
15/09/2025
Papuk Gesu baru dibantu setelah viral, kepala desa selama ini tidur?
Berita viral tentang Papuk Gesu di Desa Sekaroh ini ibarat tamparan keras ke wajah pemerintah desa dan dusun setempat. Bayangkan, bertahun-tahun keluarga renta itu hidup di gubuk reyot, tanpa dokumen kependudukan, tanpa bantuan sosial reguler, tanpa perhatian berkelanjutan. Baru setelah diviralkan media, semua pejabat berduyun-duyun datang: Dinas Sosial kabupaten, provinsi, hingga Baznas. Pertanyaannya: kepala desa dan kepala dusun selama ini ngapain aja?
Apakah harus menunggu kamera wartawan datang dulu baru sadar ada warganya yang kelaparan di balik gubuk? Kalau kepala desa bisa tahu detail anggaran desa, bisa urus proyek paving blok, bisa tanda tangan pencairan dana BUMDes, masak urus administrasi kependudukan dan rumah layak huni untuk warganya sendiri tidak bisa?
Lebih memalukan lagi, Kepala Desa justru mengakui bahwa kondisi itu benar adanya, sekaligus mengakui ketidakberdayaannya. Padahal fungsi utama seorang kepala desa bukan hanya hadir di rapat seremonial, bukan hanya tanda tangan proposal, tapi melindungi, memperjuangkan, dan memastikan hak-hak dasar warganya terpenuhi.
Viralnya kasus Papuk Gesu ini justru membuka borok: bahwa sistem birokrasi di tingkat desa mandul, dan kepedulian sosial kepala desa hanya sebatas formalitas. Kalau benar-benar ada niat, sejak lama bisa dibuatkan administrasi kependudukan, difasilitasi akses bansos, dan dibawa masuk ke program pemerintah.
Jadi, untuk apa seorang kepala desa ada kalau warganya sendiri harus “menjerit” dulu ke media supaya diperhatikan? Jangan hanya sibuk urus pembangunan fisik yang bisa dipotret saat peresmian, sementara gubuk reyot di depan mata dibiarkan jadi saksi bisu kelalaian.