02/04/2025
OPINI
MENGHIDUPKAN KEMBALI DWI FUNGSI TNI,
ANCAMAN BAGI DEMOKRASI
Demonstrasi yang terus berlanjut menolak revisi Undang-Undang TNI menunjukkan kekhawatiran publik terhadap potensi kembalinya Dwi Fungsi TNI. Meskipun gelombang protes semakin meluas, respons DPR yang terkesan mengabaikan aspirasi masyarakat justru memperkuat indikasi bahwa reformasi militer yang telah diperjuangkan sejak 1998 kini berada dalam ancaman serius. Jika Dwi Fungsi kembali diterapkan, dampaknya terhadap demokrasi dan supremasi sipil akan sangat besar dan berbahaya.
1. Supremasi Sipil Terancam
Dalam sistem demokrasi yang sehat, militer harus tunduk pada otoritas sipil. Jika TNI kembali diberi kewenangan dalam sektor pemerintahan dan ekonomi, supremasi sipil akan tergeser. Sejarah menunjukkan bahwa militer yang memiliki peran ganda cenderung menjadi kekuatan dominan yang sulit dikontrol. Hal ini berisiko menjadikan Indonesia kembali ke era otoritarianisme, di mana keputusan-keputusan strategis diambil oleh kelompok militer, bukan oleh aktor sipil yang dipilih secara demokratis.
2. Pengikisan Profesionalisme Militer
TNI adalah alat pertahanan negara, bukan alat politik atau ekonomi. Jika prajurit aktif ditempatkan dalam jabatan sipil seperti di BUMN atau lembaga pemerintahan, fokus utama TNI sebagai penjaga kedaulatan negara akan terganggu. Alih-alih meningkatkan kapasitas pertahanan nasional, personel militer bisa lebih sibuk mengelola bisnis atau kepentingan politik. Ini tidak hanya menghambat modernisasi militer tetapi juga merusak kredibilitas institusi pertahanan itu sendiri.
3. Ancaman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
Ketika militer terlalu banyak terlibat dalam urusan sipil, sejarah telah membuktikan bahwa pelanggaran HAM lebih sering terjadi. Militer yang merasa memiliki kewenangan di luar bidang pertahanan cenderung menggunakan pendekatan represif dalam menangani konflik sosial dan politik. Insiden intimidasi terhadap jurnalis dalam demonstrasi menolak revisi UU TNI baru-baru ini menjadi contoh bagaimana kebebasan pers dan hak sipil dapat terancam jika militer diberikan peran yang terlalu luas dalam kehidupan sipil.
4. Menghambat Reformasi dan Demokrasi
Sejak Reformasi 1998, salah satu pencapaian terbesar Indonesia adalah pemisahan antara militer dan politik. Jika Dwi Fungsi kembali diterapkan, ini akan menjadi kemunduran besar dalam sejarah demokrasi Indonesia. Perjuangan reformasi yang bertujuan untuk membangun negara yang lebih demokratis dan transparan akan terancam oleh kembalinya pola lama di mana militer memiliki pengaruh berlebihan dalam pemerintahan dan ekonomi.
Kesimpulan
Menghidupkan kembali Dwi Fungsi TNI bukan hanya langkah mundur, tetapi juga ancaman nyata bagi demokrasi, supremasi sipil, dan hak asasi manusia di Indonesia. Militer harus tetap berada pada jalurnya sebagai penjaga pertahanan negara, bukan sebagai aktor politik atau ekonomi. DPR seharusnya lebih mendengarkan suara rakyat dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap kebijakan yang berpotensi merusak tatanan demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah. Reformasi militer harus tetap dijaga, bukan dikikis atas nama kepentingan segelintir elit.