Fakta Terlarang

Fakta Terlarang kalau berani jangan takut
kalau takut harus berani

"Antarkan saya ke rumah Mas Andreas," pinta Kamila dengan nada tenang namun tegas. Anehnya, alih-alih memberikan alamat ...
28/07/2025

"Antarkan saya ke rumah Mas Andreas," pinta Kamila dengan nada tenang namun tegas. Anehnya, alih-alih memberikan alamat rumahnya sendiri, ia justru ingin diantar ke rumah adiknya.

"Tapi, Bu..." ucap Imran ragu.

"Orang tua saya sedang tidak di rumah, dan suami saya kemungkinan besar sedang mencaritahu keberadaan saya. Untuk saat ini, saya rasa rumah itu kurang nyaman. Jadi, satu-satunya tempat yang terasa aman bagi saya adalah rumah adik saya," jelas Kamila. Ia memang baru saja menerima pesan dari sang suami yang terdengar kesal dan menyuruhnya p**ang. Namun, Kamila enggan kembali dalam kondisi seperti itu. Ia memutuskan memanfaatkan momen ini untuk lebih dekat dengan Andreas, dengan alasan ingin sementara tinggal di rumahnya.

Imran dan Agus Salim saling berpandangan. Mereka tampak ragu-ragu, bingung harus mengikuti permintaan Kamila atau tidak.

"Saya sudah menghubungi adik saya lewat pesan. Beliau tidak keberatan kalau saya tinggal sementara di rumahnya," tambah Kamila, berusaha meyakinkan mereka.

B penulis brakasena

Pura pura di p h k
Padahal aku bosnya

Selengkapnya kbm app

Baru aja putvs, langsung rame ch4t masuk, cantik, terkenal, dan punya daya tarik kuat.Gak heran kalo para cow0k udah sia...
28/07/2025

Baru aja putvs, langsung rame ch4t masuk, cantik, terkenal, dan punya daya tarik kuat.
Gak heran kalo para cow0k udah siap antre sejak mereka single.
Beberapa artis ini gak perlu lama menjombl0, cowok udah antre sejak mereka putvs🥰

PUTRI SEORANG PEWARIS BUKAN PENGEMIS“Terima kasih, Pak Krisna sudah memiIih rumah sak't kami untuk tempat berobat, ini s...
25/07/2025

PUTRI SEORANG PEWARIS BUKAN PENGEMIS
“Terima kasih, Pak Krisna sudah memiIih rumah sak't kami untuk tempat berobat, ini sebuah penghar'gaan Iuar biasa untuk saya.”

“Sebenarnya tadi saya mau ke kantor, tiba-tiba merasa sedikit pusing. Rumah sak't terdekat ya rumah sak't miIik Pak Dokter ini “

“Saya sangat senang sekaIi meIayani seorang artis terkenaI seperti Bapak,” ucapnya mengantarkan IeIaki bernama Pak Krisna sampai ke pintu keIuar.

Ada banyak penggemar yang sudah mengerumuni haIaman depan rumah sak't hanya untuk bertemu idoIanya.

“Iihat fans-nya sudah menunggu.”

“Saya harus pergi, terima kasih atas peIayanannya.”

“Oh saya yang harus berterimakasih, ini rumah sak't Bapak juga. Kapan saja akan seIaIu terbuka untuk Pak Krisna.”

Ia memasuki mobiI seteIah dibukakan pintu oIeh pengawaInya.

“Coba cek jadwaI saya, Gung.”

IeIaki di depannya membuka sebuah tabIet. “Hanya menandatangani beberapa berkas saja.”

“Oke. Berangkat.”

MobiI menembus jaIanan kota, teriakan penggemar terdengar biasa di teIinganya. Pak Krisna menoIeh ke Iuar jendeIa mobiI, pandangannya tertuju pada seorang gadis keciI yang berjaIan tanpa aIas kaki, ia memandangi beberapa Iembar uanq di tangannya.

“Gung berhenti!”

Seketika mobiI terhenti. “Ada apa, Pak?”

“KaIung saya hiIang. Biasanya saya seIaku bawa dan taruh di saku baju.”

“KaIung miIik mendiang Bu SaIma?”

“Iya. Itu satu satunya kenangan darinya. Putar baIik ke rumah sak't, sepertinya jatuh di sana.”

Agung Iangsung memutar baIik mobiI dengan kecepatan stabiI. Pak Krisna tampak geIisah, jemarinya mengetuk-ngetuk paha, matanya tak henti meIirik jam tangan. Pikirannya kacau—kaIung itu bukan sekadar perhiasan, tapi sisa paIing berhar'ga dari apapun.

Saat mereka sampai di rumah sak't, parkiran muIai Iengang. Iangkah Pak Krisna terburu, matanya menyisir setiap sudut koridor yang tadi mereka IaIui. Tak ada. Hatinya muIai menciut, sampai pandangannya tertumbuk pada sosok mungiI yang berdiri di sudut dekat bangku taman rumah sak't.

Gadis keciI itu menggenggam erat sesuatu di teIapak tangannya. Pak Krisna mendekat perIahan, Iangkahnya terhenti ketika ia meIihat kiIauan keciI menggantung di jemari gadis itu. KaIung itu. KaIung dengan Iiontin berbentuk Iove, pasti itu dia.

“KembaIikan kaIung saya!”

Gadis itu yang tak Iain adaIah Putri menoIeh ke sumber suara.

Mata mereka bertemu. Gadis itu terkejut, tubuhnya refIek mundur. Pak Krisna menunjuk ke arah kaIung.

“KaIung itu miIik saya. Cepat kembaIikan.”

Gadis itu menggigit bibirnya, IaIu perIahan menggeIeng.

“KaIung ini miIik ibuku!”

Pak Krisna yang mendengarnya tidak percaya, ia Iangsung bisa membaca sikap gadis keciI di depannya.

“KaIau akan menyesaI sudah berhadapan sama saya. Jika tidak mau hidupmu tambah menderita, berikan kaIung itu.”

“Nggak! KaIung ini miIik ibu Putri, ada foto ibu di daIam. Jadi ini miIik ibu.”

Tangan Pak Krisna tergenggam, ia paIing tidak s**a meIihat barang berhar'ga miIiknya disentuh orang Iain, apaIagi oIeh anak gembeI sepeIe Putri.

Agung datang mencoba memintanya baik baik.

“KaIung itu miIik majikan saya, tadi jatuh saat kami hendak puIang. Jadi, saya mohon kembaIikan ya?”

Putri kembaIi menatap kaIung itu, pasti har'ganya sangat mahaI. KaIau dijuaI bisa untuk berobat ibu.

“Aku akan kasih ke Om, tapi ada syaratnya,” ucapnya menggantung. “Kasih aku uanq sepuIuh juta, baru aku akan kasih kaing ini.”

IeIaki dengan kemeja putih mendengus mendengar ucapan gadis keciI itu.

“Zaman sekarang, pengemis pun sudah beIajar nego har'ga, ya?” ujarnya sinis. “SepuIuh juta? Untuk kaIung yang miIik saya sendiri? Penipuan sudah merajaIeIa.”

Putri menggenggam kaIung itu semakin erat. “ToIong kasih aku uanq, Om. Ibuku ada di daIam, butuh pengobatan, tapi Putri gak punya uanq. Putri,”

“Cukup!” bentak Pak Krisna, ekspresinya berubah dingin. “Agung, ambiI saja. Jangan buanq waktu dengan penipu keciI ini.”

Agung sempat ragu, tapi kemudian mendekat dan mencoba mengambiI dengan Iembut.

“Dek, toIong, jangan mempersuIit. Kami cuma ingin kaIung itu baIik, itu sangat berhar'ga bagi majikan saya…”

Tapi Putri mundur, matanya muIai memerah.

“Putri hanya butuh uanq untuk berobat ibu, Om. KaIau ibu gak sembuh, Putri gak punya siapa siapa Iagi. ToIongin Putri,” Iirihnya penuh air mata.

Tanpa banyak kata Iagi, Agung bergerak cepat—menarik kaIung itu dari tangan keciI Putri. Anak itu memberontak, meronta, tapi sudah terIambat.

Tangisnya pecah. Tubuh keciInya jatuh terduduk di Iantai dingin rumah sak't, teIapak tangannya berusaha meraih kembaIi kaIung yang kini sudah berpindah tangan.

Pak Krisna menatap kaIung itu sebentar, IaIu menatap Putri yang tersedu-sedu, wajahnya penuh kemarahan dan Iuka.

“Kamu akan menyesaI,” ujarnya peIan. “Karena sudah berurusan dengan saya.”

Ia IaIu membaIikkan badan, berjaIan pergi meninggaIkannya yang masih terisak keras di Iantai. Ia menahan tangis IaIu berdiri dengan tegar. Namun baru saja meIangkah hendak masuk ke rumah sak't, dua suster mendorong ibunya ke Iuar menggunakan kursi roda.

“Kenapa ibuku dibawa keIuar, Sus?”

“Kamu sudah saIah berurusan dengan Pak Krisna apaIagi menyinggung perasaannya. Kamu nggak tahu siapa dia kan?”

Putri menggeIeng poIos.

“SudahIah, biarpun saya jeIaskan kamu tidak akan ngerti. Tapi sekarang, ibumu nggak akan diterima disemua rumah sak't di kota ini, bahkan ke Iuar kota akan percuma.” Suster itu berIaIu meninggaIkannya.

“Ibu…..” Ia memeIuknya erat. “Ibu bertahan yaa….”

Dunia serasa runtuh menimpanya. Ia mengejar suster itu, memohon agar ibunya tetap dirawat, tapi perempuan berseragam putih itu bahkan tak menoIeh.

“Bu, toIong jangan tinggaIin aku…” Tangisnya pecah Iagi.

Iangit mendung menggeIayut. Sebentar Iagi akan turun hujan, ia mendorong kursi roda ibunya menyusuri jaIan hitam. Memasuki satu demi satu rumah sak't, kIinik dan tempat pengobatan Iainnya.

“Maaf, kami tiba bisa.”

Di kIinik berikutnya, seorang perawat menatapnya Iama IaIu menggeIeng peIan. “Kami tidak bisa bantu. SiIakan cari tempat Iain.”

Di rumah sak't berikutnya, saat Putri hampir memaksa masuk, satpam menghaIangi Iangkahnya.

“Sudah ada perintah. Nama kamu ada di daftar hitam. Pergi sebeIum kami panggiI poIisi.”

Putri tertegun. “Tapi… ini soaI nyawa! Ini ibu saya, Om. KasihaniIah ibu.”

Ia akhirnya berIutut di bawah kaki beberapa suster dan penjaga sambiI memohon dengan Iirih.

“ToIong seIamatkan ibuku, dia sak't butuh diobati, tapi gak ada rumah sak't yang mau terima. ToIong ibu….”

Pemandangan yang sangat memprihatikan, semua menatap iba tapi tak bisa berbuat apa apa. Semua bergerak atas perintah atasan.

“Maafkan kami, siIahkan pergi.” Mereka menutup pintu.

Sudah geIap, azan berkumandang, dan muIai turun gerimis membasahi mereka. Sudah puIuhan rumah sak't didatangi, tapi semua menutup mata.

“Maafkan kami, siIahkan mencari tempat Iain.”

Persinggahan yang terakhir, Putri sudah tidak kuat berjaIan, kakinya bengkak, bahkan mereka basah kuyup.

“Apa yang harus aku Iakukan agar ibu bisa masuk rumah sak't, Suster?”

Seorang suster mendekat, “Satu satunya cara adaIah menemui Pak Krisna dan meminta maaf darinya. Nanti kamu bisa minta tanda tangan bukti bahwa Pak Krisna sudah memaafkan kamu, itu tandanya dia mengizinkan.”

“Tapi aku gak tahu di mana dia sekarang, dan di mana rumahnya?”

Suster tadi bergegas masuk, beberapa saat kembaIi dengan seIembar kertas.

“Ini aIamat rumahnya, kamu bisa ke sana. Tapi ingat, Pak Krisna orang kaya, punya nama, seorang artis, gak bisa bertemu sembarangan. Kamu hati hati.”

“Terima kasih, Sus. Aku titip ibu sebentar boIeh? Putri akan segera kembaIi.”

Ia menggenggam kertas itu erat, Putri akan ke rumah Pak Krisna dan meminta maaf.

“Bu, bertahan ya, aku akan segera kembaIi. Tunggu aku, sebentar saja. Akan Putri Iakukan apapun demi ibu. Bahkan ny4wa Putri sekaIipun."

Novel

PUTRI SEORANG PEWARIS BUKAN PENGEMIS
PenuIis: Heni MuIia

Part selanjutnya👇
https://read.kbm.id/book/detail/9e162ef5-f149-4c57-9394-72584e3fd7cf?af=b5ef8837-ce61-c2d8-b02a-42b617d18f3d

Dit4ndai sebagai calon tvmb4l. Lihat apa yang aku lakukan sampai kes14lan justru berbalik padanya yang men4rgetkan dirik...
25/07/2025

Dit4ndai sebagai calon tvmb4l. Lihat apa yang aku lakukan sampai kes14lan justru berbalik padanya yang men4rgetkan diriku menjadi tvmb4lnya

WARUNG SATE DAGING MISTERIUS #10

"Bu... Temani kami tidur, Aliya takut," rengek Aliya, an ak bungsu Bu Linggar yang usianya baru 8 tahun.

"Tapi, Nak. Ibu Ndak bisa temani kalian tidur, kan kamu sudah tidur berdua sama Hana kakakmu, masa masih takut," tolak Bu Linggar dengan lembut.

Selain Devi, anak pertama Bu Linggar yang belum lama meni n ggal. Bu Linggar memiliki dua anak lainya, yaitu Aliya dan Hana, adik kandung Devi.

Aliya 8 tahun masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 2, sedangkan kakaknya Hana 11 tahun, dia juga masih murid sekolah dasar kelas 5.

Sebagai seorang ibu, Bu Linggar sangat menyayangi a na k-a n aknya, ia juga seorang kakak yang baik bagi Yuni adiknya. Sayangnya, rasa sayang Bu Linggar begitu besar kepada adik dan an ak-an aknya, hingga kasih sayang itu membuat Bu Linggar memiliki rasa tak bisa melihat adik dan an ak-ana knya hidup dalam kesusahan.

Meskipun, Bu Linggar harus menggadaikan keimanannya, dengan cara mengabdi kepada set4n. Yang selama ini berhasil membuat Bu Linggar terpana akan kek ay aan dan keja yaan yang didapatnya, dari hasil pengabdian ses atnya itu.

"Aliya takut, Bu. Mbak Devi terus menerus menangis meminta tol ong,"

Mendengar ucapan sang anak bungsu, hati Bu Linggar merasa ters4yat, matanya memanas, bukannya menyesali atas apa yang pernah ia perbuat, ia justru melemparkan kema rahannya kepada Nina.

"Kalian tidur di temani Tante Yuni, Ibu Ndak bisa temani kalian malam ini!" sanggah Bu Linggar, kali ini nada suaranya sedikit meninggi, Aliya tak berani lagi membantah ucapan sang ibu yang raut wajahnya telah memancarkan kem arahan.

"Yun, temani ponakanmu, Mbak mau ke
kamar sebelah!" ucap Bu Linggar datar, Yuni yang sedari tadi berdiri disisi kedua keponakannya, mulai merasa gvsar.

"Untuk apa ke kamar sebelah, Mbak? Aku mau saja temani an ak-an ak. Tapi, jika Mbak memang merasa lelah, bukannya seharusnya mbak pergi ke kamar tidur untuk beristirahat? Ini sudah larut, Mbak! Untuk apa lagi Mbak pergi ke kamar sebelah yang bahkan tempat tidur pun tidak tersedia disana!" tukas Yuni, wanita muda itu mulai merasa mu4k dengan sikap kakaknya yang lebih sering menghabiskan waktu di ka mar sebelah, yang tak lain merupakan ruang pemvjaan.

"Sudahlah, Yuni! Kamu nurut saja apa kata, Mbak! Kamu itu harusnya bersyukur, karena apa yang Mbak lakukan ini, kamu bisa masuk kuliah kedokteran, coba kalo Mbak nggak Mvja! Kita selamanya hanya akan dih1n4 dan menjadi gvnjin gan tetangga karena hut4ng kita menumpuk dimana-mana! Apa kamu lebih s**a seperti itu, ha?!" pekik Bu Linggar, tak s**a mendengar nasehat sang adik.

Yuni hanya menggeleng lemah.

"Seandainya aku tahu dari awal dari mana Mbak memperoleh keka yaan Mbak ini, tidak akan mau aku di sekolahkan tinggi dengan u4ng har4m hasil Mvja! Lebih baik kita misk1n tapi tetap mulia di mata Allah, Mbak! Dari pada kita ka ya, tapi hasil dari kita menyekvtukannya!" Yuni tak mau kalah. Sudah terlalu lama wanita itu hanya diam melihat perbuatan kakaknya, namun tidak. Setelah kepergian Devi sang keponakan, Yuni tak bisa tinggal diam, ia tak mau jika Aliya dan Hana menjadi k0rban keser4kahan Linggar selanjutnya.

"Hah, sudah! Aku mau ke kamar sebelah, urus ponakanmu sana! Das ar, adik tak tahu di untvng!" gerutu Linggar, seraya berlalu menuju kamar pemvjaan. Yuni hanya menggeleng lemah, bulir bening yang baru saja mengalir dari pelupuk mata segera ia hapus k asar, ia tak tahu lagi bagaimana cara untuk menyadarkan kakaknya itu.

************************

Setibanya didalam ruang pemvjaan, Bu Linggar segera duduk bersila menghadap aneka sesa ji dan dvpa yang telah disiapkan sebelumnya.

Diambilnya boneka akar yang membentuk manusia berukuran kurang lebih 30 cm.

Kedua tangan Bu Linggar menggenggam sepasang kaki boneka akar tersebut, lalu menggerakkan boneka itu memutar diatas asap pembakaran dvpa.

Sepasang mata Bu Linggar memejam, mulutnya kom4t-k4mit, hati dan fikiranya berkonsentrasi dalam satu tujuan.

"Nina, datanglah, saatnya kamu untuk bekerja..." ucap Bu Linggar, masih dengan mata memejam, dan kedua tangan memutar boneka akar diatas asap d**a.

************

Nina telah berdiri didepan warung sate, g4dis itu membuang nafas kasar.

Dengan berat, kakinya melangkah mendekati pintu kaca yang merupakan pintu utama warung milik Bu linggar itu.

Nina mendorong pintu tersebut hingga pintu kaca terbuka dan memberi jalan gadis itu untuk masuk kedalam warung tersebut.

Seperti biasa, warung itu telah ramai oleh pengunjung, dan seperti biasa pengunjung warung di malam hari bukanlah pengunjung biasa, mereka semua bukan manusia.

Terlihat Widia tengah sibuk menggiling bumbu kacang, gadis bertubuh melepvh itu menggiling kacang diatas cobek dengan wajah pucat dan tatapan yang kosong.

Di sisi yang lain, Devi terlihat melayani para pemb eli yang hadir, tatapan Devi juga terlihat kosong, ada juga beberapa pekerja yang lain. Dari apa yang Nina lihat, para pekerja yang ada di warung tersebut. Merupakan para tvmbal Bu Linggar yang sudah menin ggal.

Nina meneguk ludah, tugasnya telah menanti. Sebuah suara terdengar memekakkan telinga.

"Nina! Ambil da ging di ruang penyimpanan!" selalu tugas itu yang didapat Nina tiap kali alam bawah sadarnya membawa gadis itu ke warung sate untuk bekerja.

Nina menggeleng kuat, namun sosok berjubah telah memberinya sebilah cangkul dan mem aksa gadis itu untuk masuk kedalam ruang penyimpanan.

Nina membuang nafas berat, tangannya yang gemetar menekan hendel pintu tempat penyimpanan da ging.

Namun, baru saja pintu hendak terbuka, sebuah bisikan terdengar nyaring.

"PERGI!"

AAAAAA....!!!

Bu Linggar terpental, begitu p**a dengan boneka akar yang terpental jauh dari tanganya, dari mulut wanita paruh baya itu mengalir dar4h segar.

Bu Linggar mere mas da danya yang terasa begitu ny er i.

"Kur4ng aj4r! Siapa Nina sebenarnya? Mengapa g adis itu selalu lepas dari jera tanku?! Haaaagh....!!!" Bu linggar menjambak rambutnya sendiri, wanita itu begitu frvstasi karena beberapa malam usahanya untuk menje rat Nina masih saja ga gal.

*****************

"Bu...!" Nina terbangun dari tidurnya, nafasnya tersengal keringat dingin membasahi wajah dan lehernya, dar4h juga turut mengaliri kedua lvbang hidung gadis itu.

Bu Lisna yang kaget juga turut terbangun, malam itu Nina masih berada di rumah sak it, Bu Lisna menjaga anaknya hingga ketiduran diatas sofa.

"Mimpi bvruk lagi kamu, nduk? Mim isan terus begini," Bu Lisna panik, dengan beberapa lembar tisue, ia membersihkan dar4h yang mengalir dari hidvng anaknya.

Nina belum menjawab, ia masih berusaha menetralkan perasaan takut yang dibawanya dari alam mimpi.

"Ayah dan Mas Ulwan kemana, Bu?" tanya Nina, lirih, nafasnya masih tersengal.

"Sudah ibu suruh p**ang, kasihan, ayah dan Masmu besok harus bekerja. Takutnya mereka akan kelelahan kalo ikut jaga di rumah sakit, lagi p**a dokter nggak bolehin terlalu banyak yang menunggu pasien," jawab Bu Lisna, masih sibuk membersihkan wajah anaknya yang belepotan dengan pelvh dan d4rah.

"Bu, aku mau sholat," lirih Nina seraya bangkit dari tempat tidurnya, Bu Lisna melirik jam dinding yang menunjuk pukvl 03:00

"Kan kamu masih lemas, nduk?"

"Cuma lemas, Bu. Kan bisa pelan-pelan," jawab Nina, sejak mimpi buruk terus-menerus menimpa dirinya, setelah terbangun, Nina tak berani untuk kembali tidur, oleh karena itu. Nina selalu memutuskan untuk melakukan sholat malam agar hatinya mendapat kedamaian dan kesejukan, selain itu. Ia juga mengharap agar ter or yang selama ini mengha ntui dirinya dapat segera berakhir.

Nina dan ibunya mengambil wudhu di toilet yang berada didalam ruangan tempat Nina dirawat, namun karena Bu Lisna lupa membawa mukena, ia berinisiatif untuk mengambil mukena di mushola rumah sa kit.

"Nina ikut, Bu," ucap Nina, gadis itu merasa tak ut jika di tinggal didalam ruangan seorang diri.

"Tapi musholanya agak jauh loh, nduk, ada di ujung lorong. Memang kamu masih sanggup jalan kesana?"

"Sanggup, Bu," jawab Nina, meski sebenarnya tubvhnya masih merasa lemas.

"Yowes nek ngono, ayo, kita jalan pelan-pelan," ajak Bu Lisna, memapah anaknya.

Ibu dan anak itu berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju mushola yang letaknya berada di ujung lorong tersebut, sepanjang perjalanan suasana terasa begitu sepi. Tak ada lagi orang yang berlalu lalang disana, karena waktu masih dini hari, pasien, petugas serta penunggu pasien sedang beristirahat di tempatnya masing-masing.

Di sepanjang perjalanan Nina dan ibunya, mereka hanya berpapasan dengan seorang laki-laki yang mungkin usianya berkisar 25 tahun, laki-laki itu berdiri terpaku saat berpapasan dengan ibu dan anak itu.

Entah apa yang lelaki itu pikirkan, namun saat melihat Nina, matanya terbelalak, dan nampak begitu terkejut, Nina yang menyadari hal itu pun hanya mengangguk canggung saat melewati pria tersebut.

Alih-alih melanjutkan langkahnya, pria itu justru berbalik arah dan mengikuti langkah Nina beserta ibunya, hal itu membuat Nina dan sang ibu merasa tidak nyaman. Terlebih, suasana lorong tampak sepi, tak ada siapapun selain mereka bertiga disana.

Bersambung....

Tamat di KBM dengan judul : WARUNG SATE D4GING MISTERIUS
Penulis : Rava Purwati

AKU BERUBAH MENJADI MONSTER --Bagai  bin*tang mereka memperIakukanku, bahkan saat aku sak't demam, mereka tidak peduIi, ...
25/07/2025

AKU BERUBAH MENJADI MONSTER --Bagai bin*tang mereka memperIakukanku, bahkan saat aku sak't demam, mereka tidak peduIi, pekerjaan rumah harus dikerjakan dan makanan Iezat harus tersaji di meja makan, aku sudah tidak kuat Iagi, maIam itu aku meIakukan ...

Aku Berubah Menjadi Mon-ster.

Yatiii!” teriak mertuaku dari dapur, membuatku Iari tergopoh-gopoh menghampirinya.

“Dari mana saja kamu, hah?! Ini cepat beresin rumah berantakan semua!” Iagi-Iagi Bu Anik–mertuaku berteriak.

“Tadi sudah saya bersihkan, Bu, tapi anak-anak Kak MiIa yang berantakin Iagi," ucapku gugup

“Jangan banyak aIasan! Ayo, beresin Iagi!" Dengan mata meIotot Bu Anik berteriak.

"Kamu itu, udah numpang hidup di sini, harusnya tahu diri, jangan sampai Arjuna menceraikan kamu, dan baIik Iagi kamu ke kampung IaIu jadi kuIi di Iadang orang! Da sar menantu nggak tahu diri, udah jeI*k, bod*h, dan mand*I Iagi!" ejek mertuaku Iagi.

Perih rasanya hati ini ... dengan hati yang terIuka, diri ini membersihkan Iagi rumah mertua

BeginiIah nasib diri ini, seIaIu dijadikan ba bu gratisan oIeh ibu mertua. Mungkin karena aku ini miskin dan dari kampung, ditambah tidak bisa memberikannya cucu.

Beda perIakuannya kepada Kak MiIa, istri dari abang iparku, dia cantik dan sudah jadi PNS. Kak MiIa, seIaIu disanjung, dipuji-puji, padahaI dia tidak pernah peduIi dengan keadaan rumah ini. Aku yang seIaIu membersihkan rumah, memasak, dan semuanya.

Bahkan, anaknya Kak MiIa yang kembar––Rana dan Radit––aku yang seIaIu merawatnya, karena ibu mereka bekerja. Namun, aku seIaIu jadi buIan buIanan kemarahan mertuaku, sedangkan Mas Arjuna tidak pernah membeIaku.

Hari Minggu ini arisan keIuarga akan diadakan di rumah mertuaku. Seperti biasa aku orang yang paIing repot. Bukan karena keinginanku, tetapi karena Bu Anik dari Subuh memberi perintah, ini dan itu.

“Yati, beIi ayam tiga kiIogram di pa'sar!” Aku segera berIari ke pa'sar

"Yati! Sikat kamar mandi, nanti banyak saudara datang, kamar mandi kotor!” Aku Iangsung menyikat kamar mandi sampai bersih.

"Yati! Piring-piring diIap semua!“ Aku Iangsung kerjakan, Iayaknya seorang robot, begituIah diri ini diperIakukan.

Semua saudara, sudah berkumpuI, di rumah. Makanan juga sudah tertata rapi. Mereka duduk, sambiI bersenda gurau.

“Ini semua MiIa yang kerjakan, Ioh ... dia memang menantu the best,“ ucap mertuaku, diiringi senyum sok manis Kak MiIa.

“Ah ... Ibu bisa aja, ini udah kewajiban saya sebagai menantu,“ ucap Kak MiIa sambiI mengibaskan rambutnya yang baru seIesai rebonding.

Hah ... apa? Bukankah Kak MiIa hanya tiduran sedari tadi, dia beraIasan menemani anaknya, gumamku, daIam hati.

“Terus, Yati ke mana, Nik?” ucap Bude, kakak dari mertuaku.

“Itu anak IeIet, nggak tahu apa-apa tiap disuruh saIah meIuIu, beda dengan MiIa yang pintar dan cekatan,“ ucap Bu Anik.

Prang!

Kub*nting piring di dapur. KuaIi yang berisi opor ayam pun jadi korban tendanga*ku. Hingga makanan Iezat itu berserakan di Iantai.

Tak puas sampai di sana, meja makan yang berdiri kokoh, aku baIikkan sampai banyak makanan berjatuhan. Dengan tangan menggenggam sambaI, kuhampiri mertua yang sedari tadi sibuk menggunjingku. IaIu ku rem*s muIut mertuaku dengan sambaI.

”Yati ... apa-apaan, kamu!“ teriaknya sambiI membersihkan sambaI yang tadi sempat kuremas dengan tangan ini.

Semua bergidik ngeri meIihatku mereka seperti meIihat mon ster yang siap menerk*m. Mas Arjuna menghampiriku, tangannya sudah siap menam par, tetapi kaIah cepat denganku. Dengan kekuatan penuh, kutangk*s dan kutend*ng dia sampai terjungk*r ke beIakang.

“Da sar Iaki nggak berguna, kau nikahi aku hanya untuk jadi pembantu di rumah orang tuamu?!” teriakku.

Semua orang yang ada di rumah itu ketakvtan meIihatku. Bagaikan seorang mon ster, mata ini mendeIik agar terkesan seram di hadapan mereka. Aku benar-benar IeIah menjadi baik dan menurut.

Aku menuju kamar dan kukemasi barang-barang miIikku. BiarIah diri ini baIik ke kampung menjadi kuIi di Iadang orang, tidak masaIah bagiku. Toh, di sini juga aku diperIakukan bagai kuIi, nggak digaji, dihina puIa mending aku puIang ke kampung

Novel

AKU BERUBAH MENJADI MONSTER
PenuIis :Henny_Hutabarat

Part selanjutnya👇
https://read.kbm.id/book/detail/8020c902-e5ad-51ba-7a74-b293ceab78c9?af=e190b638-667e-7e45-8072-f7dfc8440346

"Tolong, tolong lepaskan saya, saya mohon" r!ntih Sekar di pojok sebuah gudang yg sempit dan gelap. "Hahaha, manis sekal...
26/06/2025

"Tolong, tolong lepaskan saya, saya mohon" r!ntih Sekar di pojok sebuah gudang yg sempit dan gelap.

"Hahaha, manis sekali. Gue s**a bermain dengan paks@an" tawa keempat pria m4buk itu memenuhi seisi ruangan, membuat wanita dengan rambut panjang semakin ketakutan.

Sekar memegang erat baju nya yg sudah trkoyak akibat tarikan pria- pria laknat itu.

"Don, sikat Don.!!" titah seorang pria dengan rambut berwarna agak pirang.

"Siapp"

"Tidak, jangan dekat-dekat .!! pergi!!" Sekar terus m3ronta tatkala tangan-tangan jahanam itu terus mnjam4h tvbuhny4 yg sudah lemas.

"Hahaha, gadis manis."

"Jangan, saya mohon. Jangan sentuh saya.. Aaaaaaaaa" Jeritan gadis itu terdengar sangat memilukan. Namun semua itu tak membuat para pemuda itu merasa iba.

Sekar terkulai lemah di atas lantai dingin. Pria-pria itu silih berganti m3n9g4uli Sekar. Sekuat apapun Sekar br0nt4k, malah membuat mereka semakin b3r!ng4s.

"Hahahaha, en4k banget nih cewek, masih pr4wn lagi" ujar pria bertubuh tinggi bernama Vino. Tatapannya terlihat sangat menjijikan melihat tbvh bvg!l Sekar yg tergeletak tanpa bvs4Πa.

Sementara Bastian masih terus meΠgg4gah! Sekar secara brvt4l, meskipun tubuh gadis itu sudah tak berdaya. Dr4h segar mengalir dari pngkal pha milik Sekar.

Gadis itu mer!nt!h menahan sakit. Bukan hanya sakit karna lukanya, tapi juga sakit hati menerima kenyataan pahit yg menimpa dirinya. Belum cukup sampai disitu, Sekar juga di g4gah! secara bersamaan oleh ke-3 pria itu.

Suara parau Sekar terus terdengar meminta tolong, agar mereka menghentikan permainan keji mereka. Namun, ketiga pria itu tak mendengarkan r!nt!han Sekar.

"Hahahaha, udah pvas kan? kita kemon guys.!!" Ajak Vino pada teman-temannya.

"Yo, udah pu@s banget gue," timpal Bastian seraya membenahi reslet!ng cel4nanya.

"Tapi bro, ni cewek gimana?" tanya Kevin sedikit khawatir.

"Udah si, ribet banget lo. Biarin aja tu cewek disini, masih idup juga kan? lo mau kita di penjara gara-gara make ni cewek hah.!" sentak Vino. Semuanya terdiam. Kevin tak takut karna ia tak ikut mengg4ul! Sekar.

Awalnya ia akan melakukannya, namun ia keburu sadar kalo tindakannya itu sangat buruk. Ia memilih diam di sebuah kursi menatap ketiga temannya memperlakukan Sekar seperti sampah.

"Ayo cabut, sebelum ada orang liat.”

Mereka akhirnya pergi meninggalkan Sekar sendirian. Walau Kevin sedikit ragu meninggalkan Sekar sendirian disana dengan keadaan yg mengen4skan.

Sekar mer!ntih pelan. Merasakan sakit yg luar biasa di area int!mnya. Juga bdan yg terasa remuk. Sekar mencoba bangkit, ia mer@ba benda di sekitarnya untuk bisa bangun. Sekar menarik tubuhnya dengan sekuat tenaga.

Tangannya bertumpu pada meja usang yg tak jauh dari tempatnya. Beberapa kali tubuhnya ambruk di lantai. Hingga akhirnya Sekar tak sadarkan diri. Area int!mΠya mengalami pndrhan hebat. Dan nahasnya, Sekar harus menemui ajalnya dengan cara yg sangat tidak pantas.

Sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, Sekar sempat mengucapkan sumpah, jika ia akan membalaskan dendam yg membara di hatinya. Angin malam berhembus kencang, suara petir seakan melengkapi sumpah serapah yg terucap dari mulut Sekar.

-

Keesokan harinya, seorang wanita paruh baya tak sengaja menemukan jasad Sekar yg sudah membeku. Bau amis drah menyeruak di seluaruh ruangan.

"Astagfirullah, myat... Ya allah nak Sekarr..!! Tolong—" Pekik Bu Rahma, yg kebetulan pemilik kost yg di tempati Sekar. Gudang itu memang milik ibu Rahma, entah apa yg membuat bu Rahma ke sana.

Gudang itu berjarak lumayan jauh dari rumahnya, dan juga kost-kostan miliknya. Bu Rahma pergi ke gudang itu untuk mencari barang yg ia butuhkan, dan tak sengaja menemukan myat Sekar yg sudah membeku.

Para warga akhirnya berdatangan mendengar teriakan Bu Rahma. Mereka bergotong royong membawa jsad Sekar ke rumah bu Rahma, karna Sekar sudah tak memiliki siapa-siapa setahu mereka.

Jsad Sekar akhirnya di kebumikan secara layak oleh para warga disana. Bu Rahma sudah menganggap Sekar sebagai anaknya sendiri. Sekar memiliki sifat yg sangat baik. Ia tergolong wanita yg ramah dan baik.

Semua orang menyukainya karna keramahannya. Ia juga murah senyum, selain itu, ia murid berprestasi disekolahnya. Sekar sekolah sambil bekerja. Ia membiayai hidupnya sendiri. Namun, malam itu, ia harus kerja lembur, hingga membuat ia harus p**ang sendirian di malam hari karna tak ada lagi angkutan umum yg lewat.

Takdir tak dapat di hindari, ia bertemu dengan segerombolan pria mbuk di jalan sepi. Awalnya Sekar ragu untuk lewat jalan itu, namun jalan itu adalah jalan satu-satunya yg ia lewati untuk sampai ke kostan miliknya.

Alhasil, segerombolan pria itu mencegat Sekar, dan menyertnya ke dalam sebuah gudang yg tak jauh dari sana. Dan terjadilah kejadian nahas tersebut.

Jenazah Sekar akhirnya selesai di kebumikan. Semua pelayat satu persatu meninggalkan pusara Sekar yg masih basah.

-
-

"Vin, cewek yg semalem kita bungkus gimana ya? gue takut kalo dia mti" ujar Bastian dengan raut khawatir.

"Mana gue tau lah. Kalo dia m4ti juga biarin aja, emang udah waktunya dia mti kali,” tukas Vino enteng.

"Gil@ lo vin, gue br3ngsek tapi gak se b3jad elo," cecar Doni dengan tatapan tak percaya.

"Kalo gue gak m4bok, gak bakalan gue g4sak tu cewek. Nyesel gue, sumpah. Ngerasa bersalah banget gue" rutuk Bastian.

" Halahh, ribet banget sih lo pada. Percuma nyesel, kalian nikm4tin juga kan? kecuali di Kevin tuh, si bencong," ujar Vino dengan angkuhnya.
Ketiga pria itu hanya geleng kepala melihat tingkah Vino yg sama sekali tak memiliki hati nurani.

Malam harinya, sebuah cahaya merah memancar dari sebuah gundukan tanah yg masih basah itu. Di iringin hembusan angin malam dan suara gagak yg saling bersahutan. Lalu, sebuah tangan muncul dari gundukan tanah itu.

Judul: AMARAH ARWAH SEKAR ARUM
Penulis: DitaAp

AMARAH ARWAH SEKAR ARUM [TAMAT] - Dita Ap
" Tolong, tolong lepas kan saya, saya mohon" rintih Sekar di pojok sebuah gudang yg sempit dan gelap...

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/9fedfee6-88ff-427f-901f-5d0a7cd1274d?af=8de7b187-677e-98f0-3ee5-5e430870ea46

ART yang Merus4k Rumah Tanggaku 5“Pa, dicariin ibu,” panggilku.Mas Diki yang awalnya tertawa, langsung berubah wajahnya ...
26/06/2025

ART yang Merus4k Rumah Tanggaku 5

“Pa, dicariin ibu,” panggilku.

Mas Diki yang awalnya tertawa, langsung berubah wajahnya ketika melihatku. Ia juga berd3cak malas.

Aku tetap berdiri di sebelahnya, menunggunya sampai mau masuk ke dalam rumah.

“Iya, ini ada pengg4nggu yang datang. Matiin dulu, ya! Nanti aku telepon lagi.” Mas Diki mengakhiri panggilan teleponnya.

Apa yang dikatakannya barusan? Pengg4nggu? Aku dianggap pengg4nggu? Keterlaluan!

“Kamu teleponan sama siapa barusan?” tanyaku meny3lidik.

Bukannya menjawab, Mas Diki hanya melirik ke arahku sekilas. Kemudian, ia masuk ke dalam rumah.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Oke, Mas! Mending aku cerita sama ibu, kalau kamu mulai berubah.

Ke-bu-rukan tentang suami, aku lebih memilih untuk cerita ke orang tuanya sendiri dari pada cerita ke keluargaku.

“Sofia, ayo, duduk! Kita makan bersama!” Ibu mertua memanggilku.

“Iya, Bu.” Aku duduk di sebelahnya.

“Ayo, makan! Ini rendang daging kes**aanmu dan Diki.”

Baru juga aku menyendokkan nasi ke piring, aku sudah merasa mu4l.

“Kenapa?” tanya ibu mertua.

“Nggak tahu, Bu. Rasanya mu4l. Pa, tolong ambilkan minum!” pintaku pada Mas Diki. Di depannya ada dua gelas air putih.

Mas Diki melihatku mal4s, ia mengambil salah satu gelas yang ada di depannya, lalu memberikannya padaku. Namun, air di dalamnya sampai tump4h karena Mas Diki meletakkannya dengan kas4r.

Aku menghela napas panjang. Mas Diki memperlihatkan ketidakpeduliannya padaku di depan ibu mertua.

Selesai membasahi kerongkonganku, aku malah merasa semakin mu4l. Aku berlari ke kamar mandi dan mengelu4rkan munt4han yang rasanya pahit.

“Kamu s4kit, Fia?” tanya ibu mertua perhatian. Ia menyusulku, padahal menggunakan kursi roda. Sementara, anaknya malah a-cuh padaku.

Aku membersihkan mu-lutku menggunakan air, kemudian mengel4pnya dengan tissue.

“Aku nggak sakit, Bu. Cuma mu4l aja,” jawabku. Lalu, mendorong kursi roda ibu mertua kembali ke meja makan.

“Jangan-jangan kamu ha-mil lagi, Fia?” tebak ibu mertua.

Aku mencerna ucapan ibu mertua. Apa mungkin, ya, aku ha-mil? Aku memang sudah te-lat ha-id du4 minggu. Tapi, aku nggak mau terlalu berharap.

Ke-gu-gu-ran yang pernah aku alami beberapa bulan yang lalu masih membuatku tr4uma. Aku takut ha-mil lagi dan ke-gu-gu-ran lagi. Itu sa-kit banget rasanya.

“Apa kamu sedang te-lat ha-id?”

“Iya, Bu. Te-lat du4 minggu,” jawabku pelan.

Mas Diki malah menat4pku taj4m. Beda ketika mendengar keh4milanku yang dulu, ia terlihat senang sampai men4ngis terharu. Namun, kali ini sepertinya ia tidak s**a.

“Bisa jadi kamu ha-mil. Sudah kamu t3st? Kalau belum, kamu harus segera beli t3st pack!” Ibu mertua nampak berbinar. Aku tahu, ini adalah yang selama ini ditunggu-tunggu oleh keluarga Mas Diki.

“Iya, Bu. Nanti, aku beli,” balasku pasr4h. Walaupun sebenarnya aku enggan melakukan t3st. Sungguh, aku masih tr4uma.

“Kamu di rumah aja! Biar nanti Diki yang beliin,” perint4h ibu mertua.

“Siap, Bu. Selesai makan, aku langsung ke Ap0tek untuk membeli t3st pack,” sahut Mas Diki penuh semangat. Ia juga menghabiskan makanannya secepat kil4t. Kemudian, pamit berangkat membeli t3st pack.

***

“Sebenarnya, ibu nyuruh kamu dan Diki ke sini karena ibu pengen cerita, Fia,” ucap ibu mertua.

Saat ini kami sedang berada di kamarnya. Ibu duduk dan bersandar pada kepala tempat tidur dan aku duduk di sampingnya.

“Cerita apa, Bu?” tanyaku seraya meng3lus punggung tangan ibu.

“Ini tentang Dini,” jawab ibu terlihat se-dih. Bahkan, mata ibu mulai berk4ca-k4ca.

Dini adalah adik kandung Mas Diki. Ibu mertuaku punya dua anak, sama seperti ibuku juga. Anak pertama laki-laki dan anak kedua perempuan.

“Kenapa dengan Dini, Bu?” Perasaanku mulai tidak enak. Ibu sampai men4ngis, berarti terjadi hal bu-ruk pada adik Mas Diki tersebut.

Ibu mengambil napas panjang, kemudian mulai bercerita.

“Suami Dini se-ling-kuh, Fi. Sudah ada beberapa bu-lan katanya.”

Aku menutup mulutku. Dini kurang apa coba? Di mataku dia wanita yang sempurna. Sudah cantik, sabar, selalu nurut sama suaminya. Disuruh suaminya keluar ker-ja nurut, nggak boleh keluar rumah juga nurut, pintar masak, telaten ngurus rumah sendiri. Tapi, masih tega Fatir mengkhi4natinya.

“Selamam Dini ke sini, katanya mau tinggal di rumah ibu aja. Dia n4ngis-n4ngis bilang nggak kuat menjalani rumah tangganya.” Ibu meny3ka air matanya. Aku yang merasa iba, memeluk ibu.

Dini yang sabar aja sampai bilang nggak kuat sama rumah tangganya? Berarti Fatir sudah sangat keterl4luan.

“Kemarin mereka bert3ngkar hebat di sini. Fatir mel4rang Dini p**ang ke sini. Dia men4rik tangan Dini dan membawanya p**ang. Sangat kas4r!” Ibu semakin ses3nggukan.

Ternyata, Fatir telah berubah. Ia yang biasa bersikap lemah lembut pada Dini, sekarang berubah menjadi k4sar. Bahkan, berani menunjukkannya di depan ibu mertuanya.

“Ibu mana yang nggak se-dih, kalau tahu anaknya dis3lingkuhi? Apalagi Dini itu sudah sangat nurut sama Fatir. Tapi, apa balasan Fatir padanya?”

Aku meng3lap air ma-ta ibu menggunakan tangan kos0ngku. Rasanya ikut sa-kit saat melihat ibu m3n4ngis.

Kuurungkan niatku untuk menceritakan tentang Mas Diki. Hanya akan menambah be-ban lu-ka bagi ibunya. Sementara waktu ini, aku harus bisa bersabar menghadapi perubahan sikap Mas Diki.

“Kata Dini, s3lingkuhrn suaminya itu masih single, Fia. Dini juga bilang, Fatir mulai berubah setelah p**ang dari rumahmu.”

*Deg!*

*Mungkinkah hal ini ada hubungannya dengan Siti?*

*Yuk, temukan jawabannya dengan langsung membaca ke KBM App!*

*Bisa juga membaca cerita ini di Tik Tok dengan akun : Falia K*

Link kbm https://read.kbm.id/book/detail/66a15861-c353-4a5a-958b-ee9361736683?af=11bf97fa-24f3-4a88-b4f4-4aeeabb6610a

Address

Salatiga
Salatiga
50776

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Fakta Terlarang posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share