berjubah telah memberinya sebilah cangkul dan mem aksa gadis itu untuk masuk kedalam ruang penyimpanan.
Nina membuang nafas berat, tangannya yang gemetar menekan hendel pintu tempat penyimpanan da ging.
Namun, baru saja pintu hendak terbuka, sebuah bisikan terdengar nyaring.
"PERGI!"
AAAAAA....!!!
Bu Linggar terpental, begitu p**a dengan boneka akar yang terpental jauh dari tanganya, dari mulut wanita paruh baya itu mengalir dar4h segar.
Bu Linggar mere mas da danya yang terasa begitu ny er i.
"Kur4ng aj4r! Siapa Nina sebenarnya? Mengapa g adis itu selalu lepas dari jera tanku?! Haaaagh....!!!" Bu linggar menjambak rambutnya sendiri, wanita itu begitu frvstasi karena beberapa malam usahanya untuk menje rat Nina masih saja ga gal.
*****************
"Bu...!" Nina terbangun dari tidurnya, nafasnya tersengal keringat dingin membasahi wajah dan lehernya, dar4h juga turut mengaliri kedua lvbang hidung gadis itu.
Bu Lisna yang kaget juga turut terbangun, malam itu Nina masih berada di rumah sak it, Bu Lisna menjaga anaknya hingga ketiduran diatas sofa.
"Mimpi bvruk lagi kamu, nduk? Mim isan terus begini," Bu Lisna panik, dengan beberapa lembar tisue, ia membersihkan dar4h yang mengalir dari hidvng anaknya.
Nina belum menjawab, ia masih berusaha menetralkan perasaan takut yang dibawanya dari alam mimpi.
"Ayah dan Mas Ulwan kemana, Bu?" tanya Nina, lirih, nafasnya masih tersengal.
"Sudah ibu suruh p**ang, kasihan, ayah dan Masmu besok harus bekerja. Takutnya mereka akan kelelahan kalo ikut jaga di rumah sakit, lagi p**a dokter nggak bolehin terlalu banyak yang menunggu pasien," jawab Bu Lisna, masih sibuk membersihkan wajah anaknya yang belepotan dengan pelvh dan d4rah.
"Bu, aku mau sholat," lirih Nina seraya bangkit dari tempat tidurnya, Bu Lisna melirik jam dinding yang menunjuk pukvl 03:00
"Kan kamu masih lemas, nduk?"
"Cuma lemas, Bu. Kan bisa pelan-pelan," jawab Nina, sejak mimpi buruk terus-menerus menimpa dirinya, setelah terbangun, Nina tak berani untuk kembali tidur, oleh karena itu. Nina selalu memutuskan untuk melakukan sholat malam agar hatinya mendapat kedamaian dan kesejukan, selain itu. Ia juga mengharap agar ter or yang selama ini mengha ntui dirinya dapat segera berakhir.
Nina dan ibunya mengambil wudhu di toilet yang berada didalam ruangan tempat Nina dirawat, namun karena Bu Lisna lupa membawa mukena, ia berinisiatif untuk mengambil mukena di mushola rumah sa kit.
"Nina ikut, Bu," ucap Nina, gadis itu merasa tak ut jika di tinggal didalam ruangan seorang diri.
"Tapi musholanya agak jauh loh, nduk, ada di ujung lorong. Memang kamu masih sanggup jalan kesana?"
"Sanggup, Bu," jawab Nina, meski sebenarnya tubvhnya masih merasa lemas.
"Yowes nek ngono, ayo, kita jalan pelan-pelan," ajak Bu Lisna, memapah anaknya.
Ibu dan anak itu berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju mushola yang letaknya berada di ujung lorong tersebut, sepanjang perjalanan suasana terasa begitu sepi. Tak ada lagi orang yang berlalu lalang disana, karena waktu masih dini hari, pasien, petugas serta penunggu pasien sedang beristirahat di tempatnya masing-masing.
Di sepanjang perjalanan Nina dan ibunya, mereka hanya berpapasan dengan seorang laki-laki yang mungkin usianya berkisar 25 tahun, laki-laki itu berdiri terpaku saat berpapasan dengan ibu dan anak itu.
Entah apa yang lelaki itu pikirkan, namun saat melihat Nina, matanya terbelalak, dan nampak begitu terkejut, Nina yang menyadari hal itu pun hanya mengangguk canggung saat melewati pria tersebut.
Alih-alih melanjutkan langkahnya, pria itu justru berbalik arah dan mengikuti langkah Nina beserta ibunya, hal itu membuat Nina dan sang ibu merasa tidak nyaman. Terlebih, suasana lorong tampak sepi, tak ada siapapun selain mereka bertiga disana.
Bersambung....
Tamat di KBM dengan judul : WARUNG SATE D4GING MISTERIUS
Penulis : Rava Purwati